Bagian 18

46.1K 3K 440
                                    

Selamat malam semuanya..

"Anna buka pintunya!!" Suara teriakan seseorang itu mengusik kegelapan yang sunyi jauh di alam bawah sadarku.

Perlahan kubuka mataku yang terasa bengkak. Kepalaku pun terasa sakit dan suhu tubuhku sekidit panas. Aku mengedarkan pandanganku. Gelap.

Bayangan kejadian tadi sore berkelebat. Saat Mommy menamparku dan aku menangis hingga tertidur. Aku meraih ponselku di atas nakas dan melihat jam. Sudah pukul setengah sembilan malam. Pantas saja kamar ini gelap.

Aku bangun dan turun dari tempat tidur.

"Anna buka pintunya! Atau aku dobrak!" teriak seseorang dari luar kamar, menggedor daun pintu dengan tidak sabar.

"Iya..." gumamku serak. Aku bangkit dan berjalan ke arah jendela yang belum aku tutup. Hujan deras dari luar membuat suhu di dalam kamar menjadi dingin. Selesai menutup jendela aku melangkah ke arah pintu dan membukanya tanpa menyalakan lampu terlebih dulu.

Aku mendapati pria yang kini berdiri di ambang pintu. Karena lampu kamar yang belum di nyalakan membuat tubuh pria itu seperti sebuah seluit karena sinar lampu yang menerobos masuk dari dalam rumah.

Aku masih sakit hati karena ulah Mommy. Tak ada yang keluar dari mulutku. Aku hanya menatapnya sesaat lalu berbalik dan duduk di tepi tempat tidur.

Bimo ikut masuk kedalam kamar setelah menyalakan lampu dan menutup pintu.

"Kenapa bisa sampai seperti itu?" gumam Bimo dingin membuatku tak percaya karena memulai percakapan dengan pertanyaan seperti itu.

Aku mendongkak menatap Bimo yang berdiri menjulang di hadapanku. Keningku mengernyit menatapnya.

"Maksud kakak?"

"Aku mengijinkan dia menemanimu dan memberikan kepercayaan itu padamu. Aku tahu dia sepupumu. Tapi, itu tidak menutup kemungkinan bukan?" Aku tersentak mendengar ucapan yang Bimo lemparkan. Apa maksud dari kata-katanya?

"Aku tidak percaya kamu bisa mengatakan itu!" ujarku ketus menatapnya tak percaya. Apakah Bimo juga menyalahkan aku dan mempercayai omongan oranglain.

"Entahlah Anna, kakak pusing memikirkan pekerjaan. Dan kakak tak bisa berpikir dengan tenang," ucapnya gusar.

Aku berdiri dan menatapnya marah. "Jadi kakak membenarkan Mommy, kalau dia memang seharusnya menamparku?!!" teriakku membentaknya. Air mata yang tidak lagi keluar kini kembali menetes. Dan perlahan semakin deras mengalir.

Bimo berbalik, kedua tangannya memegang bahuku. Dia menatapku bimbang. "Bukan begitu maksudnya Anna." Dia tampak merasa bersalah.

Aku menangkis kedua tangannya dengan kasar. "Lalu apa maksudnya, hah? Kamu mengira aku berselingkuh dengan Bagas bukan?" ucapku meledak-ledak.

"Bukan, bukan begitu. Tapi omongan orang-orang-"

"Persetan dengan omongan orang. Yang menjalani hubungan itu kita! Bukan mereka!" ujarku menyela ucapan Bimo. Aku mengusap air mata di pipi dengan punggung tanganku.

Aku mengira keberadaan Bimo akan mengobati luka yang di torehkan Mommy-nya. Aku mengira, Bimo akan datang dan membelaku, mempercayaiku. Jika semua orang tidak percaya padaku. Itu tidak masalah, tapi ini? Dia. Suamiku sendiri meragukan kepercayaannya. Aku telah salah menilainya.

"Anna-" ucapan Bimo terhenti saat aku mengangkat tanganku mengisyaratkan agar dia tidak melanjutkan ucapannya. Aku menatap kecewa Bimo sesaat sebelum aku kembali membaringkan tubuhku membelakanginya di tempat tidur.

Seketika air mataku luruh mengalir dengan deras. Aku menghela napas menghilangkan rasa sesak yang tiba-tiba menyerangku.

"Sayang?" Aku menggerakkan lenganku menghindari sentuhannya. "Maaf," gumamnya lirih mengusap dahiku.

My Last Happiness (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang