Jejakmu Masih Ada di Algoritmaku

Start from the beginning
                                        

Zara tersenyum. Namun, di balik senyum itu terselip kebohongan yang mulai menghantuinya.

“Oh ya, Qeel… hari ini aku langsung ke rumah Mama ya. Aku udah dua hari nginep di sini” katanya, berbohong.

Padahal, rumah yang akan ditempati Zara adalah rumah baru yang dibeli Fattah secara diam-diam. Aqeela mengira rumah itu milik orang tua Zara.

“Yahh… sebenernya gue seneng banget lo di sini. Tapi yaudah deh, salam buat Mama lo yaa~” Aqeela manyun seperti anak kecil.

Zara hanya mengangguk, dan dalam hati merasa bersalah.

Saat mobil Alphard putih yang mereka naiki keluar dari garasi, Harry tepat melintas di depan rumah Aqeela. Dari balik kaca mobil yang terbuka, Harry melihat sosok yang sangat ia rindukan.

“Dahhhh Pak Jonoooo~ makasih udah bukain gerbangnya. Semoga gerbang rezeki Pak Jono juga terbuka lebar-lebar di pagi ini!” teriak Aqeela sambil menjulurkan kepala keluar jendela dan melambaikan tangan.

Pak Jono dan para staf rumah satpam, ART, tukang kebunvtertawa melihat gaya lebay Aqeela. Meskipun sering menangis karena konflik dengan orang tuanya, Aqeela tetap jadi kesayangan semua orang di rumah itu.

Dari balik helm, Harry tersenyum tipis. Dadanya hangat. Ia memperlambat laju motor, lalu kembali melaju, membiarkan deru mesin trail-nya jadi satu-satunya suara yang mengiringi rasa rindunya.

***
Setibanya di sekolah, Aqeela dan Zara turun dari mobil. Mereka berjalan menuju parkiran dan langsung melihat Harry yang sedang berdiri bersama William dan Flavio.

"Selamaaat pagiii, Harry!" sapa Aqeela dengan semangat, senyumnya lebar.

Lalu, dengan gaya khasnya yang ceplas-ceplos, ia menambahkan, "Selamat pagi juga dua sejoli yang kepribadiannya kayaknya agak ketuker dikit William yang anggun dan Flavio yang ganas."

Harry tak bisa menahan tawa. Ekspresi kaget campur geli muncul di wajah William, sedangkan Flavio langsung menyipitkan mata tajam.

"Selamat pagi, Aqeela.." ucap Harry, tersenyum dengan lesung pipinya yang terpampang jelas. "Pagi, Zara," sambungnya sambil mengangguk pelan.

"Maksud lo apa ya, petasan cabe?" gerutu Flavio dengan suara galak, wajahnya sinis.

"Aww, takut banget loch aku, Vio. Bercanda doang elah, jangan marah-marah mulu, nanti lo cepet tua setua nenek-nenek penjual batagor depan gerbang sekolah" balas Aqeela dengan gaya lebay.

Flavio menatapnya tajam.

"Daripada lo sahabatan sama Zara. Kepribadian kalian berdua tuh kayak Antartika ketemu magma larva" sindir Flavio, tak kalah tajam.

"Oh wow, Vio! Lo tuh jenius bener. Meskipun muka lo jutek, aura kepintaran lo tuh terpancar banget sampai ke omongan lo" kata Aqeela, lalu menepuk bahu Zara. "Gue sama Jaya tuh bagaikan air tenang dan sungai lava yang membara. Kita saling melengkapi, Vio."

Kali ini Flavio justru tertawa, disusul William dan Harry.

"Aduh Qeel, udah dong, perut gue sakit nih ketawa mulu" ujar William sambil menahan perutnya.

Tiba-tiba Aqeela memasang ekspresi dramatis dan memegang dadanya. "Tapi pagi ini gue ngerasa... bagai bunga teratai yang belum mekar sepenuhnya."

"Kenapa, Aqeela?" tanya Harry, bingung.

"Ada yang kurang" jawab Aqeela dengan mata terpejam. "Tapi sebentar lagi akan lengkap, indah, dan menarik... dalam hitungan satu.., dua.., tiga.."

VROOOMMMM

Suara khas motor Fattah terdengar, dan dalam sekejap ia parkir tepat di samping mereka.

"Selamat pagi, Aqeela cantik. Kamu lagi bikin drama pagi buat mereka, ya?" sapa Fattah sambil tertawa kecil dan menghampiri Aqeela.

Love In AlgorithmWhere stories live. Discover now