Asap hitam mengepul dari puing-puing reruntuhan ketika pintu truk terbuka keras. Suara langkah berat menghantam lantai— ritmis, tenang, namun mengandung ancaman yang menggetarkan udara. Mark keluar dari truk seperti badai yang menyamar dalam bentuk manusia. Sorot matanya hitam legam, bibirnya tersungging sedikit terkekeh saat matanya menyapu ruangan, menatap alpha-alpha yang membeku ketakutan melihatnya.
"Sialan," gumam Mark rendah. Matanya jatuh pada meja penuh jarum, dan kekehannya makin mengeras. "Omegaku takut dengan jarum. Bahkan melihatnya saja sudah membuat dia gemetar."
Langkahnya terus maju. Kali ini tatapannya beralih ke meja lain, di mana ada sepotong roti keras yang belum disentuh. Matanya menyipit. "Omegaku tidak suka roti keras. Kau kira dia makhluk yang bisa kau beri sembarangan?"
Salah satu dari alpha di situ mematung, masih memegang lengan Haechan yang sudah lemas. Gerakan sekecil itu membuat Mark berhenti berjalan. Rahangnya mengatup. Pandangannya terfokus, dan suara yang keluar dari tenggorokannya nyaris seperti geraman binatang buas. "Omegaku tidak suka disentuh oleh alpha lain selain aku."
Udara berubah. Berat. Pekat. Feromon Mark mengalir deras dan liar, seperti pusaran angin panas yang tidak terlihat namun bisa terasa di tulang. Ruangan itu seketika menjadi neraka bagi para alpha itu. Mereka terbatuk, menggigil, dan nyaris tercekik hanya karena berdiri di bawah tekanan dominasi Mark yang tak terkendali.
Mark mendekat perlahan. Ia seperti iblis yang berjalan dari dasar neraka. Dengan satu gerakan, kedua tangannya menjambak kerah dua alpha yang berdiri paling dekat dengan Haechan, dan menghantam tubuh mereka ke dinding dengan kekuatan brutal hingga suara tulang remuk terdengar. Tidak ada belas kasihan.
Satu alpha lainnya mencoba menyerang dari belakang, bat di tangannya terangkat tinggi. Namun sebelum dia sempat mendekat— DOR!
Suara tembakan menggema di udara.
Haechan yang duduk di kursi dengan tangan dan kaki terikat terkejut. Pandangannya langsung menemukan Anton, yang berdiri di pintu masuk dengan pistol di tangan. Rambutnya berantakan, wajahnya penuh amarah dan mata yang memerah karena air mata. Tapi senyumnya tetap hadir saat matanya menangkap sosok kakaknya.
"Hyung..." suara Anton tercekat. Ia segera berlari, melempar pistolnya ke lantai dan langsung menjatuhkan diri di hadapan Haechan. Ia membuka semua ikatan, memeluk tubuh Haechan erat-erat. "Maaf aku terlambat... maaf..."
"Anton..." bisik Haechan dengan lemas, tubuhnya mulai gemetar karena ketakutan, kelegaan, dan kelelahan bercampur jadi satu.
Namun suara raungan kembali terdengar. Satu alpha yang masih hidup mencoba menyerang Anton dari belakang. Dalam satu kedipan, tangan Mark sudah mencengkeram rahang alpha itu dari belakang dan menariknya ke bawah dengan satu hentakan tajam. Tulang rahang itu hancur di tangannya seperti mainan.
Mark tidak berhenti.
Ia tidak akan berhenti.
Dengan langkah mantap, ia menyeret tubuh alpha-alpha itu ke tengah ruangan. Matanya sudah sepenuhnya dikuasai gelap. Satu-satunya cahaya yang tersisa adalah amarah dan cinta tak masuk akal yang ia miliki untuk satu orang— Haechan Lee.
Anton menggandeng Haechan perlahan ke luar reruntuhan. "Ayo, kita keluar dulu. Duduk di truk."
"Tapi... Mark..."
"Kau tidak perlu khawatir, hyung," kata Anton lembut, menahan nada emosinya. "Dia kuat. Dia akan tetap hidup, untuk kalian bertiga. Dia menyayangi kalian lebih dari apapun di dunia ini."
Dari dalam truk, Haechan menatap ke arah bangunan yang kini perlahan mulai berasap. Anton menutup pintu dan memeluk tubuh Haechan, menenangkannya.
Beberapa detik kemudian—BOOM.
YOU ARE READING
HYPER DOMINANT CODE
RomanceDulu, Mark dan Haechan berteman tanpa peduli siapa mereka. Saat kecil, mereka hanya tahu bahwa mereka rukun-Mark si beta biasa dan Haechan si omega resesif. Mereka tertawa bersama, berlarian di bawah matahari, dan menganggap dunia sederhana saja. Na...
