Mobil kami sama-sama melesat membelah jalanan kota yang sudah tidak begitu ramai karena ini sudah malam. Sambil terus menjaga jarak aku mengikuti mobil Bimo yang mengarah pada jalanan pinggiran kota. Mau apa dia kemari? Tempat ini benar-benar jauh dari kota. Bahkan aku mulai takut saat kulihat kanan dan kiri jalanan disini penuh dengan pepohonan yang besar-besar. Percis seperti hutan.

Aku terus memfokuskan pikiranku pada mobil Bimo yang melaju di depan. Dan menyingkirkan semua ketakutanku. Bagaimanapun, aku sangat penasaran dengan apa yang akan Bimo lakukan disini bersama wanita itu.

Selang kira-kira lima belas menit kemudian, mobil Bimo berhenti. Dan aku ikut memberhentikan mobilku agak jauh dari mobil Bimo. Tapi dari tempatku berhenti aku bisa melihat dengan jelas apa yang dilakukan Bimo disana.

Tampak disana ada beberapa orang. Dua orang pria berbadan preman sedang menyeret seorang wanita memaksa wanita itu masuk ke dalam mobil dan wanita itu terus memberontak ingin dilepaskan.

Bimo keluar dengan gusar dari mobilnya. Tanpa ancang-acang Bimo menarik pundak salah satu dari preman itu. Dan langsung menyarangkan pukulan keras pada rahang preman itu hingga preman itu tersungkur di jalanan. Di susul dengan pukulan-pukulan yang terus Bimo sarangkan pada preman itu yang aku yakini kini sudah babar belur.

Preman yang satunya tampak melepaskan wanita tadi di pegangnya. Yang tak lain dan tak bukan adalah Dea.

Dea melangkah menghindar menjauh dari pria-pria yang tengah berkelahi. Lalu berteriak, bukan hanya Dea, tapi aku juga berteriak kaget saat preman yang baru saja bergabung itu menarik kerah baju Bimo dan menyarangkan pukulannya pada rahang Bimo hingga Bimo juga tersungkur di jalan.

Belum sempat preman itu mengarangkan pukulan keduanya pada Bimo. Bimo terlebih dulu menahan kepala tangan itu dan memelintirnya hingga preman itu terjatuh dan Bimo kini berada di atas tubuh pria itu dan mukulinya sama seperti memukuli temannya yang sudah tergeletak tak berdaya tak jauh dari mereka.

Sebenarnya ada apa ini? Dan apa hubungan Bimo dan Dea? Kenapa Bimo begitu membela Dea seperti itu? Bukankah Bimo sendiri yang bilang, kalau dia tidak mau ambil resiko kalau dia menolong Dea, mengingat soal pria yang menginginkan Dea mempunyai pengaruh besar dan terkenal kejam. Lalu sekarang?

Tubuhku tiba-tiba merasa lemas. Hatiku mencelos, juga lidahku terasa kelu. Tes. Air mataku menetes menandakan kepedihan yang aku rasakan saat ini. Saat aku melihat Bimo berlari menghampiri Dea setelah melupuhkan lawannya.

Tanganku mencengkram setir kemudi dengan kuat saat melihat Bimo menarik tangan wanita di hadapannya dan mendekapnya tampak sedang memberikan ketenangan pada wanita itu. Lalu, tak lama Bimo mengelus lembut rambut wanita itu dan mendatarkan kecupan di puncak kepala wanita itu.

Aku memukul setir dengan keras lalu tertunduk lemas di atasnya.

Di rumah Bimo sama sekali tidak memberikan ketenangan itu saat aku benar-benar merasa hancur karena sudah di permalukan habis-habisan oleh orangtuanya. Bahkan sebaliknya, dia juga ikut mencurigai aku berselingkuh di belakangnya.

Sedangkan disini, Bimo tampak membela mati-matian untuk wanita itu? Dan tanpa dia sadari, dia sudah melukai hatiku.

Aku menguatkan hati, mengangkat wajahku dari atas setir. Tanganku mengusap, menyeka air mata di pipiku. Lalu kembali kunyalakan mobil. Mataku tak lepas dari dua insan yang masih berpelukan di depan.

Tanganku bergerak memasukan gigi mobil lalu menginjak pedal gas membuat mobil ini menggeram. Bahkan suara mesin mobil ini pun sama sekali tidak mengganggu sesi pelukan mereka.

Dengan emosi yang meledak-ledak aku menacap gas, membuat mobil ini sedikit meloncat sebelum akhirnya melaju dengan cepat. Dan hampir saja aku menabrak keduanya kalau-kalau Bimo tidak melepaskan pelukannya dan menarik wanita itu kesisi jalan.

Tidak sama sekali aku memperlambat laju mobilku setelah melewati mereka. Yang ada aku terus menambah kecepatan mobil yang aku kendarai hingga melesat membelah pepohonan yang berjajar di pinggir jalan.

Pikiranku melayang jauh, memikirkan sekelebat bayangan Bimo yang menarik tubuh Dea ke dalam dekapannya, fokusku juga tidak pada jalanan yang aku sendiri tidak tahu kemana arah jalan ini. Melainkan hanya pada satu hal. Satu yang aku pikirkan saat ini, yaitu 'aku ingin mati saja'.

Semakin lama, tubuhku semakin terasa lemas. Pikiranku tak lagi mengontrol kinerja tubuhku. Hatikulah yang sekaramg mengambil alih semuanya. Seluruh tubuhku terasa sakit semua. Dadaku sesak, oksigen di sekitarku tiba-tiba saja menghilang, napasku terengah-engah dan sendi-sendi terasa linu semua. Pandanganku mulai mengabur sampai aku harus beberapa kali mengerjapkan mataku. Menjaga kesadaranku.

Mobil yang aku kendari mulai tak bisa kukendalikan. Oleng berbelok ke kanan dan kekiri. Sampai akhirnya mobil ini berhenti dengan sendirinya karena bagian depan mobil membentur keras benda yang aku tidak tahu apa.

Aku juga belum sempat menahan dan melindungi kepalaku saat kepalaku membentur keras setir mobil. Membuat kepalaku terdentam-dentam.

Aku tak bisa mengangkat kepalaku yang terasa berat, hingga darah kulihat menetes dari kepalaku pada lenganku yang terkulai lemas.

Bayangan saat hari Bimo melamarku, saat hari pernikahanku, saat hari Bimo tahu kehamilanku, lalu saat Mommy menamparku, saat pertengkaran kami tadi dan terakhir saat Bimo memeluk wanita tadi berkelebat dalam memori ingatanku sebelum kegelapan merenggut kesadaranaku membawaku pada kegelapan yang sunyi.

'Inikah akhir dari semuanya?... dan kamu anakku, maafkan Mama, kalau Mama tak bisa lagi bertahan demi kamu dan Papamu.'

***

Tbc..

Vote and komen nya aku tunggu yaaaa..
Jangan bosen dulu guys..
Semoga baper & terhibur :))

See you ❤❤

Sudah mendekati Ending kayanya.

My Last Happiness (TELAH TERBIT)Where stories live. Discover now