Kode-Kode berbahaya

1.7K 96 8
                                        

"Di balik tawa yang renyah, kadang tersembunyi luka yang tak terucap.
Dan di balik layar yang sunyi, ada jiwa yang terus berjaga, demi seseorang yang belum bisa ia genggam."

Sore hari ini di rumah Aqeela terasa hangat. Bukan hanya karena sinar matahari yang menembus tirai jendela, tapi juga karena suara tawa mereka yang bersahut-sahutan di ruang tamu.

"Fattah, serius deh, kamu tuh kalo ngunyah kayak orang baru nemu makanan setelah sewindu puasa" kata Aqeela sambil mencolek lengan Fattah yang sedang lahap makan tahu goreng.

Fattah terkekeh. "Enak, sih. Tangan kamu berbakat banget buat masak."

"Aku lebih berbakat buat ngebacot, bukan masak" balas Aqeela santai. "Tahu goreng itu buatan si bibi, bukan aku. Aku mah paling jago bikin mie rebus sampe gosong."

Mereka tertawa lagi. Tapi tawa itu perlahan meredup saat Fattah meletakkan piringnya, menatap meja dengan pandangan kosong.

"Qeel..." ucapnya pelan.

Aqeela yang sedang minum langsung berhenti. "Hm?"

"Mama... masih di rumah sakit jiwa. Aku... bingung harus ngapain. Sedih dia gak kenal aku. Kadang dia nangis terus. Aku ngerasa... sendiri."

Aqeela terdiam. Ia menatap Fattah yang mulai menghela napas berat. Lalu ia bergeser lebih dekat, tanpa kata, hanya memberikan pelukan kecil yang hangat.

"Kamu enggak sendiri, Fattah" ucap Aqeela lembut. "Kamu tuh punya aku. Aku emang absurd, suara aku kaya toa rusak , tapi minimal aku ada buat kamu. Dan aku gak akan ninggalin kamu."

Fattah mengangguk pelan. Matanya terasa lebih lega.

Setelah keheningan itu, Aqeela kembali ke mode aslinya khas banget Aqeela.

"Ngomong-ngomong ya Fat, aku tuh kesel maksimal sama si Molen."

"Molen?"

"Mohan maksudnya, tapi dia tuh muter terus kayak mixer rusak jadi aku panggil Molen." Aqeela geleng-geleng dengan gaya dramatis. "Dia gangguin aku terus di kelas. Terus tiba-tiba dia bilang, 'City girl, gua tuh cowok gentle, berani deketin ceweknya Fattah.'"

Aqeela menirukan gaya Mohan sambil menaikkan alis dan menirukan suara berat ala sinetron.

Fattah hampir ketawa. "Terus kamu jawab apa?"

"Ya aku jawab aja, 'Heh Molen, lu tuh bukan gentle, tapi gatel.' GATEL FATTAAAH! DIA KAYAK KUCING PAS MUSIM KAWIN!"

Fattah tertawa sampai harus menyeka air mata.

"Tapi kayaknya... dia suka deh sama kamu, Qeel" gumam Fattah pelan, sambil menunduk sedikit.

"Lah, dia kan pacarnya Raisa! Kenapa bisa suka sama aku? Emangnya aku tukang rebut pacar orang? ogah banget ga level seorang aqeela celestia rebut cowo orang!"

Fattah menghela napas. Ada rasa khawatir di hatinya, yang tiba-tiba muncul begitu saja.

"Aqeela..." panggilnya lembut.

"Hm?" sahut Aqeela.

Fattah mengelus rambut Aqeela pelan. "Jangan pindah ya."

"Apanya?" tanya Aqeela polos.

"Hatinya."

Aqeela terdiam beberapa detik, lalu senyum kecil merekah di wajahnya. Senyum yang hanya muncul saat Fattah ada.

Setelah Fattah pulang, Aqeela duduk sendiri di taman belakang rumah. Lampu taman menyala redup, memberi kesan hangat namun sendu. Malam sudah cukup larut, tapi matanya enggan terpejam. Ia mendongak menatap langit yang gelap, berharap ada satu titik cahaya bukan bintang, tapi... drone.

Love In AlgorithmWhere stories live. Discover now