Perlahan aku menyibak selimut yang menutupi tubuhku lalu menurunkan kakiku dari tempat tidur. Kulihat jam yang berada tak jauh dariku sudah menunjukan pukul sepuluh malam. Kemana Bimo? Apa dia berada di ruangan kerjanya.

Lagipula, ini sudah larut malam sekali, selama itukah aku tertidur? Karena seingatku aku pulang dari Rumah Mommy itu baru pukul lima sore.

Aku menyambar ikat rambut di atas nakas dan mengikat rambutku asal. Sambil berjalan keluar kamar aku mengikatkan tali piyamaku. Pakaianku sudah berganti, mungkin Bimo yang menggantikannya.

Sampai di luar kamar aku melihat pada pintu di ruangan sebelah -ruang kerja suamiku- dan benar saja Bimo sepertinya berada disana, karena pintunya sedikit terbuka.

"Mas?" gumamku serak setelah membuka pintu ruangan kerjanya.

Tidak ada suara, Bimo berada disana dan tampak sibuk dengan layar monitor di hadapannya. Mungkin dia terlalu fokus sehingga tidak mendengar suaraku.

Kudorong pintu ruangannya lebih lebar lagi agar aku bisa masuk. Dan Bimo masih pada posisinya yang tampak tak terganggu dengan kehadiranku. Sambil melangkah perlahan ke arahnya, kuperhatikan sosok suamiku yang begitu serius. Dia tampak sangat tampan sekali jika sedang dalam keadaan serius seperti ini. Apalagi di tambah kacamata yang bertengger di hidungnya, dia terlihat lebih seksi dan sempurna.

Bimo tampak mengalihkan pandangannya padaku saat dia sudah menyadari kehadiranku. "Sayang, kamu bangun?" ucapnya kemudian setelah aku berada di dekat mejanya.

Aku tersenyum lalu menggeser kursi di sebrangnya dan menghempaskan diri disana. "Iya, tadi aku lihat kamu gak ada di kamar." Aku melipat kedua tanganku di atas meja dan menatapnya lekat-lekat suamiku yang tampak jauh lebih tampan ini.

"Ah, iya sayang, banyak pekerjaan yang harus Mas bereskan. Selain Mas harus mengantar Rana ke Ausie, kebetulan hari itu juga Mas harus kesana mengurus pekerjaan." Sambil berbicara, jari-jari tangan Bimo kembali menari di atas keyboard.

Aku mengernyit mendengar ucapannya, "Ada pekerjaan?" tanyaku bingung.

"Iya, Sayang. Mas belum bilang, ya? Jadi besok lusa Mas harus ke Ausie mengurus pekerjaan disana. Perusahaan akan menjalin hubungan kerja sama dengan perusahaan disana. Dan Radit tidak bisa kesana karena dia terlebih ada janji dengan anak dan istrinya, mengajak mereka berlibur." Bimo menghentikan gerakan jari-jarinya lalu menatapku.

"Berapa lama?" ucapku lesu.

Bimo tersenyum lalu bangkit dan berjalan memutari mejanya lalu manarik tanganku ke arah sofa.

"Mungkin hanya tiga sampai empat hari, sayang. Tidak apa-apakan, sayang Mas tinggal? Atau kamu mau ikut saja, sekalian berlibur," ucapnya setelah mendudukanku di pangkuannya.

Aku menyandarkan kepalaku pada bahunya, menyembunyikan kepalaku pada lekukan lehernya. Lalu menggeleng. "Tidak, aku di rumah saja. Jangan lebih dari empat hari, ya," ucapku pelan. Ya, sebaiknya aku jangan ikut. Aku takut terjadi apa-apa dengan kandunganku kalau harus berpergian jauh. Ditambah aku tidak tahu apa yang terjadi sekarang. Aku belum siap jika aku harus ke dokter dan memeriksakannya. Aku belum siap mendengar kabar baik atau buruk tentang kehamilanku nantinya.

"Iya sayang, Mas janji setelah pulang dari sana kita akan liburan, oke." Bimo mengelus rambutku lalu mencium keningku lembut.

Aku mengangkat kepalaku saat Bimo ingin melepaskan kacamatanya lalu tanganku menahan gerakan tangannya. "Jangan di lepas!" gumamku membuat dia menatapku heran.

"Kenapa, lepas ah pegel nih hidungnya."

"Jangan, aku suka lihat Mas pake kacamata. Kelihatan seksi, dan malam ini aku mau melihatnya semalaman. Karena aku gak bisa lihat lagi setelah malam ini." Bimo menatapku sedih setelah aku selesai menyelesaikan kalimatku. Membuatku mengernyitkan keningku.

"Bicara apa kamu ini, Sayang. Kamu pasti akan melihatku lagi memakai kacamata ini," gumamnya kesal, tangannya menangkup wajahku lalu mencium keningku lama.

"Kan, empat hari dari mulai besok Mas gak ada, jadi aku gak lihat dong." Aku merasa tidak ada yang salah dengan ucapanku.

"Sssstt... Kamu akan selalu melihat Mas pakai kacamata ini. Jadi jangan bicara yang tidak-tidak. Paham?" Aku mengangguk dan hendak menjawab ucapannya tapi bibirku terlebih dulu di bungkam oleh mulutnya.

Bimo melepaskan ciumannya lalu menatapku yang menatapnya sayu. Tak lama Bimo langsung menggendongku kembali ke dalam kamar, karena kami sudah sama-sama merasa panas oleh gairah yang ingin segera dipuaskan.

-----------------------------------------------------------------

TO BE CONTINUE..

Vote and comentnya aku tunggu lho..

Kalau nemu kata-kata yang gak nyambung/rancu mohon di maklumi yaaa. Masih proses pembelajaran soalnya:))

Oke, see you readers :*

My Last Happiness (TELAH TERBIT)Where stories live. Discover now