"Kenapa? Kamu tidak senang aku pulang cepat?" tanyanya menatapku aneh.

"Ya bukan begitu. Aneh saja, jam segini udah pulang. Bukannya ada meeting ya sore ini?"

"Meetingnya di majukan tadi saat makan siang. Setelah itu aku tidak ada lagi pekerjaan. Jadi daripada melamun di kantor mendingan aku pulang saja. Menemani istriku yang cantik ini," jelasnya mencubit pipiku dengan gemas. Lalu merangkul bahuku dan membawaku berjalan ke arah kamar.

Tepat saat kami berada di depan pintu kamarku. Tangisan yang aku dengar tadi kini semakin terdengar dengan jelas. Bimo maupun aku menghentikan langkah kami dan saling memandang.

"Kamu dengar itu?" ucapnya bingung.

"Iya," jawabku dengan pasti, tak acuh.

Lalu dengan tiba-tiba Bimo melangkah ke arah belakang badanku kedua tangannya memegang bahuku dan kepalanya bersembunyi di balik bahuku.

Aku menggeser badanku dan menatapnya bingung. "Apaan sih kamu, Mas?"

"Sejak kapan rumah ini ada hantunya?" ucapnya kembali bersembunyi di balik badanku. Dan aku yang baru ngeh dengan tingkahnya langsung tergelak. Jadi dia mengira suara tangis Rana adalah suara hantu.

Bimo keluar dari persembunyiannya dan menatapku jengkel. "Kenapa malah tertawa?" tanyanya bingung.

Aku menghela napas beberapa kali sebelum mengatakan sesuatu. "Kamu mengira itu suara hantu. Haha... kamu takut hantu ya, Kak? Haha!"

Aku masih menertawakannya.

"Stop menertawakan aku anak kecil!" ujarnya menatapku tajam. Tapi, sama sekali tidak membuat menghentikan tertawaku. Perawakan aja laki banget. Tapi malah takut sama hantu. Lucu sekali suamiku. Haha.

"Aww... aww... Kakak sakit!" pekikku saat Bimo menjewer kupingku.

"Makanya jangan nakal, pake ngetawain segala lagi!" ucapnya menatapku jengkel.

"Abisan Kakak masa takut sama hantu. Haha..." Aku kembali tertawa. Membuat dia jengkel dengan tingkahku, hingga tertawaku terhenti saat Bimo membekap mulutku dengan tangannya. Air mataku sampai keluar karena puas tertawa.

"Berisik!" ujarnya tajam. Kali ini membuatku terdiam.

Setelah kami berdua merasa tenang, aku menceritakan semuanya. Bahwa yang menangis itu bukanlah hantu melainkan Rana. Dia sempat kaget dan bingung kenapa sepupunya itu bisa berada di rumah ini. Satu kebohongan tante Dela terbongkar, ternyata dia sama sekali belum memberi tahu suamiku, kalau Rana akan tinggal disini beberapa hari kedepan.

Setelah semuanya kujelaskan, Bimo melangkah mendahuluiku ke arah kamar Rana. Tangisan Rana sama sekali tidak terganggu dengan suara tawaku tadi. Malah yang terdengar, tangisnya semakin keras. Sebenarnya kenapa dengan dia?

"Rana?" sapa Bimo setelah berhasil membuka pintu kamar Rana.

Rana menoleh ke arah kami. Wajah dan matanya sudah memerah dan kulihat air matanya pun masih mengalir. Dengan cepat dia menyeka air matanya dan mengulum senyum.

"Ada apa?" ucapku melangkah ke arah Rana yang sedang duduk tepi tempat tidur.

Rana bangkit dan berlari menghambur kedalam pelukan suamiku yang berada di sampingku.

"Ada apa Rana?" ucap Bimo yang terlihat bingung dengan sikap sepupunya itu. Dengan ragu Bimo membalas pelukan Rana dan perlahan mengusap punggungnya yang bergetar karena menangis.

Cukup lama mereka dalam posisi yang sama, sampai-sampai membuatku merasa bosan. Hingga akhirnya Bimo melepaskan pelukannya dan mendudukannya di tepi tempat tidur.

"Sekarang kamu jelaskan pada kakak. Kamu kenapa?" ucap Bimo sambil menyelipkan anak rambut yang menempel di pipi gadis cantik itu ke belakang telinga.

Alih-alih menjawab pertanyaan suamiku Rana kembali memeluk Bimo dan menangis sesenggukan. Tanpa sadar aku memutar bola mataku jengah. Ada rasa cemburu saat melihat Bimo membalas pelukannya. Ada rasa kesal juga saat aku melihat Bimo mencoba menenangkan sepupunya itu dengan sangat hati-hati. Oke, mereka memang sepupuan. Tapi tetap saja, mereka adalah pria dan wanita yang sudah dewasa. Wajar saja bukan jika aku cemburu. Lagi pula, kenapa harus memeluk Bimo sih, kenapa tidak memelukku. Huft...

"Ada apa? Kamu bertengkar lagi dengan orangtuamu?" ucap Bimo menjauhkan tubuhnya dari tubuh Rana lalu menangkup pipi Rana dengan kedua tangannya.

Rana menggeleng dan menunduk. "Aku hamil kak," ucapnya kemudian sukses membuat aku dan Bimo terkejut. Karena yang aku tahu Rana belum menikah. Bimo mengalihkan pandangannya padaku yang juga menatapnya terkejut.

***

TBC...

Masih di tunggukah kelanjutan cerita ini?

Vote and comentnya aku tunggu lho... :))

Kalau ada typo-typo kasih tahu aku yaaa:)) dan tolong di maafkan..

My Last Happiness (TELAH TERBIT)Where stories live. Discover now