Yerim melangkah santai di samping Haesoo, membiarkan omega itu bercerita panjang lebar tentang betapa sulitnya peran utama yang ia dapatkan. Haesol tampak antusias, suaranya penuh keluhan dan kebanggaan terselubung, seakan ingin menegaskan bahwa ia memang pantas mendapatkan posisi tersebut.
Yerim pura-pura mendengarkan dengan penuh perhatian, sesekali mengangguk dan memberi ekspresi yang sudah dilatih dengan baik.
"Sejujurnya, aku merasa agak kasihan pada Haechan," katanya pelan, menundukkan kepalanya sedikit, seolah-olah ia benar-benar menyesal. "Dia pasti kecewa berat. Tapi... kau tahu kan, tidak semua orang cocok dengan peran utama."
Seperti yang Yerim duga, Haesol langsung tersenyum kecil, terlihat puas dengan ucapan itu. "Ya, dia memang berbakat, tapi tetap saja... peranku lebih cocok denganku."
Yerim mengangguk pelan, menahan diri agar tidak memutar mata. "Kau benar. Lagipula, dia itu terlalu... hm, bagaimana ya? Tidak semenyerlah dirimu."
Haesol tertawa pelan, matanya berkilat dengan sedikit ejekan. "Ya, iya! Dia lebih cocok memainkan karakter yang lebih lemah. Peran utama ini butuh karakter kuat, tapi tetap cantik dan aku jauh lebih pas."
Yerim tersenyum tipis, pura-pura setuju, padahal dalam hati ia hanya ingin tertawa. Haesol selalu merasa superior, selalu berpikir bahwa dirinya lebih baik dari siapa pun. Yerim benci bagaimana Haesol bertingkah seolah-olah peran utama itu adalah haknya sejak awal.
Tiba-tiba, suara geraman kecil terdengar dari lorong kampus.
Mereka berdua langsung menoleh.
Seekor anjing liar berdiri di ujung jalan, matanya menatap mereka dengan penuh kewaspadaan.
Haesol langsung berpegangan pada lengan Yerim dengan erat, cengkeramannya begitu kuat hingga sedikit menyakitkan. "Astaga... anjing!"
Yerim mengangkat alisnya, menoleh dengan bingung ke arah Haesol yang kini wajahnya tampak pucat pasi.
"Kau takut anjing?" tanyanya dengan nada tak percaya.
Haesol menelan ludah, matanya tak lepas dari binatang itu. "Iya... aku trauma sejak kecil..."
Yerim memiringkan kepalanya, memperhatikan Haesol dengan tatapan penuh arti. "Oh..."
Ia menyimpan informasi itu di kepalanya, tapi tidak berkata apa-apa lagi. Ia hanya tersenyum kecil, seolah-olah tidak ada yang terjadi, lalu menarik Haesol pelan agar mereka bisa berjalan menjauh.
Saat mereka akhirnya tiba di tempat yang lebih ramai, Yerim menarik napas dalam dan berpura-pura kembali asyik berbincang dengan Haesol. Tapi dalam kepalanya, pikirannya berputar cepat.
Ia membenci Joo Haesol.
Haesol terlalu angkuh, terlalu merasa berhak atas segalanya hanya karena statusnya sebagai anak donatur kampus.
Di depan Haesol, Yerim bisa berpura-pura menjadi sekutu, tetapi di dalam hatinya, ia sudah memutuskan ke mana dirinya akan berpihak. Saat Haesol sibuk mengoceh lagi, Yerim menyelipkan tangannya ke dalam saku dan menggenggam ponselnya erat.
Haechan lebih layak.
Dan ia akan memastikan bahwa semua orang tahu akan hal itu.
"Yerim, aku perlu menjawab panggilan dulu." Yerim tersadar dari lamunannya dan mengangguk sambil tersenyum kecil.
Saat Haesol pergi sebentar untuk menerima panggilan telepon, Yerim bersandar di kursinya, menyesap minumannya dengan ekspresi santai. Beberapa anggota tim teater lainnya duduk di sekitarnya, sebagian besar masih terlibat dalam obrolan ringan.
KAMU SEDANG MEMBACA
HYPER DOMINANT CODE
RomanceDulu, Mark dan Haechan berteman tanpa peduli siapa mereka. Saat kecil, mereka hanya tahu bahwa mereka rukun-Mark si beta biasa dan Haechan si omega resesif. Mereka tertawa bersama, berlarian di bawah matahari, dan menganggap dunia sederhana saja. Na...
