Bagian 9

54.8K 3K 132
                                    

PLEASE JANGAN BOSEN DULU :((

----------------------------------------------

Sore harinya pekerjaanku baru saja selesai. Ini adalah pekerjaan paling memelahkan sepanjang hidupku. Ditambah dengan kondisiku yang sedang hamil. Semakin memperlelah tubuhku.

Persiapan hanya tinggal menyiapkan halaman belakang untuk kami gunakan sebagai tempat pesta nanti malam.

Dengan gontai kuseret kakiku melengkah ke arah sofa yang berada tidak jauh dariku. Lalu menghempaskan diri disana.

Kupijat bahu dan tengkukku yang terasa pegal karena bekerja seharian.

"Cape, sayang?" Bimo datang tiba-tiba ikut memijat kedua bahuku.

Aku menoleh dan mendelik kesal. "Apaan sih kamu, Mas! Kesel aku sama kamu!" Aku mengendikan bahuku menghindari sentuhannya.

"Ada apa, sayang?" Elusan tangannya terasa pada puncak kepalaku. Lalu, kurasakan sofa bagian belakangku bergerak menurun dan pinggangku dipeluknya dari belalang.

"Ish, apaan sih kamu, Mas? Lepasin, ah! Kesel tahu gak sih sama kamu?!" Aku memaksa melepaskan lengannya yang melingkar di perutku.

"Kok ngambek lagi sih, Sayang? Jangan ngambek-ngambek, ah."

"Kamu nyebelin tahu gak, sih? Istrinya lagi hamil juga gak ada perhatian-perhatiannya. Malah sibuk sama cewe lain!" dengusku kesal aku bangkit dan berkacak pinggang menatap Bimo kesal.

Bimo mendongkak lalu meraih tanganku dan di ganggamnya. "Siapa yang sibuk dengan cewe lain? Sejak tadi juga Mas ingin melepaskan diri dari sana tapi tidak enak dengan Daddy. Dia terlihat nyaman sekali bisa mengumpul dengan anak-anaknya."

"Tapi bisakan gak usah deket-deket sama Rana?!"

"Kemari!" Tanganku di tariknya hingga aku kembali duduk di sampingnya. "Dari tadi juga Mas udah mencoba menghindar dari Rana, sayang. Tapi, Rana yang tidak mau lepas dari Mas."

"Mommy gak adil, dia bisa santai-santai. Sedangkan aku baru datang langsung di suruh kerja," protesku. Aku menyilangkan tanganku di dada dan mengalihkan pandanganku ke arah lain.

"Rana itu anak satu-satunya. Dan dia terbiasa di manja, Sayang. Mungkin Mommy gak enak kalau harus nyuruh-nyuruh dia." Bimo melepaskan ikatan rambutku lalu mengikatnya lagi dengan rapi karena rambutku sudah berantakan sekali.

Aku berbalik dan menatap Bimo galak. "Kalau gitu dia nya aja yang gak tahu diri. Wanita macam apa kaya gitu. Kesel aku sama dia! Sama Mas juga!"

"Sudah dong Sayang jangan marah-marah mulu. Maaf ya..." Bimo menarik tubuhku ke dalam pelukannya.

Dan mau tak mau akupun menyerah. Aku harus maafkan Bimo karena kalau sampai kami berselisih maka ituakan menjadi kemenangan untuk si Rana.

"Aku cape." Aku menyandarkan tubuhku pada tubuh Bimo.

"Kamu gak usah kerja lagi, Sayang, liat muka kamu udah pucat gitu. Biar nanti Mas tegur Mommy." Aku menjawabnya dengan anggukan.

"Kakak bisa bantu aku?" Aku mendelik saat mendengar suara itu. Baru saja beberapa menit aku dan Bimo bersama sudah mau mengganggu saja. Dan aku tidak akan membiarkan dia menguasai Bimo kembali.

"Tidak bisakah kamu lihat Rana, kami sedang bersantai. Cape. Cari bantuan orang lain saja!" ketusku tanpa melihat kearahnya.

"Tapi tidak ada yang bisa membantuku. Tante menyuruhku menyiapkan halaman belakang. Fabian sedang sibuk dengan Abel, dia tidak mau di tinggal."

My Last Happiness (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang