"Percayalah, rencana Papa akan berujung baik. Lagipula, kondisi Louis sudah memprihatinkan. Dia akan mati sebentar lagi. Dan kalau perlu, aku akan menyuruh Papa untuk membunuhnya."

Ucapan terakhir Vanessa yang--mungkin--berniat untuk menghiburnya membuat Shay menoleh. Menatap iris mata biru keabuan milik Vanessa dengan raut wajah campur aduk. Antara kesal, sedih, kecewa, dan marah. Namun, melihat Shay yang diam, setidaknya itu lebih baik. Vanessa pikir, ada secercah harapan dalam rencana persembunyian konyol ini untuk diterima Shay dengan lapang dada.

"Dan kau harus tahu." Vanessa menyeringai. "Justin Allard Rousseau itu masih perjaka. Walaupun dia delapan belas, berpacaran pun sepertinya tidak pernah."

"What the fuck!?" Seru Shay seraya memutar mata.

"Kapan terakhir kau menyesap perjaka? Kau bisa memasukan Justin ke dalam daftar perjaka-mu yang kau tulis di dalam buku harian, buku menyedihkan yang selalu kau sembunyikan di dalam lemari."

Seketika Shay terkesiap. Dari mana Vanessa tahu? Fuck! Pasti wanita sialan itu menggeledah lemari milik Shay saat berkunjung ke apartemennya.

"Kau memang sialan."

"Aku tahu."

"Geez! Benson!"

"Hei! Kau menyebut marga ku! Itu dilarang!"

"Shut up!" Umpat Shay tajam sembari mendelik kesal kepada Vanessa yang ternyata memiliki marga tersembunyi.

Tiba-tiba, Bob keluar dari mobil seraya memutarinya. Hingga tak lama pintu mobil di samping Shay terbuka. Menampakan Bob di luar yang kini menengteng koper hitam berukuran sedang.

"Mulai hari ini, namamu adalah Jessica, Rita."

Jadi ini akhirnya? Shay akan berakhir terkurung di dalam hiruk pikuk keluarga bangsawan? Bisakah orang berteriak bahwa ia adalah jalang sekarang!? Help me, lucifer! Pekik Shay dalam hati.


***


Dengan jantung yang berderbar cukup kencang, iris mata coklat gelapnya menelusuri tiap-tiap sudut pemandangan yang sukses membuatnya ternganga. Bibirnya yang terbalut lipbalm berwarna pink peach tampak sedikit terbuka. Lidahnya seakan kelu untuk mengucapkan satu kata pun untuk menyatakan kekagumannya kali ini.

Shay berdiri di depan sebuah air mancur besar berhiaskan air-air meluncur yang membentuk variasi sedemikian rupa. Patung berpahat Maria yang terbuat dari batu tampak berdiri kokoh di tengah-tengahnya. Lalu patung-patung lain berpahat dewa-dewi Yunani tampak menyebar di sekitar pelataran halaman yang membentang luas.

Rumput dan pepohonan menghias begitu pas membentuk pola geometrik. Terik matahari yang baru muncul di ufuk timur semakin memperindah halaman megah yang kini dipijakinya. Sungguh luar biasa. Dan sekitar tiga meter di hadapannya, berdiri sebuah bangunan kokoh yang disebut rumah--bak istana-- bergaya baroque modern dengan ukiran klasik dipermukaan dinding luarnya yang begitu indah. Rumah mewah yang nyaris menyamai museum Versailles di tengah kota. Rumah keluarga Rousseau, keluarga bangsawan yang bersahaja.

"Bonjour! Ms.Connell."

Shay terkesiap lantas menoleh ke sumber suara. Ia melihat seorang wanita paruh baya berbadan agak gemuk yang memakai seragam khas seorang nanny. Wanita itu tengah berdiri sekitar setengah meter di sampingnya. Wanita itu tersenyum setelah menyapa Shay lantas menghampiri Shay yang masih tertegun di dekat air mancur dengan langkah khidmat.

"Lama menunggu, nona?" Ujarnya lagi dengan ramah. Shay tersenyum canggung lantas menggeleng. Dalam hati ia bertanya-tanya. Dari mana wanita ini tahu akan marga aslinya?

SLUT [DITERBITKAN]Where stories live. Discover now