Aqeelacanss💘
[00.10 WIB]
Lo hacker?
Stalker?
Secret admire? Ah itu gamungkin sih
Atau cuman psycho random yang lagi iseng main-main sama mental orang?
[Message sent. No reply.]
[00.15 WIB]
Aqeelacanss💘
[00.20 WIB]
Jawab dong...
Gue bukan siapa-siapa sekarang.
Tapi lo bikin gue inget siapa diri gue dulu...
Kenapa sekarang lo malah ngilang?
Aqeela terus memandangi ponselnya. Berkali-kali ia menelpon nomor "Unknown", tapi selalu gagal tersambung. Tidak ada balasan, tidak ada suara, hanya sunyi. Di layar ponselnya masih terpajang foto foto lama yang dikirim oleh sosok misterius itu foto dirinya, yang dulu.
Senyum ceria saat memanah. Wajah penuh semangat saat menyanyi di panggung kecil. Langkah percaya diri di runway. Sorot mata tajam saat berkuda. Dan sorakan kerasnya saat menyampaikan argumen di lomba debat. Semua itu semua yang pernah membuatnya hidup dan mencintai dunia kini hanya jadi kenangan.
Dulu, seni adalah pelariannya. Emosi Aqeela tak pernah mudah diatur, tapi seni membuatnya mampu meluapkan semuanya dalam bentuk yang indah. Namun sekarang, semuanya seolah telah ia kubur. Panah kesayangannya tersembunyi jauh di gudang rumah, bukan karena ia sudah bosan… tapi karena Mama Mayang tidak menyukainya. Bukan hanya soal larangan, tapi ancaman luka fisik dan batin yang membuatnya menjauh dari jati dirinya sendiri.
Aqeela merindukan dirinya yang dulu. Tapi entah kapan ia bisa kembali ke sana. Di tengah rasa penasaran dan kehilangan arah, akhirnya ia tertidur kembali, dan kali ini… mimpinya tenang.
Ada seorang laki-laki memakai hoodie, berdiri membelakanginya. Ia tidak menghadap Aqeela, tapi kehadirannya terasa damai. Sunyi. Tidak ada dialog, hanya ketenangan. Aqeela memandang sosok itu dari jauh, seperti mengenalinya… entah siapa.
***
Pagi hari datang. Mata Aqeela masih sembab, namun mood-nya lebih tenang dari biasanya. Perasaan bersalah karena Viran belum ditemukan masih menghantuinya, namun entah kenapa, ada sedikit kelegaan. Seolah pesan misterius semalam meninggalkan setitik harapan.
Suara ketukan pintu terdengar dari depan. Tante Rita yang membuka pintu itu, dan di baliknya berdiri seorang cowok dengan hoodie abu-abu, wajah tampan, dan senyum tengil andalannya.
“Pagi, Tante Rita. Aqeelanya ada?” sapa Mohan santai.
Tante Rita menoleh ke dalam rumah. “Aqeelaaa! Mohan udah dateng nih!” teriaknya.
Aqeela masih duduk di meja makan, menatap roti yang diberi selai stroberi. Tak menjawab. Biasanya, Aqeela akan menyambut Mohan dengan heboh, namun pagi ini… ada perasaan aneh yang menyelimutinya. Padahal kemarin mereka baru saja menyatakan perasaan. Meski status mereka masih abu-abu, hubungan mereka cukup membuat hati Aqeela hangat.
“Loh kok sepi” gumam Tante Rita. “Masuk dulu aja, Moh. Sekalian sarapan bareng Aqeela, yuk!”
“Wah, emang saya belum sarapan sih, Tan. Hehe” jawab Mohan sambil melangkah masuk.
Di meja makan, Mohan menyapa dengan semangat khasnya. “Selamat pagi, City Girl!”
Aqeela menoleh dan tersenyum. “Pagii, Molenn…”
Tapi senyum itu langsung diikuti tatapan khawatir dari Mohan. “Lo kenapa, Qeel? Mata lo sembab.”
Aqeela menunduk, suaranya pelan. “Semalem… gue mimpiin Viran, Moh. Dia manggil-manggil nama gue…”
Mohan terdiam sejenak, lalu mengusap lembut pucuk kepala Aqeela. “Gak papa. Mungkin itu cuma rasa bersalah lo sendiri. Tapi gue yakin, dia nggak bakal nyalahin lo…”
YOU ARE READING
Love In Algorithm
Teen FictionHarry Alaric Vaughan sudah terbiasa hidup dalam sunyi. Jenius di bidang teknologi, tenang, tertutup, dan terlalu dingin untuk peduli urusan orang lain. Dunia baginya hanya algoritma, kode, dan layar komputer sampai dia mendengar suara cempreng yang...
Unknown Number
Start from the beginning
