Firewall yang Retak

2.2K 123 2
                                        

"Saat kita membuka hati, kita tak hanya menerima kebahagiaan, tapi juga belajar dari setiap luka."

Langkah kaki Aqeela terhenti di depan ruang guru. Ia baru saja selesai deeptalk dengan Fattah obrolan yang seharusnya membuat hatinya lebih tenang. Tapi, kewajiban sebagai murid baru memanggil. Biodata, Formulir,  Tanda tangan, Hal-hal administratif yang harus Aqeela lengkapi entah kenapa terasa jauh lebih ringan dibanding masalah hatinya yang rumit.

Sementara itu, kelas kembali pada rutinitas tak sakral mereka. Masing-masing larut dalam ponsel. Tertawa kecil, scrolling,dan berswa foto. Dunia digital menenggelamkan realita.

Sampai sebuah suara lirih bergema.

"Harry...?"

Zara terhuyung, tubuhnya limbung seperti daun jatuh di musim gugur. Dalam detik-detik yang lambat, Harry spontan berlari dan menopang kepala gadis itu sebelum sempat terbentur lantai.

“Zara? Hei, hey!” panggil Harry panik, wajahnya serius tapi tetap tenang.

Namun sebelum sempat membopong Zara, tangan lain sudah lebih dulu merebut tubuh lemah itu dari pelukannya.

Fattah.

Dengan ekspresi penuh kepanikan dan kesadaran yang utuh, ia menggendong Zara menuju UKS tanpa berkata sepatah kata pun pada Harry.

Harry membeku. Pandangannya mengeras.

Dia bukan cemburu...
Tapi kalau Aqeela tahu, hatinya akan hancur."Fattah... fix, lo punya rasa ke Zara. Kalau sampe Aqeela sakit hati karena lo, gua bakal ambil dia dari lo. Gua nggak akan biarin dia terus disiksa sama empati palsu yang lo bawa-bawa itu" gumam Harry dalam hati, rahangnya mengeras.

Ia mengikuti dari belakang. Tidak masuk. Hanya menatap dari celah pintu.

Dari sana, ia melihat Fattah duduk di sisi ranjang UKS, menggenggam tangan Zara yang masih pingsan, matanya memohon.

"Zara, hei... bangun. Ini aku, Fattah. Jangan bikin semua orang khawatir ya..?"

Dan seakan mendengar suara hatinya, mata Zara terbuka. Ia tersenyum lemah ke arah Fattah. Sebuah senyum yang membuat napas Harry tercekat.

Tatapan Harry berubah tajam. Tapi sebelum ia sempat berkata apa-apa, suara cempreng nan khas menghentak suasana.

"Harry? Serius amat... eh, btw, lo liat cowok gue enggak her?"

Aqeela. Dengan senyum yang polos dan ceria seperti biasa. Sorot mata Harry berubah seketika, lebih dalam dari biasanya.

Dia hanya diam memandangi Aqeela beberapa detik, hingga akhirnya berkata dingin, "Arah jam 12."

Aqeela menoleh. Matanya membelalak. Hatinya mulai panas, tersenyum lirih penuh luka.

“Fattah...? Zara? Mereka...?” gumamnya lirih.

Langkah kakinya berat memasuki UKS.

"Kalian lagi ngapain?"

"Tadi Zara pingsan. Aku cuma nolongin dia " jawab Fattah singkat.

"Harus kamu banget, Fattah? Emang Harry kemana? Atau temen-temen lain gitu?!" suara Aqeela meninggi, matanya berkaca-kaca. Tangan Fattah masih menggenggam tangan Zara itu menyakitkan baginya.

Zara panik, suaranya gemetar,
"A-aaku cuma pingsan, Aqeela. A-aku nggak tahu apa-apa..."

"Lo bilang nggak tahu apa-apa?! Lo tuh ya, Zara! Muka polos lo tuh MAUT! DAN SEKALI LAGI LEPASIN TANGAN COWOK GUE!!!" teriak Aqeela, emosinya pecah.

Harry menghela napas berat dari luar. Ia ingin masuk. Ingin menenangkan Aqeela. Memeluknya. Tapi dia tahu... dia bukan siapa-siapa sekarang.

Aqeela berbalik. Melangkah pergi dengan air mata yang tak bisa lagi ditahan.

Love In AlgorithmWhere stories live. Discover now