Sejak Max menjalin hubungan diam-diam dengan Claudia selama satu bulan ini, pria itu menjadi santapan para wartawan. Max terus didesak agar memberi klarifikasi atas hubungan mereka. Dia semakin frustasi ketika Claudia belum ingin memperkenalkannya pada wartawan dan jutaan penggemarnya. Claudia meminta Max untuk bersabar menghadapi para wartawan dan paparazzi sampai poses syutingnya selesai.

Ponselnya berdering lagi. Nama Alex muncul di ponselnya. Seorang sahabat dan adik dari mantan istrinya.

"Halo?"

***

Alex merapikan seluruh berkas yang berserakan diatas meja kerjanya. Ia merenggangkan seluruh tubuh yang nyaris kaku. Hampir seharian ia berada di ruangan kerjanya. Jam di dinding berdetak menuju pukul 3 pagi. Ia sudah terlalu memaksakan diri untuk bekerja sampai-sampai lupa waktu. Akhirnya, dia memutuskan untuk menginap di kafe yang sekaligus menjadi kantornya. Ia menghempaskan badannya ke sofa, menggeliat dan merenggangkan seluruh tubuhnya.

Alex meraih remot TV yang terletak di hadapannya, lalu menyalakannya. Mengganti-ganti saluran TV terus menerus sampai ia menghentikan jarinya sesaat ia melihat wajah yang begitu dikenalnya, muncul disana. Dia mengangkat kepalanya sedikit. Ia terkejut ketika seseorang yang dikenalnya sedang digiring ketat oleh petugas keamanan dari kejaran wartawan. Sambil terkekeh, ia meraih ponselnya dan langsung menghubungi Max.

"Halo?"

"Aku sedang melihatmu di TV. Kudengar kau mengunjunginya, ya?" Celetuk Alex di sela-sela tawanya.

"Jadi kau menghubungiku hanya untuk memastikan itu?"

Alex bergumam geli sambil mengangguk di sofanya.

"Terima kasih!" Dengusnya.

Alex tertawa. "Apa?"

"Aku pikir kau menghubungiku untuk menanyakan keadaanku, ternyata kau sama saja!"

Senyum singkat menghiasi Alex saat ia bangkit dari sofa. Tiba-tiba saja ia merasa lapar. Tak heran. Alex tidak makan apapun sejak siang. Dia menuju dapur sambil berbincang dengan Max. Beberapa menit kemudian, Ia keluar dari dapur dengan membawa semangkuk sup menuju meja. Alex masih berbicara dengan sahabat sekaligus mantan suami kakaknya. Mereka yang daritadi bergurau langsung mengalihkan topik ke bisnis.

Ketika dia sibuk menyuap sup ke dalam mulutnya sambil mengoceh pada Max, seorang wanita berdiri dan memandanginya dari luar. Kuah sup hambar itu nyaris keluar dari dalam mulutnya.

Alex segera menutup ponselnya. Alex langsung menghampiri wanita yang masih memandangi meja makannya. Seorang wanita berantakan berkeliaran tengah malam, dan saat ini sedang berdiri di depan kafenya. Diamatinya wanita itu dari atas sampai bawah. Pakaiannya sangat terbuka dicuaca sedingin ini, rambutnya acak-acakkan dan wajahnya penuh memar-memar biru.

"Maaf, tapi kami sudah tutup." Ia sedikit berteriak dari balik kaca.

Wanita itu langsung menoleh. Meskipun ia tidak mungkin mendengarnya, tapi Alex berharap ia tahu maksud ucapannya. Tiba-tiba wanita itu tersenyum lebar kepadanya. Tanpa sadar, dia juga membalas senyum wanita itu. Wanita tidak waras, pikir Alex, saat wanita itu masih tersenyum padanya.

Wanita berkulit pucat itu mengetuk kaca agar Alex mau segera membukakan pintu untuknya. Alex merasa iba ketika wanitu itu memegang perutnya, ditambah hujan yang tiba-tiba turun. Ia segera bergegas membuka pintu. Dia tidak mau melihat wajahnya berada di halaman utama media cetak, karena membiarkan wanita mati kedinginan.

Wanita itu melompat ke dalam kafe. "T-t-terima...kasih." Sahutnya dengan nada getir.

Alex tidak langsung menjawabnya, ia sibuk mengamati wanita aneh itu. Namun, Tatapan yang penuh curiga itu di balas dengan sebuah senyuman.

ROSANGELYNZWhere stories live. Discover now