"Iyaaaaa, Mbak." Giandra mencoba mematikan laptop dan menunjukkannya kepada Gista. "Sudah, ya."
"Nah, bagus." Gista merespons sembari beranjak. "Aku pulang sekarang, ya. Aku harus jemput orang tuaku di bandara. Farhan, kamu jam empat tutup laptop juga, ya. Turun sama Giandra dan langsung pulang. Jangan di kantor sendirian ... hari ini sepi, tahu." Gista melanjutkan ucapannya dan meraih tas mewah miliknya.
Farhan, lelaki satu-satunya di divisi tersebut hanya bisa mengangguk dengan sopan. "Iyaaa, Mbak Gis."
Kemudian wanita yang dipanggil Mba Gis ini langsung beranjak dari kursinya dan memandangi dua rekan satu timnya. "Farhan, I love your new haircut ... It looks wavy and cool," puji Gista saat melihat Farhan dengan gaya rambutnya, lalu matanya menoleh pada Giandra yang (menurutnya) menampakkan penampilan yang menarik untuk hari ini. "Giandra, oh Dear, you look lovely and sweet like first love!"
Kedua anak muda itu pun tersenyum sopan begitu mendengar senior mereka yang begitu murah hati (dan selalu) memuji mereka dan memberikan kata-kata baik untuk semua hal. Mencerminkan orang dewasa di kantor yang mengayomi dan bertanggungjawab. "Thank you Mba Gista and happy weekend!"
Setelah Gista meninggalkan ruangan untuk mengejar lift, Farhan menutup laptop dan memasukkannya ke dalam tas ransel navy. Giandra juga membereskan barang-barangnya seperti kabel cas, Macbook, dan shawl dari Hermés. Lelaki muda itu melirik pada Giandra yang duduk persis di sebelahnya dan menyadari bahwa Giandra berpenampilan lebih manis dari penampilan biasanya. Namun, ia menahan diri dari memberikan pujian. "Kak Gi, hari ini ada kencan, ya?"
Giandra mengangguk perlahan. Ia tidak bisa berbohong karena penampilannya sudah menggambarkan sebuag agenda yang membuatnya bersedia untuk pulang lebih cepat.
"Iya, Farhan. Apa kamu punya tips kencan?"
Lelaki muda itu hanya memberikan ekspresi datar. "Aku terakhir kencan sama mantanku pas kuliah, Kak. It's your first time, ya?" tanya Farhan sembari menebak.
Wanita muda itu terlihat mengangguk pasrah untuk menjawab pertanyaan. "Benar, Han."
"Gini, Kak, kalau dia inisiatif jemput Kak Gi di lobi bawah atau dia jemput dari pintu rumah terus sapa orang rumah, langsung kontak WO aja, ya." Farhan berujar.
Jawaban yang diberikan oleh Farhan pun membuat Giandra berpikir. "Memangnya kenapa, Han?"
"Kalau orang yang antusias untuk berkencan dengan orang yang dia suka, pasti begitu. Karena aku begitu. Daripada menunggu di mobil, lebih baik aku jemput dia terus ngobrol sampai ke parkiran. Aku tahu Kakak bisa jalan ke parkiran dan langsung ketemu dia di mobilnya, tapi Kak Gi pasti senang pas lihat dia jemput dari depan pintu rumah atau dari lobi kantor."
Mendengar penjelasan dari Farhan, Giandra pun langsung terbayang bahwa Nicholas kerap menjemputnya dari lobi depan kantor (tentu saja dengan cara jemput anak sekolah yang mobilnya mengantri dan melewati lobi). Namun, jika Nicholas menjemputnya dari rumah, ia akan turun dan masuk ke rumah untuk menyapa Mba Yaya atau keluarganya yang ada di rumah. "Let's see, ya. Karena lelaki yang memiliki akal dan pikiran untuk memikirkan hal sedetail itu adalah editor-ku." Giandra membalas sembari tersenyum.
"Editor-mu kenapa?"
"Dia attention to detail-nya bagus. Tampaknya akan masuk akal kalau dia yang menjemputku. Entahlah, teman kencanku ini akan seperti apa."
Mereka berdua tak melanjutkan ucapan. Dengan tak sengaja, Farhan memainkan rambutnya yang baru saja ia potong. "Kak Gi, kau tahu, yang paling penting dalam kencan pertama ialah memastikan bahwa mereka masih menghubungimu setelah kencan."
ESTÁS LEYENDO
The Inheritance
Romance📚 Spotlight Romance of December 2024 by Romansa Indonesia 📚 Penulis dengan cita-cita yang besar, diplomat muda yang tidak ragu, dan tiga kali lamaran. Seorang diplomat Indonesia, Nicholas Wiradikarta, memiliki perasaan terhadap penulis dengan nama...
11. Pendants and Chain
Comenzar desde el principio
