Jejakmu Masih Ada di Algoritmaku

2K 122 3
                                        

"Beberapa kenangan tak pernah usang, hanya berkamuflase dalam diam. Tapi hati yang tahu caranya merindu... akan selalu menemukan jalan pulang."

Alarm berbunyi nyaring, memecah keheningan pagi dan membangunkan seorang hacker tampan dari tidur nyenyaknya. Entah mimpi apa yang mengisi malamnya, tapi tatapan matanya yang perlahan terbuka tampak tenang. Ia menekan tombol alarm tanpa terburu-buru. Hening kembali mengisi kamar.

Senyum mengembang di wajahnya. Lesung pipinya muncul jelas. Ia mengulurkan tangan ke nakas di samping tempat tidur, mengambil sebuah bingkai foto. Di dalamnya, seorang gadis kecil berambut acak-acakan dengan kacamata besar sedang berpose marah dengan ekspresi wajah yang terlalu lucu untuk ditakuti.

Hari itu masih terpatri di benak Harry.

Gadis kecil itu sedang marah-marah di taman. Suaranya cempreng, sekeras sirine mobil pemadam kebakaran. Tapi keberaniannya luar biasa. Sekelompok anak laki-laki yang mengusiknya justru dibuat ciut. Harry kecil yang sedang duduk di bangku taman sambil memegang tab kesayangannya, terdiam menatap sosok itu. Ia mengangkat tab-nya, memotret gadis itu diam-diam, lalu bergumam:

“Kalau Batgirl ada di dunia nyata, mungkin dia Batgirlnya. Dan aku siap jadi Robinnya.”

Foto itu lalu dicetak dan dibingkai sendiri olehnya. Disimpan di tempat yang paling dekat dengan jangkauan tangan. Foto itu tidak pernah terganti. Gadis kecil dalam foto itu bernama Aqeela.

“My little girl” bisik Harry sambil mengusap kaca bingkai, lalu meletakkannya kembali dengan hati-hati.

Hari ini bukan hari biasa. Asrama tempatnya tinggal dulu resmi dibubarkan. Dan kini, dia harus sekolah di sekolah umum. Tempat baru. Suasana baru. Tapi... bayangannya tentang Aqeela sama sekali tidak berubah.

Harry menatap cermin. Seragam sekolah menempel rapi di tubuh tinggi semampainya. Rambut acak tapi tetap stylish. Senyumnya? Masih senyum penuh rahasia. Kali ini, cermin itu memantulkan sosok pria yang tidak hanya tampan, tapi juga penuh misteri dan tujuan.

Ia melirik motornya motor trail hitam dengan desain custom . Tidak ada footstep di belakang. Bukan karena malas memasang, tapi karena satu prinsip motor ini tidak akan pernah membonceng siapapun. Kecuali Aqeela. Kalau suatu saat Aqeela ingin ikut dibonceng, maka footstep akan dipasang hari itu juga. Tapi kalau bukan dia, bahkan Zara pun tidak akan pernah menyentuh jok belakang motor ini.

Termasuk mobil kesayangannya. Jok depan selalu bersih dan steril. Tidak ada wanita yang pernah duduk di sana selain suatu hari gadis kecil yang selalu memenuhi ruang pikirannya.

Dengan helm fullface-nya, Harry menyalakan motor. Deru mesinnya terdengar garang. Jalur yang dipilihnya pagi ini sedikit memutar. Tapi ia sengaja. Jalur itu melewati rumah Aqeela. Dan mulai hari ini, jalur itu resmi menjadi rutinitas pagi Harry. Sekadar memastikan Aqeela baik-baik saja.

Di rumah Aqeela, suasana jauh berbeda. Gadis itu berdiri di depan cermin, rambutnya dicurly bergelombang rapi. Ia bersenandung kecil, sesekali tertawa sendiri melihat bayangan di cermin. Riasan tipis di wajahnya hanya untuk menambah kesan segar. Liptint netral memberi warna alami di bibirnya.

“Jaya, lo udah siap?” tanya Aqeela sambil mencolek pipinya sendiri.

“Udah, Qeel. Ayo berangkat sekarang,” jawab Zara yang berdiri di ambang pintu, senyum manisnya tetap terjaga meski hatinya tidak secerah itu.

“Okeyyyy dehhh! Gue excited banget masuk sekolah umum! Bayangin aja, satu sekolah sama anak-anak asrama yang random banget, duh... ini pasti seru walaupun cheos sekalipun!” ucap Aqeela penuh dramatis, tangannya melambai-lambai seperti artis FTV.

Love In AlgorithmWhere stories live. Discover now