Yang Tak Terucap, Tapi Terluka

4K 207 3
                                        

"Terkadang, yang terlihat salah bukan sepenuhnya bersalah. Dan yang terlihat tenang… sedang menahan badai yang tak sempat diberi nama."

Pagi itu seharusnya berjalan seperti biasa. Tapi detik jarum jam ke 17 menunjukkan bahwa sesuatu telah rusak dari rutinitas algoritmik harian asrama. Sistem sosial yang biasanya tenang kini mengalami kegaduhan mendadak bug telah masuk ke dalam server.

Electra, si ratu gaya dan pemilik ego setinggi bandwidth satelit, berlari di lorong asrama putri. Wajahnya panik, matanya nyalang, dan napasnya tersengal.

“PERHIASAN GUE HILANG! KOTAK BERLIAN GUE HILANG!” teriaknya dramatis, seperti soundtrack telenovela yang mendadak diulang.

Anak-anak asrama berkumpul di sekitar pintu kamar Electra. Desas-desus cepat beredar, dan tak butuh waktu lama sampai salah satu nama keluar dari mulut mereka.

“Zara kan sekamar sama Electra...”

“Eh jangan-jangan...”

“Gak nyangka sih, tapi dia murid baru.”

Zara, yang sejak awal dikenal sebagai murid pindahan dari luar kota dengan wajah manis dan sikap lemah lembut, kini berdiri di tengah kerumunan dengan wajah pucat. Ia bingung. Tak tahu harus menjelaskan dari mana.

“Bukan aku...” bisiknya lemah, nyaris tak terdengar di tengah kegaduhan.

Tak lama, petugas asrama memanggilnya. Perhiasan Electra ditemukan di bawah tumpukan sweater milik Zara tepat di lemari kamarnya. Kesalahan yang, bagi sistem sosial asrama, cukup fatal. Tak ada yang mendengar denyut logika. Semua sudah terlanjur termakan persepsi.

Zara dipanggil ke ruang BK.

“Zara, karena statusmu masih tersangka, kami tidak bisa memvonis lebih jauh,” ucap bu anita pembina asrama putri dengan nada datar. “Tapi untuk menjaga ketertiban, kamu akan diberi hukuman sosial membersihkan seluruh toilet dan aula asrama hingga waktu yang belum ditentukan.”

Zara hanya menunduk. Tak membantah. Tak bisa menjelaskan. Ia tahu tidak ada yang akan percaya.

***

Flashback ON

Hari pertama Zara dan Fattah masuk asrama terjadi di hari hujan. Mereka datang bersamaan, bukan karena janjian, tapi karena kebetulan. Fattah mengenakan hoodie hitam, wajahnya dingin tanpa ekspresi. Sementara Zara menuruni tangga mobil sambil tersandung koper dan hampir terjatuh... dua kali.

Bam!

Zara menabrak tiang kecil di dekat gerbang, dan Fattah, yang awalnya hanya melirik, refleks menahan tubuh Zara dengan satu tangan.

“Kalau jalan, liat depan” gumam Fattah pelan.

Zara mengangguk cepat. “Iya... iya, maaf! Aku agak panikan klo di tempat baru... eh... makasih... ya.”

Fattah hanya mengangguk ringan dan berlalu.

Sejak saat itu, interaksi mereka tetap singkat, tapi penuh makna. Zara memang ceroboh, sering lupa membawa buku, tak bisa memasak, dan kadang terlalu polos. Tapi di balik semua itu, ada aura jujur dan tenang yang entah kenapa membuat Fattah yang biasanya 'act off service'merasa ingin membantu.

Ia beberapa kali diam-diam membuatkan makanan untuk Zara. Tak berkata banyak. Tapi ada perhatian yang terasa... bahkan tanpa kalimat.

Flashback OFF
***
Sementara itu, Harry yang selama ini berada di orbit terjauh kehidupan sosial asrama mulai memperhatikan Zara. Bukan karena ingin ikut ramai, tapi karena ia melihat sesuatu yang... familiar yaitu senyum manis zara.

Love In AlgorithmWhere stories live. Discover now