Sinar matahari sore masuk dari jendela besar kamar bayi mereka, menyinari langit-langit yang dihiasi bintang-bintang kecil berpendar lembut. Di sudut ruangan, kotak-kotak mainan masih terbuka, boneka-boneka belum tertata, dan tirai bergambar langit senja setengah terpasang. Tapi meski belum sempurna, ruang itu sudah terasa hangat—karena di sanalah cinta mereka berkumpul.
Mark duduk di lantai, sedang memasang stiker dinding bergambar hewan lucu. Ia menoleh dan tersenyum begitu melihat Haechan berdiri di depan rak, menata baju-baju mungil dengan penuh perhatian.
"Kau tahu," gumam Mark sambil berdiri dan menghampiri dari belakang, "Aku masih tidak percaya... kita akan jadi orang tua."
Ia melingkarkan kedua lengannya ke perut besar Haechan dan memeluknya dari belakang, dagunya bertumpu di bahu omega kesayangannya.
Haechan tertawa pelan, tangan Mark mengusap lembut perutnya yang sudah sangat besar. "Kau yang tidak percaya? Aku yang harus bawa mereka ke mana-mana."
Mark mencium sisi leher Haechan dengan gemas, membuat omega itu meringis geli.
"Anak-anak ayah," bisiknya pada perut Haechan, lalu membungkuk dan menempelkan pipinya ke perut buncit itu. "Apakah kalian baik-baik saja di dalam sana, hm? Kalian dengar suara ayah? Dua minggu lagi, ya... tunggu tanggal mainnya, oke?"
Tiba-tiba perut Haechan bergerak pelan— sebuah tendangan kecil yang membuat Mark langsung menegang senang. "Hei! Itu kamu atau kembaranmu, hah? Nakal!"
Haechan tertawa, kepalanya menunduk melihat Mark yang sekarang berbicara penuh kasih ke perutnya. "Mereka pasti tahu ayah mereka cerewet."
Mark berpura-pura tersinggung. "Aku menyebut itu penuh perhatian."
"Kalau begitu, si penuh perhatian tolong ambilkan aku air, ya? Haus banget..." Haechan meringis manja, mengelus perutnya yang terasa berat.
"Siap, sayang." Mark mencium pipinya dulu sebelum beranjak keluar ruangan. "Jangan gerak-gerak dulu. Duduk saja, oke?"
Haechan mengangguk, tersenyum kecil saat Mark melangkah keluar menuju dapur.
Tapi saat ia hendak berbalik— hendak duduk seperti yang diminta Mark, kakinya tiba-tiba tersandung mainan kecil berbentuk truk yang tidak sengaja tergelincir dari kotak. Haechan kehilangan keseimbangan.
"Akh—MARK!"
Jeritannya memecah keheningan rumah.
Tubuhnya tergelincir mundur. Detik itu terasa seperti berhenti. Semua bergerak lambat. Tangannya mencoba meraih sesuatu, apapun. Tapi tidak ada pegangan. Tidak ada sandaran.
Tubuhnya membentur lantai.
Kepalanya terpukul.
Sakit.
Sangat sakit.
Lalu semuanya menjadi kelam.
Jauh di dapur, gelas yang ada di tangan Mark jatuh dan pecah begitu mendengar suara jeritan itu. Matanya membelalak.
"Haechan?"
Ia berlari.
Detik demi detik seperti pedang di leher.
"Haechan!"
Dan begitu ia tiba di ambang pintu kamar bayi...
♫•*¨*•.¸¸♪
Jam dinding terus berdetak. Detik-detik terasa begitu lambat. Mark duduk di deretan kursi depan ruang operasi, punggungnya bersandar namun tak pernah benar-benar tenang. Jemarinya terus bergerak gelisah, mengetuk lutut, menggenggam, lalu melepaskan lagi. Hidungnya seolah masih mencium samar aroma darah— aroma ketakutan. Suara Haechan saat berteriak tadi terus menggema di telinganya.
YOU ARE READING
HYPER DOMINANT CODE
RomanceDulu, Mark dan Haechan berteman tanpa peduli siapa mereka. Saat kecil, mereka hanya tahu bahwa mereka rukun-Mark si beta biasa dan Haechan si omega resesif. Mereka tertawa bersama, berlarian di bawah matahari, dan menganggap dunia sederhana saja. Na...
