"Halangi saja. Aku tidak akan mundur."

"Kamu salah jika mengira akan mudah memisahkan kami. Sudah banyak masalah yang kami hadapi bahkan masalah besar sekalipun. Jadi kurasa kalau hanya menyingkirkanmu itu akan mudah sekali Rana." Aku melangkah perlahan ke arahnya.

"Tidak ingat? Baru dua hari aku berada diantara kalian dan aku sudah berhasil membuat kamu di tampar oleh suamimu sendiri." Rana tersenyum meremehkan. Apalagi ini? Kenapa hidupku di kelilingi oleh wanita-wanita ular seperti dia dan si tante Fero?

"Itu tidak akan mudah Rana, kalaupun kamu mencintai suamiku. Tapi suamiku mencintaiku!" desisku mencengkram lengannya kuat.

"Oh, ya? Ingat ini baik-baik Kakak ku. Aku pastikan kalian akan hidup bersama sampai anak itu lahir. Karena setelah itu kami akan hidup bahagia!" Dia menghempaskan tanganku lalu melangkah pergi.

Aku melangkah mengejarnya saat kulihat dia memeluk suamiku. "Kakak hari ini aku mau jalan-jalan. Kakak mau antar aku, 'kan?" Kudengar suaranya yang di buat semanja mungkin. Muak aku mendengarnya. Kita lihat apa yang akan di katakan Bimo. Lihat saja kalau sampai Bimo memyetujui. Aku akan memberinya pelajaran.

Sesaat pandangan kami bertemu. Lalu Bimo mencoba melepaskan lengan Rana yang melingkar di pinggang suamiku.

"Maaf Rana, kamu jalan-jalan sendiri saja, ya. Atau kakak suruh supir antar kamu." Aku mengulum senyum mendengar ucapan Bimo. Kulihat Rana mengerucutkan bibirnya tampak kesal. Mampus!

Pandanganku mengikuti Bimo yang berjalan ke arahku. Lalu mengalihkan lagi pada Rana yang masih berdiri disana yang memasang raut wajah marah. Rana menghentakkan kakinya lalu berbalik dan melanjutkan langkahnya.

"Sayang." Bimo berjalan ke arahku. Air wajahnya menyiratkan kesedihan.

Lalu kami sama-sama menoleh ke arah kamar Rana saat terdengar suara pintu yang di banting dengan keras.

Kembali aku mengalihkan pandanganku pada Bimo saat dia meraih tanganku "Maafkan aku, Sayang. Kemarin benar-benar reflek." Bimo mengatakannya dengan sungguh-sungguh dan penuh penyesalan. Bimo terlihat kebingungan tidak tahu harus berbuat apa.

Aku melepaskan tanganku dari tangan Bimo. "Aku perlu waktu , Kak." Aku tahu seharusnya sekarang kami perbaiki hubungan kami. Mengingat rencana Rana masuk ke dalam rumah ini yaitu, untuk menghancurkan hubungan kami. Tapi, aku akan tetap menjalankan rencanaku untuk menghukum Bimo. Selain itu adalah hukuman juga untuk memperlihatkan pada Rana seberapa besar cinta Bimo punya untukku. Karena aku yakin Bimo akan melakukan apapun untuk bisa aku maafkan.

Baiklah nona Rana, permainan dimulai dari sekarang!

Kita lihat nanti siapa yang akan menjadi pemenangnya. Dan akan aku pastikan pemenangnya adalah a.k.u!

Aku menatap datar Bimo lalu melangkah melewatinya. Langkahku terhenti saat Bimo kembali meraih tanganku. "Kumohon maafkan aku, Sayang. Aku tidak bisa kalau kamu begini. Kita bicarain semuanya baik-baik, oke?"

"Kamu itu tuli atau apa sih, Kak? Aku bilang aku perlu waktu," ujarku sewot, menghempaskan tangannya. Lalu kembali melanjutkan langkahku ke arah kamar tamu yang sekarang menjadi kamarku untuk sementara.

Aku perlu seseorang untuk bisa mendengarkan ceritaku. Dan orang yang menurutku tepat adalah Kak Aliza. Setelah selesai besiap-siap tadi, aku langsung tancap gas menuju rumah kak iparku itu.

Meskipun tadi Bimo sempat menahanku agar aku tidak membawa mobil sendiri tapi, aku bersikeras menyetir sendiri tanpa supir. Mungkin ini saatnya aku menggunakan kekerasan kepalaku.

Tidak akan ada yang bisa melarangku atas hal apapun jika aku masih menginginkannya. Termasuk Rana, dia tidak akan bisa mengambil suamiku sampai kapanpun. Sampai aku menyerah dan akan merelakannya. Ya, sampai aku menyerah. Tapi, aku tidak akan menyerah.

My Last Happiness (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang