Tanpa sengaja, Raka langsung membuka buku fiksi milik Tio secara kasar. "Saya lagi malas baca yang Bahasa Inggris. Kemarin saya habis telepon sama Minister of Culture-nya Brazil dan kepala saya ngebul. Energi saya terkuras kalau harus baca yang Bahasa Inggris lagi. Kamu tidak punya yang versi Bahasa Indonesianya?"

Tio terkejut dalam hati saat mendengar perkataan Raka. Terutama saat ia harus melihat cara lelaki itu memperlakukan buku-buku yang ia beli sendiri. Saya membeli semua buku ini dengan gaji saya selama mengekori bapak dan saya berekspektasi bapak bisa membaca semuanya dalam Bahasa Inggris—Bapak, 'kan, lulusan National University of Singapore dan Yale University. Wanita muda itu hanya membatin pasrah.

"Saya hanya memiliki cetakan Bahasa Inggris. Kalau Bapak mau baca cetakan Bahasa Indonesianya, saya belikan atau carikan di Perpustakaan Nasional. Bapak mau e-book atau cetak fisik?" Tio berujar dengan beberapa tawaran untuk Raka.

Mengabaikan tawaran dari Tio, Raka memilih untuk melihat bagian Acknowledgments. Saat Raka berhasil menemukan halaman yang dimaksud, ia langsung membenarkan letak kacamatanya. Lelaki itu langsung menaruh perhatian saat mengenali salah satu nama yang menarik perhatiannya.

Acknowledgments
Thank you and kudos to my editor, Nicholas Wiradikarta.

Lelaki itu hanya memberikan ekspresi datar. Ia bisa menyimpulkan bahwa Giandra dan Nicholas memiliki kedekatan sebagai teman dan secara profesional—penulis dan penyuntingnya.

"Jadi Nicholas Wiradikarta ini editor-nya?" Raka berujar sembari membiarkan halaman tersebut terbuka. Kemudian ia menaruh buku itu tepat di atas meja kerjanya.

"Ya, Pak. Nicholas sudah menjadi penyunting Giandra sejak buku pertamanya," jawab Tio dengan perasaan hati-hati.

Raka mengangguk dengan perlahan. Seketika ia menaruh perhatian terhadap hubungan Giandra dan Nicholas. Terutama Nicholas, lelaki yang terlihat mapan dan cakap, berhasil menarik atensi Raka saat datang ke pernikahan adik dari Alya Jusuf. "Sebenarnya Nicholas ini sudah ada pacar atau belum, ya?"

"Kenapa Bapak bertanya soal statusnya Nicholas?" Tio itu membalikkan pertanyaan dan menatapnya bingung.

Raka langsung membalas pandangan Tio dengan tatapan yang penuh pertanyaan. Akan tetapi, memang pertanyaan tersebut murni kesalahan Raka dan mulutnya yang asal ucap. Dari kacamatanya, ia melirik kembali ke arah buku-buku cetakan Bahasa Inggris yang sudah dibawakan oleh sekretaris. Mengingat jadwalnya yang padat dan buku Giandra yang tebal, Raka sudah telanjur malas jika harus meluangkan waktu dan membuka semua lembaran buku. Meskipun penulisnya adalah wanita yang menarik perhatiannya.

"Abaikan saja," ucap lelaki berusia 40-an itu dan ia terpikir sebuah cara untuk menarik perhatiannya Giandra. "Tolong kamu baca lagi buku-bukunya Giandra dan buat ulasan singkat. Saya tunggu sampai hari Kamis—sebelum saya bertemu Menlu Singapura di Jumat malam."

"Siap, Pak." Tio itu langsung mengambil semua buku miliknya dan berjalan mendekati pintu untuk keluar dari ruangan.

Akan tetapi, Sebelum wanita itu mencapai pintu ruangan kerja Raka untuk keluar, Raka memiliki ide untuk menghubungi Nicholas. "Tolong cari nomor teleponnya Nicholas Wiradikarta, ya. Kemarin saya bertemu di pernikahan adiknya Alya Jusuf. Namun, saya tidak sempat meminta nomor teleponnya," perintah Raka.

Mendengar perintah Raka, Tio hanya menghela napas. "Siap, Pak."

Setelah keluar dari ruangan Wakil Menteri, Tio hanya mengernyitkan keningnya. Pikirannya mulai bekerja dengan perasaan kesal. Wanita itu sangat menyukai karyanya Giandra Euphrasia dan, dengan senang hati, ingin meminjamkan koleksi Bahasa Inggrisnya kepada Raka. Sesuai dugaan, Raka mengerjainya dan memberikan tugas membuat ulasan.

The InheritanceWhere stories live. Discover now