Bagian 19

46.1K 2.9K 319
                                    

Malam semuanya:))

Aku menggerakan perlahan membuka mataku saat kesadaran sudah menyelimutiku. Lagi-lagi bau khas rumah sakit tercium oleh indra penciumanku.

Aku mengerjap memfokuskan penglihatanku. Hingga semuanya benar-benar terlihat dengan jelas.

"Kakak?" gumamku serak, dengan sekuat tenaga mengeluarkan suaraku. Kak Aliza dan kak Radit lah yang pertama aku lihat.

Kak Aliza yang sedang menunduk memegang tanganku dan kak Radit yang berdiri di sampingnya sedang membelai rambutnya lembut menoleh bersamaan ke arahku.

Binar bahagia tampak dari tatapan mereka. Bahkan kak Aliza sempat mengusap air mata di pipinya.

"Anna, akhirnya," gumam Kak Aliza tampak tak percaya.

"Aku panggil dokter dulu." Kak Radit menimpali dan terburu-buru melangkah keluar ruangan.

Kenapa aku merasakan ada yang hampa dalam diriku. Aku memejamkan mata mengingat kejadian sebelum aku berada disini. Dan setelah semuanya teringat, aku merasakan sesak dan sakit luar biasa.

Malam itu aku mengemudi dengan gila setelah melihat... ah, rasanya aku tidak sanggup kalau harus menyebut dan mengingatnya lagi. Dan malam itu berakhir dengan kecelakaan yang membuatku akhirnya berada di bangunan ini lagi.

Aku mengedarkan pandanganku pada penjuru ruangan. Dimana dia? Kenapa dia tidak berada disini?

"Suamimu, kakak suruh pulang dulu. Dia mencemaskanmu sampai tidak mau melakukan apapun selama kamu koma disini," gumam kak Aliza menginterupsi pikiranku.

Aku menatap kak Aliza dan mengernyit. "Koma?"

Kak Aliza menggenggam tanganku lebih erat. "Iya Anna, setelah kecelakaan itu. Kamu tidak sadarkan diri selama kurang lebih satu bulan." Satu bulan? Selama itu?

Tanganku mengusap air matanya. "Kenapa kakak menangis? Aku tidak apa-apa," ucapku heran dengan tingkah kak Aliza yang terlihat gelisah saat matanya bertemu menatapku.

"Tidak apa-apa. Kakak hanya senang akhirnya kamu sadar." Aku tersenyum mendengar ucapannya.

Aku membenarkan posisi kepalaku senyaman mungkin. Dan tak sangaja tanganku menyentuh perutku.

Bayiku? Aku tersentak saat aku mengingat tentang bayiku. Apa dia baik-baik saja?

Tapi, ada yang janggal disini. Kenapa perutku terasa rata. Padahal aku yakin perutku tidak serata ini sebelumnya.

Sudut mataku terasa panas saat aku menyadari sesuatu. "Kak, bayiku?" tanyaku serak. Air mataku sudah meleleh keluar dari sudur mataku.

Air mataku semakin keluar dengan deras saat kak Aliza tak menjawab apapun. Diapun sama menumpahkan air matanya.

Apa aku kehilangan dia?

"Kakak jawab! Dimana bayiku?!" bentakku terisak.

"Anna, sebaiknya kamu istirahat dulu. Jangan berpikir yang macam-macam dulu." Kak Aliza bangkit dari duduknya dan mengelus dahiku.

"Aku tidak mau, kak! Apa yang terjadi?!" Aku menangkis tangannya dan memberontak. Aku tidak mungkin kehilangan dia. Tidak mungkin!!

"Huwaaaaaa... aku tidak mungkin kehilangan dia kak! Tidak mungkin." Tanganku terus menahan kak Aliza yang ingin memelukku.

"Anna tenanglah!"

"Bagaimana aku bisa tenang?! Aku kehilangan dia, kak! Kehilangan anakku. Kehilangan bagian dari jiwaku!!" bentakku mendorong tubuh kak Aliza agar menjauh.

My Last Happiness (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang