SUMPAH ANEH BANGET. ENGGAK SALAH, NIH, PAK RAKA MEMINTA AKU UNTUK MENULIS REVIEW BUKU-BUKU YANG BAHKAN DIA TIDAK TERTARIK UNTUK MEMBACANYA?! Tio membatin. Ia merogoh saku celana seragamnya dan mengambil ponsel. Saat membuka ponsel pintarnya, ia teringat seniornya di Fakultas Hukum yang bekerja di Kementerian Luar Negeri. Senior itu juga mengenal Nicholas—Thanks to media sosial dan cerita-cerita saat Tio dan seniornya bertemu.

Seketika, terdapat secercah harapan dari kepalanya yang penuh dengan rasa jengkel itu.

✮⋆˙

"Kak Nicky, aku mau nikah, deh."

Hampir saja Nicholas tersedak saat mendengar ucapan Giandra. Lelaki itu tahu kalau Giandra adalah seorang taurus yang kerap ceplas ceplos, tetapi untuk bagian ini, Nicholas tidak menduga kalau perkataan itulah yang keluar dengan sengaja.

Sesuai permintaan Giandra, mereka memutuskan untuk makan malam di restoran sushi yang berada di Pondok Indah Mall. Tidak ada perayaan atau hari spesial, hanya saja kali ini Giandra ingin makan salmon sashimi, chuka idako, aburi salmon roll, hingga wakame salad—yang menurut Nicholas, terdengar seperti kombinasi menu yang sehat dan implusif.

"Siapa yang mau nikah sama toddler kayak kamu?" tanya Nicholas sembari menaikkan alisnya. Tangannya langsung mengambil teh dingin dengan gemetar. Sudah pasti Giandra sedang asal bicara, lagipula memangnya dia mau nikah sama aku? Nicholas membatin dengan perasaan cemas.

Memangnya kamu tidak mau nikah sama aku, Kak? Kini giliran Giandra yang membatin sembari melirik ke arah Nicholas. Pandangannya berpindah menuju sepiring salmon sashimi dan kembali menyantap irisan daging salmon yang sudah menjadi piring keduanya. "Belum tahu. Aku baru saja menghubungi penjahit untuk menjahit kebaya pengantinku," ucap Giandra dengan nada santai.

Lelaki itu hanya tersenyum. Iris hijau kebiruannya tampak memandangi Giandra. Ia sudah tahu kalau Giandra kerap menyiapkan rencananya sendiri. Meskipun dari lubuk hatinya yang terdalam, Nicholas ingin mencuri start dan meminta Giandra untuk menikah dengannya.

"Sudah kuduga kamu akan melakukannya lebih dahulu. Saat aku business trip di London bulan lalu, aku sudah membeli cincin untuk melamar serta jas untuk pernikahanku nanti." Nicholas menanggapi dengan perasaan tidak mau kalah.

Dibandingkan langsung menimpali ucapan Nicholas, wajah Giandra menampilkan raut sedikit kesal. Bibir wanita itu bergetar sebelum merespons dengan nada jengkel. "Kok Kak Nicky sudah bikin persiapan sendiri?! Memangnya kakak sudah ada calonnya?"

Mata Nicholas memandangi ekspresi yang ditampilkan dari wajah Giandra. Ia tertawa lembut dan mengambil potongan aburi salmon roll untuk menambah isi perutnya. "Belum ada. Siapa tahu aku udah lamaran sebelum aku ulang tahun."

"Enggak boleh!" Giandra merespons dengan nada paraunya. "Aku juga mau ketemu calonku sebelum aku ulang tahun. Lihat saja, nanti aku mau minta Sura buat jodohin aku sama orang Jerman!"

Lelaki itu tertawa lembut saat mendengarkan perkataan Giandra dengan perasaan sabar.

"Terus crush kamu gimana?" Nicholas bertanya. Lelaki itu selalu ingat bahwa Giandra punya crush, namun adiknya, Sura, juga menceritakan kalau crush-nya ini tidak jelas dari segala aspek.

Bahkan Nicholas juga tahu dari Giandra kalau wanita itu menolak lamaran seorang Adipati Jawa dan pengacara kondang—yang langsung mengobrol untuk mengutarakan keinginan mereka untuk melamar Giandra. Meskipun yang ia dengar dari orang, Giandra menolak mereka sebelum kedua lelaki itu berkomunikasi dengan para kakek neneknya. Pada akhirnya, Nicholas mendengar rumor kalau Adipati Jawa itu sedang menjalin hubungan dengan anak pejabat.

"Dia ke laut aja. Selalu saja dia tidak peka. Padahal komunikasi ada terus ketemu juga rutin," balas Giandra sembari mengambil potongan salmon aburi roll-nya yang terakhir.

Setelah mereka menyelesaikan makan malam dan menutup transaksi, Nicholas berencana untuk memutar pusat perbelanjaan yang letaknya dekat rumah keluarganya. Mendengar rencana itu, Giandra tak keberatan. Mereka berdua berjalan mengelilingi mal tersebut dan berbicara banyak hal.

Secara kebetulan, mereka melihat keramaian. Bukan sebuah antrian yang mengular keluar toko. Namun, para pengunjung dari segala umur terlihat sedang mengitari seseorang. Saat petugas keamanan memberikan jalan agar orang tersebut keluar dari kerumunan, seorang wanita langsung mengenali keberadaan Giandra dan menghentikan langkah kakinya.

"Giandra?"

"Oh, hai Bu Kanista."

Mereka berpapasan dengan Kanista Moestadja, Ibu Negara sekaligus istri kedua dari Andhika Pradana. Giandra hanya mengangguk dan benar-benar tidak menduga bahwa ia melihat Ibu Negara pergi ke pusat perbelanjaan. Pemandangan yang tidak biasa, karena publik tahu kalau Kanista ingin berkumpul sama teman-temannya di kediaman pribadi Pak Andhika.

Sejauh yang Giandra ketahui dari sepupunya, Rayan, Ibu Negara baru saja kembali dari jadwal berobat rutin di salah satu rumah sakit. Entah obat jenis apa yang diminum oleh Kanista, tetapi obat itu berhasil membuat wanita itu lebih terkontrol.

Setidaknya, itulah yang dilihat Giandra saat ini, karena biasanya Kanista kerap muncul dan menampilkan perlakukan yang tidak menyenangkan secara lisan dan fisik.

"Kamu kurusan." Kanista berujar saat pandangannya menilai tubuh Giandra dari ujung kepala hingga ujung kaki. Penampilan yang menurutnya terlalu polos dan memprihatinkan. "Sudah kuduga kamu memang tidak ada niatan untuk menikah sampai menolak pria yang melamarmu itu. Pantas saja kau selalu terlihat polosan dan sekarang jauh lebih jelek. Benar-benar memalukan keluargamu sendiri, ya?"

Giandra yang mendengarnya pun hanya menghela napas. Terdengar seperti orang yang tahu segalanya tentang dirinya dan keluarga. Nicholas melihat situasi antara Giandra dan Ibu Negara terasa canggung dan tidak nyaman. Ia berinisiatif untuk merangkul bahu Giandra lalu menariknya untuk menjauhi wanita tersebut.

"Better you watch your mouth, Mam. That's not wise for you to complain about other people. In public."

Kanista hanya menaikkan dahinya saat mendengar Nicholas mengatakan sesuatu padanya. Giandra menoleh pada Nicholas yang mengingatkan Ibu Negara.

"Apa yang baru saja kamu katakan, Nak?"

"Seharusnya Ibu dapat mengerti ucapanku—Seperti branding-mu. Ibu, 'kan, berpendidikan tinggi, bahkan dulu Ibu pernah bersekolah di Oxford. Benar, 'kan?" sindir Nicholas dengan halus dan kembali memandang Giandra untuk pergi bersamanya."Shall we go, My Dear?"

TBC

Published on July 21, 2024

The InheritanceWhere stories live. Discover now