Kode-Kode berbahaya

Mulai dari awal
                                        

Ia mengetik cepat, menyimpan setiap informasi ke dalam server pribadinya yang telah ia proteksi sejak lama. Zara, Fattah, Sandy semua ia lindungi, bukan karena mereka penting baginya, tapi karena mereka penting bagi Aqeela.

Namun untuk Aqeela sendiri?
Harry telah mengamankan semua data dan identitas keluarganya sejak lama.
Bukan hanya karena Aqeela adalah klien eksklusif dari salah satu keluarga elit,
tapi karena Aqeela... adalah satu-satunya data yang tak pernah ia izinkan untuk rusak.

Harry duduk diam. Nalurinya tajam. Sandy bukan sekadar siswa yang pintar main kode. Di balik ketenangannya, Harry bisa mencium satu hal,
Ada rencana besar yang sedang disusun.

Dan Harry tidak akan tinggal diam.

Setelah berhasil meretas sistem pertahanan Sandy yang ternyata bukan sistem biasa Harry akhirnya mendapatkan akses yang ia butuhkan. Namun bukan hanya sekadar data identitas. Ia mendapati satu hal yang membuat alisnya menegang,Sandy telah mencoba membobol file personal milik Aqeela, Zara, dan Fattah.

Matanya menyipit tajam. "Jadi ini motif lo..." batinnya, tangan langsung bergerak menutup laptop.

Tanpa pikir panjang, ia menyambar jaket, memasang helm, dan melesat keluar dari ruang lab pribadinya. Malam terasa dingin, tapi mesin motornya meraung membelah sunyi. Ia menembus jalanan seperti bayangan hening, cepat, dan tak terlacak. Dalam hatinya hanya satu, Aqeela harus aman.

Sandy bukan sekadar siswi biasa. Dia seperti air yang tenang, tapi menyimpan ancaman besar di dasar.

Sesampainya di lokasi yang dideteksinya melalui log server sebuah rumah tua bergaya industrial di pinggiran kota Harry bahkan belum sempat mengetuk pintu, ketika daun pintu itu terbuka terlebih dulu.

Sosok berbadan mungil muncul. Wajah putih pucat dengan sorot mata setajam obsidian. Cantik , manis, tapi punya aura tegas yang mencengkeram.

"Selamat malam, Mr. HAV... si faceless enigma" ucap Sandy sambil menyeringai. Tatapannya dingin, suaranya terdengar seolah ia sudah lama menanti.

Harry berdiri diam. Tak terkejut. Ia tahu ini akan terjadi cepat atau lambat.

"Gue udah tahu lo pelaku yang ngebobol system gue" lanjut Sandy, bersandar santai di kusen pintu. "Memang, data lo belum bisa gue tembus, tapi pergerakan lo? Terlalu bersih justru bikin lo mencolok. Dan... lo suka Zara, kan? Sayangnya, Zara dan Fattah saling mencintai.Cih.. Klasik."

Harry menarik napas perlahan, lega karena perasaannya yang sebenarnya untuk Aqeela masih tersembunyi.

"Apa tujuan lo, Sandrina Aulia Fernandez?" tanyanya dingin, menyebut nama asli gadis itu.

Senyuman Sandy melebar. "Simpel. Gue gak mau Fattah bahagia tanpa tahu gue adiknya."

Harry menatap tajam. "Apa rencana lo, Sandy?"

Gadis itu berjalan pelan ke mejanya, menyalakan sebuah monitor di mana jaringan sistem sekolah terpampang dalam pola enkripsi rumit.

"Gue tahu Fattah sayang banget sama Aqeela" katanya. "Tapi dia juga lagi berkhianat. Dan walau gue gak berhasil bobol pakai tools biasa, gue punya cara lain. Observasi. Koneksi. Bukti visual. Semua sudah gue kumpulin."

Harry mengepalkan tangan, menahan diri.

"Gue gamau ikut campur masalah keluarga lo sama Fattah sandy tapi JANGAN GANGGU ZARA," ucapnya tegas, nadanya naik satu oktaf langka untuk Harry.

Sandy justru tertawa kecil. "Takut banget loh gue" katanya, sarkastik. "Ini justru menarik. Lo susah payah buat jaga perasaan orang lain, padahal lo sendiri yang tanpa sadar tersakiti . Tapi gini, Mr. HAV... Zara cinta Fattah, begitu juga sebaliknya. Gue cuma mau Fattah sadar bahwa dia egois tentang perasaanya. Gimana caranya? Hancurin hubungannya dengan Aqeela. That's the trigger."

Harry menunduk sejenak. Dalam diam, pikirannya berpacu. Ia tak bisa langsung bertindak. Keamanan Aqeela ada di ujung keseimbangan yang rapuh. Satu gerakan salah, dan dia bisa kehilangan semua.

"Gue cuma mau orang yang gue cintai tetap baik-baik saja... dan dia punya hak untuk mencintai siapa pun tugas gue cukup ngeliat dia bahagia " ucap Harry akhirnya.

Kata-kata itu menohok Sandy. Tapi bukan karena maknanya. Melainkan karena suaranya. Tenang. Dalam. Tegas. Seolah Harry tahu, siapa sebenarnya yang ia lindungi.

Sandy menyipitkan mata, seakan berusaha membaca hati pria di depannya. Tapi Harry tetap tenang. Tak tergoyah.

Di balik sorot matanya, sudah terpikir langkah berikutnya. Ia tahu Sandy bukan musuh sembarangan. Tapi jika satu-satunya cara menjaga Aqeela adalah menaklukkan sesama hacker... maka permainan baru saja dimulai.

"Jangan ngelakuin hal yang ekstrim, Sandy. Gue juga khawatir sama lo dan gue gamau kalo lo sampe di hukum karna lo nekat"
Nada suara Harry datar, tapi tekanannya tajam. Ia melangkah satu langkah lebih dekat, menatap gadis itu dengan mata yang tak berkedip. "Kita sama-sama tahu dunia ini. Dunia yang hidup di balik terminal, kode, dan bayangan. Kita hacker dan kita tahu betul, satu langkah ceroboh bisa mengunci seluruh hidup kita."

Ia berhenti sejenak. "Gue serius, Sandy. Kalo lo nekat... gue bakal inject self-locking backdoor ke sistem lo. Sekali aktif, semua akses yang lo punya dari cloud, server, sampai local storage hilang. Lo bahkan gak bakal bisa buka command prompt tanpa ijin dari gue."

Sandy tercekat sesaat. Dia tahu Harry nggak main-main. Di dunia maya, HAV adalah legenda urban. Satu dari sedikit faceless elite yang punya akses ke jaringan hitam tanpa pernah terlacak. Meski wajahnya tenang, tekanannya menusuk.

Tapi Sandy bukan gadis biasa. Ia licik. Mungil, polos, tapi menyimpan taring. Senyumnya kembali muncul, tipis tapi menusuk.

"Whatever, Harry," jawabnya ringan, meski dalam hati sistem adrenalinnya sudah naik level.

Harry menatapnya sekali lagi, datar tapi penuh makna.
"Kalo lo berani ngusik Zara bahkan satu bit data aja lo bakal lihat sendiri apa yang bisa gue lakuin" ucapnya pelan. Ancaman itu bukan gertakan. Itu peringatan dari seorang maestro jaringan.

Tanpa menunggu respons, Harry membalikkan badan dan pergi. Sepatu boots-nya meninggalkan jejak langkah di lantai semen rumah Sandy, dan suara motor listriknya memecah malam, meninggalkan sunyi yang tegang.

Begitu Harry benar-benar pergi, Sandy mengepalkan tangannya. Nafasnya memburu.

"Arghhhhh! SIALAN!!!"
Tangan kecilnya menghantam pintu keras, menimbulkan suara dentuman nyaring. Ia tahu Harry satu level di atasnya. Tapi itu bukan akhir.

"Ada banyak jalan menuju chaos..." gumamnya lirih sambil berjalan ke depan monitornya, jemarinya mulai menari cepat di atas keyboard. Kode demi kode muncul di layar, wajahnya kembali dingin.
"Kalau nggak bisa lewat sistem utama, selalu ada celah dari social engineering... dan shadow proxies..." bisiknya dengan seringai.

Permainan belum selesai. Baru saja dimulai.

Di perjalanan, di balik helm full-face hitamnya, Harry melaju menembus angin malam. Tapi pikirannya jauh lebih bising daripada suara mesin motornya.

Perkataan Sandy terus terngiang. Tujuannya memang terlihat licik menghancurkan Fattah dari dalam. Tapi di balik kelicikannya, ada satu hal yang tak bisa Harry bantah, jika Fattah tidak bisa tegas dengan perasaannya, lalu bagaimana dengan Aqeela?

Aqeela seperti menjalani hubungan sepihak. Ia begitu posesif terhadap Fattah, seolah cinta itu satu-satunya pelindung yang ia punya di dunia asrama yang keras dan penuh tekanan. Tapi Fattah? Hatinya seakan berkelana... ke Zara. Dan ironisnya, senyum bahagia Aqeela yang paling tulus dan polos justru datang saat bersama Zara juga. Lingkaran yang aneh dan membingungkan.

Harry menghela napas di balik helmnya. Semua semakin rumit.

Tujuan awalnya jelas, mendekati Zara untuk menjauhkan potensi konflik dari Aqeela. Strategi. Rencana. Taktik perlindungan. Ia ingin menjaga Aqeela, bahkan tanpa harus Aqeela tahu. Tapi ada satu hal yang tidak ia perhitungkan perasaan.

Harry bisa menaklukkan sistem terenkripsi paling rumit, meretas server perusahaan kelas dunia, bahkan menyembunyikan jejaknya dari AI keamanan militer. Tapi tidak dengan hati manusia. Ia bisa mengendalikan algoritma... tapi bukan perasaan.

Karena cinta, seperti data liar di jaringan gelap, tidak pernah benar-benar bisa dikendalikan. Dan malam itu, untuk pertama kalinya, Harry merasa... ia sedang kalah.

Love In AlgorithmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang