Bagian 12

53.9K 2.7K 85
                                    

SELAMAT SORE READERS, SELAMAT BERMALAM MINGGU SEMUANYA. HAPPY WEEKEND.

SEMOGA TERHIBUR YA SAMA BACAANNYA, HAPPY READING :))

--------------------------------------------------------------

Bimo berlari ke arahku saat aku terjatuh. Untung saja saat terjatuh tanganku reflek menahan tubuhku. Sehingga tubuhku tidak terlalu keras menghantam lantai.

"Sayang, kamu tidak papa?" Dengan cemas Bimo membantuku bangun.

"Tidak Mas, itu tolong Rana." Mataku tak lepas dari Rana yang menangis di posisinya. Darah segar tampak keluar dari sudut bibirnya yang sobek. Sekeras itukah tamparan pria tadi?

Bimo menoleh ke arah Rana dan menghampirinya. "Ayo kakak bantu." Dan Rana menerima bantuan Bimo.

Bimo membantu Rana untuk duduk di tepi tempat tidur.

"Aku cari kotak obat dulu," kataku sebelum aku keluar dari kamar.

Sambil menahan sakit aku menyeret kakiku menelusuri ruangan per ruangan mencari kotak obat yang tiba-tiba susah ditemukan. Karena barang-barang di tempat ini sudah tak berada pada tempatnya.

Kamu harus kuat sayang. Mama mohon jangan jadi anak yang lemah. Bertahanlah jika kamu sayang Mama. Gumamku dalam hati sambil terus mengelus perutku dan terus menyeret kakiku mencari kotak obat.

Hingga akhirnya aku menemukan kotak yang aku cari berada di lantai di samping kaki sofa. Aku segera kembali ke kamar saat sudah ketemukan kotak obat itu.

"Siapa pria tadi Rana?" gumam Bimo yang aku dengar saat aku masuk ke dalam kamar.

Tak ada jawaban dari Rana, dia terus menangis sesenggukan.

"Biar aku obati dulu lukamu." Aku menyimpan kotak obat itu di atas nakas dan aku duduk di samping Rana.

Rana mengernyit tiap aku membersihkan lukanya. Tidak hanya di sudut mata dan bibir saja. Beberapa luka di bagian tubuhnya yang lain juga ada. Dan kebanyakan memar-memar.

"Dia Brian," gumam Rana akhirnya setelah dia mulai merasa tenang.

"Jadi dia ayah dari bayimu?" timpal Bimo tidak sabar. Ada kilatan amarah di matanya setelah mendengar ucapan Rana.

Rana mengangguk sambil menyeka air matanya yang mulai reda.

"Kalau dia ayah dari anakmu, kenapa dia tega menyakitimu seperti ini? Pria macam apa dia? Setelah menghamilimu, lalu dia campakkanmu dan sekarang dia menyiksamu?" geram Bimo tampak sudah tidak bisa menahan emosinya. Kulihat tangannyapun mengepal dengan kuat.

"Dia memang seperti itu jika dia tidak bisa mendapatkan apa yang dia mau," jawab Rana pelan. Aku merangkul bahunya dan menyandarkannya dibahuku saat kudengar Rana kembali terisak. Lalu mengusap lengannya berusaha menenangkannya.

Tiba-tiba Rana memelukku dengan erat sambil menangis. "Maafin Rana ya, kak. Rana benar-benar keterlaluan kemarin. Rana malu kak, malu karena kak Anna masih mau mempredulikan Rana sekarang. Bahkan setelah Rana mencoba memisahkan kalian." Aku menepuk bahunya dan mengusap punggungnya.

"Sudahlah Rana, aku sudah memaafkanmu." Kata-kata itu terlontar begitu saja dari mulutku. Karena aku mendengar ketulusan dari permintaan maaf yang ucapkannya.

"Kamu tidak boleh lagi tinggal disini Rana. Kamu harus pulang ke Ausie." Kami mengalihkan pandangan pada Bimo bersamaan. Rana melepaskan pelukannya. Rana menyeka air matanya dan mengernyit menatap Bimo.

"Tidak mungkin, kak. Ayah sama Bunda pasti masih marah sama aku."

"Tapi kamu gak bisa terus tinggal disini. Kakak akan cari si Brian itu dan nanti biar kakak yang bantu bicara pada orangtua kamu. Sekarang kamu kemasi barang-barang kamu ikut kakak ke rumah saja," ucap Bimo lalu mengeluarkan ponselnya dari saku dan menelpon seseorang sebelum dia keluar dari kamar.

My Last Happiness (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang