Mark mengangkat kausnya sedikit untuk menyeka keringat di lehernya, lalu melepas jaket yang sejak tadi terasa gerah di tubuhnya. Hari ini cukup panas, dan setelah sesi latihan ringan di gym kampus, ia merasa lebih nyaman hanya dengan mengenakan sleeveless.
Namun, saat berdiri di depan cermin, matanya menangkap refleksi tubuhnya sendiri dan untuk pertama kalinya, ia benar-benar memperhatikannya.
Otot-otot di lengannya tampak lebih kencang, guratan urat yang sebelumnya samar kini terlihat jelas di bawah kulitnya. Jari-jarinya terasa lebih panjang, lebih berotot. Ia mengepalkan tangannya perlahan, merasakan kekuatan yang seolah baru muncul begitu saja. Bahunya tampak lebih lebar dari yang ia ingat.
Mark mengerutkan kening.
Sejak kapan aku seperti ini?
Ia menatap pantulan tubuhnya lebih saksama, dan refleksi itu membuatnya tercengang. Dengan ragu, ia menekan ujung jarinya ke perutnya sendiri. Tubuhnya selalu atletis, tapi ia tidak pernah memiliki otot yang begitu terbentuk. Sekarang, bahkan tanpa perlu menegangkan otot, ia bisa merasakan perutnya yang lebih padat, lebih kuat.
Tidak mungkin.
Pikiran itu terus mengusik benaknya saat ia mengingat sesuatu yang Haechan katakan beberapa hari lalu.
"Pundakmu keras sekali. Aku sampai sakit kalau bersandar terlalu lama."
Mark tidak terlalu memikirkan itu sebelumnya, mengira Haechan hanya mengeluh seperti biasa. Tapi sekarang setelah melihat otot-ototnya sendiri, dia mulai mengerti.
"Hoi, Mark Lee."
Mark menoleh ketika salah satu teman gym-nya, seorang beta seperti dirinya, menyapanya sambil menepuk bahunya.
"Gila, sejak kapan tubuhmu sekekar ini?" Temannya bersiul pelan. "Kau mulai latihan berat, ya? Untuk ukuran beta, kau benar-benar... wow."
Mark berkedip. "Hah? Maksudmu?"
Temannya menunjuk lengannya. "Lihat ini, ototmu terbentuk banget. Pantas saja kau terlihat makin tinggi."
Mark tertawa kecil, meski dalam hati ada sesuatu yang mengganjal.
Namun, saat temannya berlalu, Mark kembali menatap refleksinya di cermin. Ia meremas bahunya sendiri, lalu menyentuh perutnya sekali lagi, memastikan bahwa ia tidak berhalusinasi.
Ini bukan perubahan yang biasa.
Dengan gerakan cepat, ia mengambil jaketnya dan segera mengenakannya kembali, menutupi lengannya yang terasa terlalu mencolok. Entah mengapa, ia merasa lebih nyaman begini.
Ia menghela napas pelan.
Ponselnya tiba-tiba bergetar di atas bangku gym, membuat Mark mengalihkan pandangannya dari pantulan tubuhnya di cermin. Ia mengambilnya dan melihat nama yang tertera di layar—Gomdo Lee 🧸
"Hmm?" Mark menerima panggilan itu sambil mengalungkan handuk di lehernya.
"Aku sudah selesai kelas. Kau di mana?"
Mark menyeka sisa keringat di dahinya dengan bagian belakang tangannya, tersenyum tipis. Ia memang sengaja datang ke gym kampus untuk menghabiskan waktu, menunggu kelas Haechan selesai. Meskipun ia tidak punya kelas sore ini, atau meskipun kelasnya selesai lebih awal, ia tetap akan menjemput Haechan. Itu sudah menjadi kebiasaannya.
"Tunggu aku di depan kelasmu."
"Okay, Makeu."
Setelah panggilan berakhir, Mark mengambil botol minumnya, meneguk beberapa kali, lalu menyandang tasnya dan berjalan cepat keluar gym. Kampus saat ini cukup ramai, terutama di area tangga utama. Beberapa mahasiswa bergerombol di sana, membuat jalannya sedikit terhambat.
YOU ARE READING
HYPER DOMINANT CODE
RomanceDulu, Mark dan Haechan berteman tanpa peduli siapa mereka. Saat kecil, mereka hanya tahu bahwa mereka rukun-Mark si beta biasa dan Haechan si omega resesif. Mereka tertawa bersama, berlarian di bawah matahari, dan menganggap dunia sederhana saja. Na...
