📚 Spotlight Romance of December 2024 by Romansa Indonesia 📚
Penulis dengan cita-cita yang besar, diplomat muda yang tidak ragu, dan tiga kali lamaran.
Seorang diplomat Indonesia, Nicholas Wiradikarta, memiliki perasaan terhadap penulis dengan nama...
"Aku setuju. Tampak seperti bumi dan langit." Nicholas mengangguk saat melihat video yang kembali dilanjutkan.
22.57
Ternyata kaset yang Giandra dan Nicholas tonton dengan perasaan antusias sedari tadi berisi video masa kecil Giandra yang tumbuh bersama orang tuanya. Mereka berdua sudah melihat banyak kenangan yang berlanjut sejak Giandra kecil hingga tumbuh menjadi remaja. Bahkan mereka melihat beberapa wajah familiar seperti Sura, Aqsad, hingga Hamdi. Giandra melihat cuplikan video yang diasumsikan sebagai video terakhir.
"Anindya!" panggil Kirana sembari mengajak Giandra, yang berusia tiga tahun, duduk di sebelahnya. "Kita tunggu dad, ya?"
Mata Giandra berkaca-kaca saat melihat mom memanggilnya dari rekaman terakhir.
"Dad mau pergi?" tanya Giandra kecil saat memandangi mom yang duduk di sampingnya.
"Sama aku sama kamu juga, Sayang." Kirana menjawab sembari mengusap kepala putrinya. "Kita kembali ke Melbourne."
Saat itu, mereka berencana untuk kembali ke Melbourne. Beberapa keluarga juga berada di Permata Hijau untuk berpisah dengan keluarga kecil tersebut. Akan tetapi, Kirana dan Giandra masih duduk di studio lantai bawah rumahnya.
"Anindya!" Hiram memanggil putrinya dan Giandra berjalan menuju dad dengan langkah kecilnya. "Kamu duduk di luar sama Mama dulu, ya? Dad sama Mom mau mengobrol."
"Apa aku boleh minta es krim?" pinta anak kecil itu.
"Nah, kamu duduk dan minta es krim sama Mama. Biar Mama yang bilang ke Mbak Yaya."
"Mamaaaaa—"
Saat Giandra sudah keluar dari ruang studio, Hiram langsung membenarkan posisi kameranya. Kemudian ia kembali duduk bersama Kirana. Mereka saling berpandangan dan tertawa kecil.
"Aku penasaran seperti apa ia saat ia tumbuh menjadi orang dewasa."
"Giandra, anak itu ... entah dia akan menjadi orang dewasa seperti apa? Apakah dia akan menjadi orang dewasa yang cerdik dan kompetitif sepertimu atau tenang dan penyabar sepertiku."
Mata Giandra berkaca-kaca saat mom memanggilnya dengan nama depan—tidak seperti yang biasa mom lakukan semasa hidupnya.
Hiram berpikir sejenak dan menganggukkan kepalanya. "Mungkin keduanya."
Wanita itu hanya menganggukkan kepala. "Ya."
"Aku harap saat ia dewasa, ia bisa menikah dengan suami yang lembut dan lucu. Hatinya begitu lembut dan baik," lanjut Hiram.
"Ya, tetapi aku harap ia tidak menikah begitu cepat," sambar Kirana, "aku masih ingin membesarkannya dengan baik. Kita sudah berusaha untuk mendatangkannya selama ini."
"Kamu benar. Bahkan kita pindah ke Melbourne untuk bertemu dengannya." Hiram merespon dan menggenggam tangan istrinya.
Kirana langsung menoleh pada Hiram. Akan tetapi, mereka hanya saling berpandangan dan kemudian Kirana langsung menoleh ke depan.
"Aku ingin melihatnya menikah. Tidak, aku ingin melihatnya tumbuh dan bahagia. Hidup dengan baik—apapun yang akan terjadi."
"Aku ingin memberikan banyak kebahagiaan untuknya." Kirana melanjutkan ucapannya dan menoleh pada kamera.
"Akan menarik jika Anindya menonton video ini saat ia sudah mencapai banyak hal besar di hidupnya." Hiram bergumam dan memandangi kamera. "Dad dan mom akan senang melihat banyak pencapaian atau semua kebaikan yang kamu lakukan. Akan tetapi, hidup sehat dan bahagia dengan diri sendiri itu penting."
Beberapa menit kemudian setelah percakapan yang isinya banyak nasihat dan kenangan dari orang tuanya Giandra, ia melihat Kirana yang mengusap air mata dengan ujung sweater rajutnya. Giandra tahu bahwa mom akan melakukan itu dengan tidak sengaja semasa hidupnya.
"Putriku yang cantik, terima kasih sudah datang ke mom dan dad. Terutama memilih mom dan dad untuk menjadi orang tuamu. Kehadiranmu melengkapi kehilangan yang sebelumnya pergi ... Ah, mom meracau, ya? Akan tetapi, terima kasih sudah datang dan membuat kami berusaha untuk memberikan dunia untukmu. Maaf jika kami tidak sebaik orangtua lainnya dalam membahagiakan anak-anak mereka, tetapi kita selalu mengusahakan yang baik untukmu ... berbahagialah ...."
Mata Giandra berkaca-kaca saat video tersebut selesai menayangkan rekaman dan diakhiri dengan layar hitam. Ia hanya diam dan tak menanggapi apapun. Menyadari bahwa ia akan menangis, ia mengusap ujung mata dengan ibu jari.
Mom dan dad, aku sudah hidup dengan baik. Terima kasih. Giandra membatin dan berusaha untuk menarik garis senyum.
Nicholas pun berusaha untuk menarik tubuh Giandra untuk mendekapnya dalam pelukannya. Ia hanya membiarkan Giandra mengalirkan air matanya hingga turun dari pipi dan tak berkata apapun. Tangan lelaki muda itu hanya mengusap punggung Giandra dengan lembut.
THE END
Published on January 3, 2025
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
nas's notes: terima kasih banyak yaa sudah setia mengikuti ceritaku. aku akan kembali setelah ini yaaa jadi nantikan <33
oiyaaa! kalian boleh banget isi survei aku untuk cerita ini lewat qr code yang aku bagikan, ya. segala jawaban akan aku terima dan pertimbangkan untuk perkembangan cerita ini ke depannya. thank youu!