Masih kamu

2.8K 153 4
                                        

"Jika Cinta Harus Tersembunyi, Biarlah Hatiku yang Bersuara"

Gelap malam perlahan berganti. Cahaya matahari menyusup malu-malu di sela-sela jendela kamar Aqeela dan Zara, menyingkap tirai gelap yang tadi menyelimuti ruangan itu. Burung-burung mulai berceloteh riuh, seolah menyanyikan lagu kebangkitan bagi dua gadis yang masih terkapar dalam pelukan kasur.

Namun, tidak lama.

“JAYAAAAAA!!!”
Suara cempreng Aqeela menggelegar seperti sirine mobil pemadam kebakaran. Zara, si gadis lembut dan kalem, terlonjak dari tidurnya.

“Hm… iya, Qeel…” gumamnya pelan, disertai sebuah menguap kecil yang manis.

Aqeela langsung berdiri seperti prajurit yang baru dipanggil jenderal. “Jaya, ayo bangun! Hari ini kita harus beresin kasus lo, Jaya. Kita harus jelasin ke Bu Anita di ruang BK soal kejadian semalem. Nama lo harus bersih, sebersih kaca yang nggak keliatan sampe bikin orang kejedot!”

Zara menghela napas, duduk dengan kepala masih berat. “Udahlah, Qeel… Yang penting kan udah jelas aku bukan malingnya. Lagian, kasian mereka nanti kalo kita laporin. Bisa-bisa dihukum berat.”

Aqeela langsung melotot. “Aduh Jaya, plis deh! Gua tau lo polos, tapi jangan sampe sepolos kapas di atas es krim kelapa muda! Lo mau dibully seumur hidup lo di asrama ini? Kasian? Ya ampun! Emangnya si dua seleb gagal itu kasian sama lo, hah?”

Zara tertunduk. Tapi Aqeela belum selesai.

“Oh, dan satu lagi. Gua GAMAU empati cowok gua kambuh karena lo. Jadi, jangan caper deh ya!” seru Aqeela, dengan penekanan khas pejuang keadilan absurd. Tapi siapa sangka, semua itu ia ucapkan demi kebaikan Zara.

Akhirnya Zara mengangguk pasrah, dan mereka bersiap menuju ruang BK.
Lorong asrama putri tampak seperti runway dadakan. Langkah Aqeela dan Zara berdampingan membuat beberapa pasang mata menatap penuh tanda tanya. Suasana mendadak penuh bisik-bisik konspirasi.

“Wait, ini drama apalagi? Kok pacar Fattah jalan bareng sama selingkuhannya?” ucap Vania, menaikkan satu alis.

“Mungkin ini perdamaian dunia versi asrama kita” tambah Vio, pura-pura bijak.

“Semalam aja ogah nerima si maling jadi teman sekamar, sekarang malah sahabatan” sindir Electra dengan nada sinis.

“Kayaknya murid baru yang dateng tuh aslinya alien dari Planet Saturnus deh” celetuk Yoona, sambil memeluk bantal.

Setibanya di ruang BK, Bu Anita sudah menunggu. Ia mengerutkan kening. Dalam hati, ia bertanya-tanya, ‘Kenapa anak spektakuler satu ini yang semalam menolak mentah-mentah sekamar dengan Zara, sekarang malah akrab kayak sahabat bagai kepompong? Ini anak punya dua kepribadian atau gimana sih?’

Tapi ia tetap menyambut mereka dengan senyum khasnya.

“Nona-nona maniezzz~ Ada apa kalian ke sini? Oh, soal kejadian semalam ya? Kalian punya waktu lima belas menit untuk menjelaskan segalanya” ucapnya datar tapi manis.

Aqeela langsung tancap gas. Suaranya, nada cerewetnya, dan gaya penjelasan absurdnya membuat suasana jadi seperti sesi podcast komedi.

Namun, Bu Anita tetap tidak puas. Ia butuh saksi tambahan untuk memperkuat pembelaan Zara. Ia meminta Aqeela untuk memanggil dua nama penting: Fattah dan Harry.

Dan tanpa ragu sedikit pun, Aqeela melesat menuju asrama putra sendirian, penuh percaya diri.

****
Gerbang asrama putra berdiri megah seperti portal menuju wilayah terlarang. Tapi bagi Aqeela, itu tak lebih dari pintu Indomaret.

Love In AlgorithmWhere stories live. Discover now