You assumed things would get better when you didn't even give a damn
Karena membawanya ke bawah mustahil untuk dilakukan, Papa dan Buk Laras bersikeras agar memindah pestanya ke atas. Pesta kecil yang dilihat dari luar keluarga ini begitu manis, hanya terdiri dari dua penggagas dan satu undangan (aku). Seorang papa yang ingin membuat anaknya sadar bahwa dalam situasi dan kondisi atau detik ke berapa pun, dia selalu ada untuk anaknya itu. Seorang asisten rumah tangga yang sudah seperti bibi, menyayanginya sejak dia belum genap berumur lima tahun dan selalu mengikuti proses pertumbuhannya. Seorang adik yang tidak antusias dan hanya ikut karena dipaksa dua orang yang sangat menyayanginya ....
Kami bertiga telah siap dengan topi kerucut di kepala Papa dan Buk Laras, balon helium biru tua, putih, dan biru muda di tangan Papa, kue ulang tahun tiramisu yang dibawa Buk Laras, dan konfeti tembak di tanganku. Angka lilin yang ditancapkan di atas kue itu membuatku tertegun selagi Papa menyembunyikan satu tangannya yang memegang gugus balon di balik dinding, tidak lupa mencopot topi pesta dan meletakkannya di belakang punggung, mengetuk pintu, berdeham, dan memanggil Dimens dengan suaranya yang tegas tapi legawa.
Benarkah Dimens telah berumur 23 tahun? Bagiku, selamanya dia tampak seperti laki-laki berumur 15 tahun yang memukulkan stik drum sambil mengangguk-angguk di selingan nada mengentak lagu-lagu pilihan teman-temannya. Teman-temannya yang tidak berbahaya.
Tadi siang Buk Laras telah membumbui kerang simping yang dibelinya di pasar ikan dengan saus padang. Dimens sangat menyukai kerang itu, yang lebih sering dia sebut scallop. Dulu dia akan pulang sekolah menjelang malam demi menunggu pasar ikan buka di gelombang kedua dalam sehari dan dia akan membeli scallop satu kilogram. Permintaannya pada Buk Laras selalu berbunyi, "Setengah kilo saja untuk yang lainnya berbagi dan setengah kilo hanya untukku, Buk." Saus bukan masalah, dibumbui bagaimana pun dia tetap suka.
Kami mendengar suara batuk pendek dari dalam, batuk yang dilakukan orang untuk membersihkan tenggorokan. Gagang pintu melonjak turun. Aku dan Buk Laras menepi di kedua sisi pintu. Pintu pun menampakkan celah. "Pa?" kata suara Dimens yang nyaring.
"Buk Laras memasakkanmu kerang simping. Kamu tidak mau maju satu langkah keluar dari kamarmu dan mencium baunya?" Papa mengendus-endus udara di atasnya lalu mengerang. "Enak sekali baunya, Dim. Kemari, coba cium."
Lima detik berlalu. Mungkin juga sudah sepuluh. Papa masih mengendus-endus sendirian. Lalu ... napasku tercekat. Satu punggung kaki yang besar keluar dari pintu, disusul pasangannya, perlahan-lahan. Celah pintu dibiarkan melebar. Aku masih mengatur napas, tapi tanganku sudah terlatih di konfeti. Saat tubuh tinggi Dimens keluar sepenuhnya dari kamar, hujan konfeti turun menyentuh rambut cokelat lebat, alis tebal, hidung panjang, bibir berujung lancip, rahang kotak, bahu bidang, kaus putih, celana gandum, dan lalu punggung kakinya yang besar. Jari-jari kakinya bergerak-gerak di antara potongan kertas mengilap.
"Slamat uuulang tahuuun! Slamat uuulang tahuuun! Slamat uuulang tahun, Dimens, slamat uuulang tahuuun!" Buk Laras dan Papa menyanyi. Guratan senyum tertoreh di pipi Dimens. Matanya ... terkesima. Itu sebelum dia melihat aku muncul di balik punggung Buk Laras yang membawa kue. Atau sebelum dia melihat angka di kuenya, yang mana pun, guratan senyum tipis tadi seketika menghilang.
"Ayo, Nak, kamu harus tiup lilinnya!" bujuk Papa sambil tertawa, tapi apa yang dilakukan Dimens setelahnya membuat kulitku meremang.
Dia mengangkat telapak tangan, mengarahkannya tepat di atas dekorasi cokelat, wafer roll, dan krim kue, lalu menggamit lilin 23 yang masih mengobarkan api, dan mencabutnya dari kue. Api itu lenyap dalam genggamannya. Dimens menatap kami bertiga satu per satu. "Suka rentang umurku berkurang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Make It a Wrong Place
Pertualangan"Kak Matra pikir aku bisa pulang kalau gak beli bensin di sini?" "Harus ... harus beli di sini?" "Iya, lah! Kalau beli di tempat lain, sama saja kayak buang-buang uang. Tangkinya akan terisi, tapi aku gak akan bisa pulang." "Memangnya kenapa? Rumah...
