PART 37 : Sweet Wait

9.2K 727 46
                                        


Udara di kamar mereka begitu lembut, hangat seperti selimut tak kasat mata yang menyelimuti mereka berdua. Cahaya matahari mengintip dari celah tirai, memantulkan siluet tubuh Mark yang masih tertidur dalam dekapan Haechan.

Namun tidak seperti biasanya, posisi mereka terbalik hari ini— Mark, yang biasanya memeluk erat tubuh Haechan seperti tak ingin dilepas, kini malah bersandar damai di dada Haechan, seolah mencari perlindungan dan kenyamanan. Lengan Haechan melingkari pundak Mark, mengusap punggungnya perlahan. Jari-jari Haechan menelusuri tulang belakang Mark dengan gerakan melingkar yang lembut.

Mark menggeliat kecil, lalu perlahan membuka mata. Matanya langsung bertemu dengan wajah Haechan yang menatapnya, bibir omeganya melengkung dalam senyuman kecil. Satu tangannya naik, dan tanpa berkata apa pun, ia menyentuh perut Haechan— lalu mengusapnya dengan gerakan yang lembut, penuh rasa cinta, seolah sedang menyentuh mimpi yang terlalu indah untuk jadi kenyataan.

"Selamat pagi... bayi keduaku," bisik Mark dengan suara parau khas pagi hari, mencium bagian bawah perut Haechan, yang masih belum begitu menonjol.

Haechan mengedipkan mata, terkejut. "Kau tahu...?" tanyanya dengan suara setengah berbisik.

Mark hanya mengangguk pelan, lalu kembali mencium perutnya, kali ini lebih lama. "Feromonmu, sayang... lebih manis dari apa pun yang pernah aku cium. Lebih kuat juga. Aku bisa merasakannya... sejak seminggu lalu."

Haechan tertawa kecil, tapi suaranya sedikit bergetar. Ia mengelus rambut pirang Mark yang berantakan, lalu menggenggam pipinya.

"Apa kau senang akan jadi ayah?"

Mark menatapnya. Lalu tanpa berkata apa-apa, ia menarik selimut ke bawah, memperlihatkan perut Haechan yang masih kecil, nyaris tak tampak. Ia menatapnya seolah di sana bersemayam dunia dan seluruh hidupnya. Ia mencium perut itu lagi dan lagi, lalu naik perlahan mencium dada, leher, dan akhirnya bibir Haechan.

"Aku lebih dari sekadar senang... aku tak pernah merasa begitu utuh, sayang. Aku akan jadi ayah. Dan kau... kau akan jadi ibu dari anak kita."

Ada titik bening di mata Mark, dan saat Haechan menyadarinya, ia membelai wajah pasangannya lembut.

"Mel... kau menangis?" bisiknya.

Mark tertawa kecil, serak karena emosi yang menumpuk. "Aku pikir... aku terlalu bahagia untuk jadi waras sekarang."

Haechan tertawa pelan, lalu menarik Mark ke pelukannya, meremas tubuh alphanya erat. "Kita akan jadi orang tua terbaik, ya?"

Mark mengangguk, tanpa ragu. "Ya. Dan aku akan jadi alpha terbaik untukmu. Aku akan jaga kalian... sampai nafasku yang terakhir."

Pelukan mereka lama. Tak ada yang bicara. Tak ada yang bergerak, kecuali detak jantung mereka yang berdetak dalam irama yang sama.

Namun di balik senyum dan tawa, hati Haechan diselimuti kegelisahan yang tidak dapat ia bagi.

Sebagai omega resesif, tubuhnya terlalu lemah. Apalagi kini ia mengandung anak dari alpha hyperdominant— sesuatu yang secara medis... tidak masuk akal. Bahkan dokter sendiri sempat menyarankan aborsi.

"Kalau terus dilanjutkan, nyawamu bisa dalam bahaya, Haechan. Dan kalau terjadi sesuatu padamu, Mark tidak akan bisa hidup tanpa kau. Kita berdua tahu itu."

Tapi Haechan menolak. Tanpa ragu. Tanpa jeda.

Dan kini, saat Mark kembali tidur di pelukannya, tampak damai dan penuh cinta, Haechan mengusap pipinya perlahan, lalu membisikkan kata-kata pelan yang hanya bisa didengar oleh hatinya sendiri.

HYPER DOMINANT CODEWhere stories live. Discover now