***



Dua nanny itu berjalan beriringan menyusuri lorong lantai dua. Lili berjalan sembari membawa nampan berisi menu sarapan yang akan dihidangkan untuk Justin, si tuan muda. Sementara Shay hanya mengikuti di sampingnya tanpa membawa apapun. Ia memegang perkataan Lili yang bilang bahwa dia hanya meminta Shay untuk menemaninya, bukan membantunya.

"Kira kira, tuan muda sedang apa sekarang?" Ujar Lili dengan wajah berseri-seri. Matanya mengarah ke atas, seperti membayangkan sesuatu.

"Aku tidak tahu." Balas Shay datar.

Mendengar jawaban Shay, Lili mendengus. "Kau harus tahu kalau aku menyukainya."

"Oh ya? Benarkah?" Cetus Shay masih dengan nada datar. Aku sudah tahu, bodoh! Batin Shay kesal.

"Benar. Jika kau bertanya-tanya bagaimana bisa aku menyukai Tuan muda, aku akan menceritakannya kapan kapan."

Oh aku akan menunggu, Nona! Shay memutar mata. Dan enggan untuk menjawab apa apa lagi.

Tak lama, mereka sampai di ujung lorong yang buntu. Terdapat satu pintu berwarna hitam dihiasi ornamen-ornamen rumit di sekitar kusennya. Shay sedikit bergidik ngeri saat ia tahu bahwa pintu itu akan membawanya ke hadapan bocah aneh tempramental.

Lili berjalan lebih dulu hingga berdiri tepat di depan pintu. Nanny itu menghela napas sesaat lantas menoleh ke arah Shay yang kini berdiri di belakangnya. Senyuman lebar tampak menghiasi wajah manisnya.

"Kau bisa tunggu di sini." Lili mengerjap sesaat, dan semakin melebarkan senyumnya. "Do'akan aku ya?"

Shay mengangguk sembari memberikan senyuman samar pada nanny itu. Lili pun kembali berbalik dan mulai mengetuk pintu kamar Justin. Tak ada respon. Setelah menghela napas lagi dan berhitung sampai tiga, Lili meraih kenop pintu. Berniat membuka pintu itu dan..tidak dikunci.

"Permisi, tuan muda..."

Pintu pun ditutup dan Shay berjalan mundur beberapa langkah. Ia memilih untuk menjauh dari pintu seraya menyandarkan tubuhnya di dinding. Satu kakinya tertekuk menumpu di dinding dan kedua tangan ia lipat di depan dada. Oh, setidaknya, ia bisa rileks beberapa saat di sini. Sendirian.

Pikirannya baru saja berkelana ke kejadian beberapa hari yang lalu. Kaburnya Shay dari Pigalle, persembunyiannya, penyamarannya hingga ia terdampar di sini. Shay harus menghentikan segala pemikiran itu ketika mendengar suara pintu yang terbuka. Dan tampaklah Lili yang keluar dengan kepala yang tertunduk.

Shay mengernyit sambil mengerjapkan matanya sesaat dan segera menghampiri nanny itu. Dilihatnya Lili yang masih berdiri dengan kepala tertunduk setelah pintu telah ia tutup. Makanan di atas nampan masih utuh, seperti tak tersentuh sedikit pun. Namun, Shay bisa melihat bercak air di sekitar nampan dan gelas berisi air putih yang tadi sempat ia lihat sebelumnya, kini tidak ada.

"Apa yang terjadi?" Tanya Shay. Dan Lili masih saja menunduk.

"Dia tidak mau makan." Lirihnya.

"Lalu? Dia hanya minum?"

Lili menggeleng lemah. "Dia melempar gelasnya."

Akhirnya, isakkan kecil lolos dari mulut Lili. Shay bisa melihat bahu Lili yang bergetar hingga merambat ke nampan yang ada di genggamannya. Lili menangis. Dan tak ada yang bisa Shay lakukan selain menyentuh pundak nanny itu seraya mengusapnya perlahan. Melihat semua ini, membuat Shay sadar akan satu hal.

SLUT [DITERBITKAN]Where stories live. Discover now