Firewall yang Retak

Start from the beginning
                                        

Fattah mengejarnya.
"Aqeela, aku bisa jelasin.."

"JELASIN APA? EMPATI?! EMPATI LAGI?! NGGAK ADA COWOK NORMAL YANG GENDONG CEWEK LAIN, PELUK, PEGANG TANGAN, KALAU DIA BENAR-BENAR CINTA SAMA PACARNYA! KENAPA KAMU BISA DINGIN SAMA VICTORIA, TAPI NGGAK KE ZARA?!"

Aqeela mengacak-acak rambutnya sendiri. Nafasnya tak teratur. BPD-nya mulai kambuh.

"Zara itu lemah, makanya aku tolong dia... tenang ya Aqeela, aku di sini," ucap Fattah lembut.

Tapi Aqeela mundur.
"Don't... touch me!"
Tamparan keras mendarat di pipi Fattah.

Harry, yang melihat semua itu, mengepalkan tangan. Marah bukan pada Aqeela, tapi pada dirinya sendiri. Kenapa dia tidak bisa melindunginya? Kenapa bukan dia yang ada di hidup Aqeela lebih dulu?

"Tadinya gue pikir lo adalah kebahagiaan Aqeela, Fattah... Tapi lo malah jadi senjata yang terus nyakitin dia," gumam Harry tajam.

William datang, heran melihat ketegangan di antara mereka.
"Kenapa, Her? Ada tragedi apa?"

Harry hanya menggeleng.

"Aku butuh waktu sendiri. Jangan cari aku," ujar Aqeela sebelum benar-benar pergi.

***
Dari kejauhan, Mohan mengamati semuanya. Ia pergi ke kantin, membeli sebotol minum. Ia tahu ke mana arah langkah Aqeela. Ia mengikuti jejak air matanya.

Di tangga belakang aula, Aqeela duduk di anak tangga paling bawah, memeluk lutut dan menangis pelan.

Mohan mendekat. Ia tak banyak bicara. Hanya menyodorkan botol minum.

"Tarik napas. Terus minum ini."

Aqeela menatapnya dengan mata merah.
"Ngapain lo ke sini? Mau ngehakimin gue karena gue terlalu posesif sama cowok gue?"

Mohan duduk perlahan di hadapannya. Wajahnya tenang, tanpa tawa tengil biasanya.

"Punya kontrol emosi, ya. Tenangin diri lo. Gue ga bakal  biarin lo sendirian... tapi sekarang, gue di sini."

Aqeela tidak menjawab. Tidak menolak. Tidak mengusir. Hanya menangis lagi.

"Tangisin aja sampe lo tenang, Qeel. Luapin semuanya. Gua ada di sini," ucap Mohan lirih.

***

Sementara itu, Fattah duduk di kursi depan UKS, gelisah. "Her, Wil... gue butuh bantuan kalian. Cariin Aqeela. Gue takut dia makin meledak kalo gue yang samperin dia."

Harry mengangguk dan pergi bersama William. Saat mereka menemukannya, langkah mereka terhenti.

Aqeela... sedang ditenangkan oleh Mohan.

Bukan mereka.

Harry menunduk. Ada rasa kalah yang menyiksa. Seharusnya dia. Seharusnya dia yang ada di sana.

Mohan menoleh.
"Bilangin ke Fattah... ceweknya udah ada yang ngurus. Sekarang kalian pergi, Aqeela nggak mau diganggu."

Aqeela mengangguk pelan, membenarkan.

Harry diam. Menatap Aqeela lama... lalu membiarkan William menarik lengannya pergi.

Untuk saat ini... biar Aqeela damai bersama seseorang yang bisa membuatnya tenang..

"Will, Her, gimana Aqeela?" Fattah menatap mereka dengan gelisah, suaranya lirih namun jelas terdengar cemas.

Harry menatap Fattah datar, seperti kode yang stuck di terminal hitam miliknya. "Dia udah lebih tenang," ucapnya singkat.

William menambahkan, "Karena Mohan."

"Mohan?" dahi Fattah mengernyit. Nama itu bagai error tak terduga yang muncul di tengah debugging.

Love In AlgorithmWhere stories live. Discover now