Choi ::: 8 [Comeback Home]

549 82 10
                                    

"Aku pergi dulu, ehm?" Pamit Taeyang namun aku segera menahan tangannya, memintanya untuk disisiku. Namun ia hanya tersenyum menenangkan, dan melepaskan pegangan tanganku pada pergelangannya.

"Kau akan baik-baik saja." Ucapnya lalu mendorong tubuhku pelan untuk segera melangkah kepadanya.

Aku menghembuskan nafasku pelan. Dengan perlahan aku mendekatinya, aku memberi jarak diantara kami. Jujur, berada didekatnya masih membuatku bersikap antisipasi.

"Kabarmu... baik?" Tanyanya.

Aku mengangguk pelan.

"Ehm, baik. Sunbae?" Ucapku. Yang kulihat, raut wajahnya berubah. Seperti terluka? Kecewa? Entahlah.

"Kau, ternyata masih memberi jarak diantara kita, yah?" Ucapnya gamblang sambil tersenyum kecut.

Aku menelan ludahku pahit.

Bukan karena aku ingin menjaga jarak, lebih kepada aku tidak ingin jatuh pada lubang yang sama. Aku hanya takut menaruh hatiku pada pria ini lagi. Ya, aku pernah mencintainya. Dengan segala sikap dan rayuannya yang sangat membuatku jatuh dalam pesonanya.

"Aku rindu." Ucapnya memecah keheningan. Lidahku kelu.

Aku juga rindu, namun kalimat itu seakan tertahan untuk kuucapkan.

"Apa kau tidak rindu? Ani, dengan segala yang telah kulakukan padamu, mungkin kau hanya membenciku." Ucapnya diakhiri dengan tawa hambar.

Aku mengepalkan tanganku erat, berusaha menahan segala kesedihan dan keinginanku untuk memeluk tubuhnya.

"Kalau kau memang tidak ingin mengucapkan sepatah kata pum tak apa.Aku hanya ingin semuanya clear. Kepergianmu yang begitu cepat, membuatmu tak mendengar alasanku mengapa aku begitu keras melanjutkan taruhan itu." Ucapnya sambil menarik nafas dalam.

Ia menatapku dengan pandangannya yang sayu, bola mata hitam pekatnya menunjukan rasa bersalah yang sangat amat dalam.

"Alasanku tetap menjalankan taruhan itu karena aku hanya ingin selalu berada didekatmu. Mungkin terkesan mengada-ada, namun kenyataannya begitu. Kau mungkin tidak tahu, karena aku orang yang kaku terutama dalam hal mendekati lawan jenis. Namun karena taruhan ini, aku keluar dari zona nyamanku. Kau mendengar aku punya puluhan mantan, nyatanya tidak. Aku sama sekali belum pernah berpacaran. Berada didekatmu, membuatku merasa pergi ke dunia baru yang belum pernah kusentuh selama ini."

Ia tersenyum kecil, menarik nafas kembali.

"Aku berspekulasi bahwa dengan berakhirnya taruhan ini, aku jadi tidak mempunyai alasan lagi untuk dekat dan berada disekitarmu. Bodoh, memang. Maaf, membuatmu sakit, aku tidak bermaksud. Maaf untuk segala air mata yang telah jatuh hanya karena kebodohanku. Maaf. Dengan berakhirnya taruhan ini, mungkin aku tidak akan bisa berada didekatmu lagi. Tumbuh dengan baik, hm?" Ucapnya sambil mengangkat tangannya untuk mengelus kepalaku. Namun, tangannya terhenti di udara.

"Maaf, kebiasaan." Katanya sambil tersenyum pedih sebelum berbalik meninggalkanku.

Aku menatap punggungnya yang semakin menjauh. Batinku bergejolak, bimbang antara untuk mengejarnya atau tidak. Tapi pada akhirnya kakiku melangkah, berlari mengejarnya dan mendekap tubuhnya dari belakang.

Tubuhnya membeku, ia menyentuh tanganku yang tengah melingkar disekitar pinggangnya.

"Bodoh, sangat bodoh kau Oppa."

"Aku memang bodoh." Akunya.

Ia berbalik untuk menatapku, menangkup wajahku dan menghapus air mataku yang turun dengan derasnya.

Talk! [BigBang Imagines]Where stories live. Discover now