Haechan menekan ujung jarinya ke pelipisnya yang berdenyut pelan, menatap pintu kamar di hadapannya dengan frustrasi. Sudah tiga hari.
Tiga hari sejak Mark menghilang ke dalam kamarnya dan tidak keluar sedikit pun.
Tiga hari sejak ia mulai mendengar suara-suara aneh dari dalam sana.
Dug!
Haechan tersentak ketika suara itu terdengar lagi. Itu suara hantaman yang kuat— seperti sesuatu ditumbuk keras ke dinding atau lantai.
Bibirnya mengerucut, perasaan khawatir kembali menyelimutinya.
"Mark." Ia mengetuk pintu dari arah balkon, mencoba untuk tetap tenang. "Kau baik-baik saja?"
Tidak ada jawaban.
Haechan menggigit bibirnya. Sudah berapa kali ini terjadi?
Hari pertama, ia mengira Mark hanya sedang tidak enak badan. Ia mengetuk pintu, mengajak bicara, tetapi tidak ada respons. Hanya keheningan dan sesekali suara gerakan kecil yang samar.
Hari kedua, ia mulai mendengar suara hentakan. Seperti benda berat yang jatuh atau dipukul keras. Ia kembali mengetuk pintu, kali ini lebih keras. "Mark, kau di dalam, kan? Jawab aku."
Hening.
Ia bahkan mencoba menempelkan telinganya ke pintu, berusaha menangkap suara apa pun dari dalam. Ia bisa mendengar napas berat— serak dan tersengal. Tetapi tetap tidak ada satu kata pun yang keluar dari bibir Mark.
Hari ketiga, suara itu semakin keras.
Bukan lagi sekadar hentakan, tetapi sesuatu yang lebih kuat, lebih agresif. Haechan bahkan bisa merasakan getaran kecil setiap kali suara itu muncul.
Ia mencoba berkali-kali.
"Mark?"
"Jawab aku, kumohon."
"Aku khawatir..."
Namun, sama seperti sebelumnya, tidak ada jawaban.
Ketika hari keempat tiba dan keadaan masih sama, Haechan merasa sudah cukup. Ia tidak bisa hanya diam dan menunggu lebih lama lagi.
Ia memutuskan untuk menemui ibu Mark.
"Setiap malam aku mendengar suara seperti sesuatu ditumbuk keras. Aku sudah mencoba mengetuk dan memanggilnya, tetapi Mark tidak pernah menjawab. Aku khawatir, Ibu."
Ibu Mark tampak semakin cemas. "Ibu memang merasa ada yang aneh... Ibu membawakannya makanan setiap hari, tetapi dia tidak pernah bicara banyak. Dia hanya bersembunyi di bawah selimut. Ibu juga mendengar suara berisik beberapa kali, tapi saat ibu masuk, kamarnya tetap rapi..."
Haechan semakin merasa ada sesuatu yang tidak beres.
"Kalau begitu, biarkan aku yang mencoba kali ini," pintanya.
Ibu Mark ragu sejenak, tetapi akhirnya mengangguk. "Baiklah. Ibu harap dia mau mendengarkanmu."
Tanpa menunggu lebih lama, Haechan bergegas naik ke lantai atas, hatinya semakin berat dengan setiap langkah.
Saat ia tiba di depan pintu kamar Mark, ia menarik napas dalam-dalam sebelum mengetuk.
Tok tok.
"Mark?" panggilnya.
Seperti sebelumnya, tidak ada jawaban.
Namun, kali ini, ada sesuatu yang berbeda.
Napas di dalam kamar itu terdengar lebih berat, lebih tersengal. Seolah-olah seseorang sedang berjuang dengan sesuatu yang tak terlihat.
Haechan menempelkan dahinya ke pintu kayu yang dingin, menggigit bibirnya. "Mark, ini aku."
YOU ARE READING
HYPER DOMINANT CODE
RomanceDulu, Mark dan Haechan berteman tanpa peduli siapa mereka. Saat kecil, mereka hanya tahu bahwa mereka rukun-Mark si beta biasa dan Haechan si omega resesif. Mereka tertawa bersama, berlarian di bawah matahari, dan menganggap dunia sederhana saja. Na...
