Cahaya pagi menyelinap lembut melalui celah tirai kamar, membelai wajah Haechan yang masih tenggelam dalam kantuk. Ia menggeliat kecil, lalu membuka mata perlahan. Udara kamar terasa hangat dan nyaman, namun begitu ia menoleh, ia menyadari sesuatu.
Mark masih tidur.
Biasanya, Mark adalah yang paling cepat terbangun. Ia akan bangun lebih dulu, membuatkan kopi, atau sekadar memandangi Haechan sebelum mencubit pelan pipinya dan menggodanya. Tapi pagi ini... tidak.
Haechan bangkit, mendekati sisi tempat tidur Mark. Ia merendah dan menyentuh dahi Mark.
Hangat. Tidak, panas.
"Mel?" bisiknya lembut, jemarinya menyentuh pipi lelaki itu yang kini terlihat sedikit pucat. Mark membuka mata perlahan, senyum tipis tersungging di bibirnya meski jelas-jelas tubuhnya sedang tidak baik-baik saja.
"Hm... pagi, sayang," gumamnya parau.
"Ya Tuhan, kau demam," Haechan buru-buru duduk di sisi ranjang, tangannya bergerak menyibak rambut pirang Mark yang sedikit lembap karena keringat. "Kenapa tidak membangunkanku?"
Mark hanya tersenyum kecil, suaranya serak namun masih sempat bercanda, "Tidak mau mengganggu pagi indahmu. Kau punya jadwal photoshoot hari ini, kan? Pergi saja, aku cuma butuh istirahat."
"Tapi—"
"Aku serius," potong Mark lembut. Ia mengangkat tangannya, menyentuh tangan Haechan. "Aku tidak apa-apa. Urus photoshoot-mu dulu, nanti pulang baru marahi aku sesukamu."
Haechan menggigit bibirnya, ragu. Tapi melihat cara Mark tersenyum dengan wajah merah karena demam, ada rasa gemas yang tidak bisa ditahan.
Ia merunduk, hendak mencium Mark.
Namun tangan Mark buru-buru mengangkat sedikit, mencoba menahan wajah Haechan.
"Eh—jangan, nanti ketularan, sayang..." ucapnya dengan suara serak.
Tapi Haechan hanya mengangkat satu alis dan tersenyum nakal. "Aku tidak peduli."
Dan tanpa menunggu lagi, ia menunduk dan mencium bibir Mark pelan. Lembut, hangat, lama. Seolah ingin menyalurkan sedikit tenaganya pada pria yang ia cintai itu.
Mark tertawa kecil saat Haechan menarik diri. "Kau keras kepala."
"Karena aku belajar dari yang paling keras kepala," jawab Haechan sambil menyenggol kening Mark pelan dengan keningnya sendiri.
Mark mengangkat tangan dan menyentuh pipi Haechan, matanya melembut.
"Cepat pulang, ya?"
Haechan mengangguk. "Cepat sembuh, ya?"
Lalu ia beranjak, mengenakan jaketnya, mengambil tas, dan berjalan keluar kamar— namun beberapa langkah sebelum pintu, ia berhenti, menoleh ke belakang.
Mark masih menatapnya, meski matanya mulai tertutup lagi karena lemas.
"Aku cinta kau, Mel," bisik Haechan dengan senyum yang tulus dan hangat.
Dan meski suaranya hanya samar, Mark sempat menjawab sebelum kembali tertidur, "Aku cinta kau lebih."
♫•*¨*•.¸¸♪
Photoshoot hari itu berlangsung dalam suasana yang cukup sibuk namun menyenangkan. Cuaca cerah, studio dipenuhi suara kamera, tawa kru, dan lampu yang silih berganti mengarah pada Haechan. Ia berganti pakaian beberapa kali, dari blazer modern hingga jaket denim yang dipadukan dengan celana kulit hitam. Setiap kali jepretan kamera berbunyi, Haechan memberikan sisi terbaiknya, senyum, tatapan, pose alami yang membuat para staff tidak berhenti memujinya.
YOU ARE READING
HYPER DOMINANT CODE
RomanceDulu, Mark dan Haechan berteman tanpa peduli siapa mereka. Saat kecil, mereka hanya tahu bahwa mereka rukun-Mark si beta biasa dan Haechan si omega resesif. Mereka tertawa bersama, berlarian di bawah matahari, dan menganggap dunia sederhana saja. Na...
