Yang lain ikut terkekeh, mencibir tanpa rasa takut. "Apa kau pikir bisa melawan kami? Kau cuma beta. Jangan sok pahlawan."

Mark tidak menjawab. Matanya hanya terfokus pada Haechan— tubuh mungil itu tidak bergerak, wajahnya pucat dengan darah yang masih mengalir. Napas Mark mulai berat, feromon panas berdesir di bawah kulitnya, menunggu untuk dilepaskan.

Tiba-tiba, sesuatu menusuk lehernya dari belakang.

Suntikan.

Cairan dingin menyebar cepat dalam tubuhnya, membuat penglihatannya sedikit kabur. Otot-ototnya terasa berat, gerakannya melambat.

Mark terduduk, tangannya mencengkeram tanah, napasnya kasar.

Tawa mengejek terdengar di sekelilingnya.

"Obat tidur dosis tinggi," salah satu dari mereka berjongkok, menepuk wajah Mark dengan meremehkan. "Bahkan alpha dominan pun akan tumbang dalam hitungan detik."

Mark tetap diam.

Satu detik.

Dua detik.

Tiga detik.

Lalu, ia mengangkat kepalanya.

Matanya menghitam.

Tertawa para alpha itu terhenti seketika.

Udara tiba-tiba terasa lebih berat, suhu di sekitar menurun drastis. Sesuatu yang mengerikan terpancar dari tubuh Mark— sesuatu yang primal, haus darah.

Feromon black pepper meledak di udara, aromanya begitu pekat hingga membuat dada mereka sesak.

Salah satu alpha tersentak mundur, tubuhnya mulai gemetar. "Tunggu... apa-apaan ini?!"

Mark menatap mereka, bibirnya melengkung sedikit— bukan senyum ramah, melainkan senyum seorang pemangsa.

Suara Mark terdengar rendah, bergetar oleh kemarahan yang hampir tak terbendung.

"Sialan mana yang mengirim kalian?"

Tidak ada yang menjawab.

Jadi, Mark tidak menunggu.

Ia bergerak.

Begitu cepat, begitu brutal— salah satu alpha bahkan tidak sempat bereaksi sebelum lengan Mark mencengkeram rahangnya dan menghantamnya ke tanah dengan keras. Tulangnya patah dalam satu benturan.

Teriakan melengking memenuhi lorong.

Yang lain mencoba menyerang, tetapi Mark tidak bergeming. Sebuah kayu tebal dihantamkan ke kepalanya dari belakang.

KRAK!

Darah mengalir dari pelipisnya, tapi Mark hanya menoleh pelan— seolah pukulan itu hanyalah angin yang menyentuh kulitnya.

Alpha yang memukulnya mundur selangkah, ketakutan menjalari tubuhnya.

Mark mengangkat tangannya, mencengkeram lengan pria itu.

KREK!

Tulangnya patah seketika. Jeritan kesakitan menggema di lorong, tetapi Mark tidak berhenti. Ia meraih rambut alpha itu, menghantam wajahnya ke dinding berulang kali, hingga tembok berlumuran darah.

"MONSTER!" salah satu dari mereka menjerit, mundur dengan wajah penuh ketakutan.

Mark berbalik perlahan, menatap alpha yang masih tersisa.

Tulang-tulang mereka seakan membeku di tempat.

Ketika Mark berbicara, suaranya nyaris terdengar seperti auman.

"Sekarang giliran kalian."

Yang lain mencoba melarikan diri, tetapi Mark menangkap mereka satu per satu— menyiksa, menghancurkan, membiarkan jeritan mereka menggema di lorong malam.

Satu pukulan mematahkan rahang.

Satu tendangan menghancurkan tulang rusuk.

Darah mengalir di tanah, menodai aspal hitam.

Hingga hanya tersisa satu alpha terakhir yang masih hidup, merangkak dengan wajah penuh darah, menggumam ketakutan, "K-kumohon... jangan..."

Mark mendekatinya, tatapan matanya kosong. Tangannya terangkat, siap memberikan pukulan terakhir.

Lalu, suara kecil yang familiar terdengar.

"...Mel..."

Mark membeku.

Ia berbalik cepat.

Haechan.

Omega itu sudah terbangun, meski masih lemah. Matanya melebar, memandang Mark dengan ekspresi yang sulit dibaca.

Mark menunduk, melihat tangannya— tertutup darah, menetes dari ujung jarinya.

Ketakutan merayap di dadanya.

Haechan melihat semuanya.

Mark ingin mendekat, tetapi ia takut. "H-Haechanie...." suaranya bergetar mendekati Haechan.

Namun, reaksi Haechan justru mengejutkannya.

Haechan meraih tubuh Mark dan menariknya ke dalam pelukan.

"Apa kau terluka, Mel?"

Suaranya lemah, tetapi tegas.

"Tidak... Aku baik-baik saja."

Tangan kecil itu memeluknya lebih erat, seolah tidak peduli dengan darah yang masih mengotori tubuh Mark.

"Terima kasih telah menyelamatkanku."

Mark menutup matanya, melepaskan napas kasar yang selama ini ia tahan.

Di belakang mereka, ada suara gemeretak kecil.

Salah satu alpha— dengan tubuh penuh luka, masih mencoba menyerang.

Mark bahkan tidak menoleh.

Dengan satu tangan masih memeluk Haechan, tangan satunya terulur cepat, menangkap kerah kemeja alpha itu di udara dan menghantamnya ke dinding dengan kekuatan yang cukup untuk membuat tembok bergetar.

Tubuh pria itu terjatuh ke tanah, tak bergerak.

Mark menunduk, melihat wajah Haechan sekali lagi.

Omega itu tidak takut.

Justru ia semakin erat memeluknya. Mendusalkan wajah cantiknya di baju Mark yang penuh bau darah.

— to be continued —
˚✧⋆ jangan lupa vote dan comment ya ˚✧⋆

HYPER DOMINANT CODEDonde viven las historias. Descúbrelo ahora