"Mungkin tamu lainnya akan mengira kamu habis merangkai bunga sebelum pergi kondangan." Mbak Yaya menanggapi. Hidung wanita berusia paruh baya itu mencium wangi parfum Giandra, yang tampaknya, bukan wangi parfum teh yang biasa disemprotkan oleh Giandra jika keluar rumah. "Aku suka wanginya, Non. Kamu habis beli parfum?"
Giandra hanya mengangguk. Ia tahu persis bentuk reaksi yang ditampilkan dari wanita yang sudah lama bekerja sembari menemaninya hidup.
Sejak akhir 80-an, Mbak Yaya sudah lama mengabdikan dirinya sebagai asisten rumah tangga Keluarga Hadiwiryono. Sebelum dipercaya untuk mengurus Giandra, Mbak Yaya membantu ART senior untuk mengurus kebutuhan dan mengabulkan keinginan dari dua putri termuda Keluarga Hadiwiryono—Kirana dan Anindya. Lalu mengurus Giandra—bahkan Mbak Yaya dikirim ke Australia untuk membantu Hiram dan Kirana mengasuh new born. Tak ketinggalan, turut membantu mengasuh sepupu-sepupunya jika dibutuhkan.
Setelah kepergian orangtua Giandra, Mbak Yaya lebih banyak mengurus nona muda dan rumahnya di Permata Hijau. Terkadang Mbak Yaya juga dibantu oleh beberapa asisten rumah tangga Bu Frida yang kerap mengunjungi kediaman Giandra. Salah satunya adalah Mbak Laras, ART yang jauh lebih senior yang kerap datang dengan membawa titipan dari Bu Frida untuk Giandra.
Meskipun mereka tinggal berdua di rumah mewah tersebut, Giandra selalu senang tinggal bersama Mbak Yaya dan ia selalu meminta Mbak Yaya untuk pergi bersamanya—meskipun Mbak Yaya lebih sering menolak ajakan Giandra dan memilih untuk nonton serial detektif Amerika di ruang TV dan minta dibawakan makanan enak.
Terkadang, Mbak Yaya juga membantu Giandra untuk menerima tamu yang tidak diharapkan. Ia tahu bahwa nonanya tidak suka dikunjungi oleh Ibu Negara (biasanya karena beliau selalu berperilaku tidak sopan) dan sepupu laki-laki tertuanya, Akbar Pradana (karena suka kelepasan membahas uang dan warisan dari kakek nenek yang belum menemui ajalnya).
Karena itu, Mbak Yaya memiliki kreativitas dalam membuat alasan yang masuk akal. Alasan itulah yang ia sampaikan kepada ajudan Ibu Negara atau Akbar Pradana sendiri. Misalnya Giandra yang pergi dinas hingga mendapat kunjungan dari dua wanita yang sangat tidak disukai oleh Ibu Negara—Rania Airlangga Hassan dan Ingrid Ehrlich.
"Apa nenek sihir itu juga datang?"
Perempuan muda itu hanya menggeleng sembari melihat penampilannya dari cermin. Semalam sebelumnya, Giandra sudah menghubungi sepupu laki-laki terdekatnya, Rayan, dan mengabari siapa saja dari Keluarga Pradana yang akan datang. "Hanya Pak Andhika dan anak-anaknya yang datang."
"Kamu pergi ke kondangan sama mereka?" Lagi-lagi Mbak Yaya bertanya. Pikirannya tak bisa membayangkan jika Giandra harus pergi dengan iringan paspampres.
"Tidak. Aku pergi bersama Kak Nicky!" ucap Giandra dengan perasaan antusias.
Iris cokelatnya melirik ke arah layar ponsel yang menampilkan beberapa notifikasi pesan dari lelaki yang telah ia nantikan. Sebelum Mbak Yaya sempat menanggapi ucapan Giandra, wanita muda itu terlihat sedikit kaget.
"HAH, KAK NICKY SUDAH SAMPAI?!"
WhatsApp
Nicholas Wiradikarta
Giandraaa
Anak kecil
Aku sudah sampai yaaaaa
Mbak Yaya lagi pergi, yaa?
"Astaghfirullah, belnya tidak terdengar karena baterainya belum diganti." Mbak Yaya membalas sembari menepuk keningnya dengan perlahan. Dengan sigap, Mbak Yaya mulai melangkahkan kakinya menuju luar pintu kamar. "Sebentar, Non. Mbak bukakan pintu dulu."
Berbeda dengan ART grandma yang akan kaget dan sempoyongan jika mendengar Giandra pergi dengan lelaki, justru Mbak Yaya lebih bisa menerima karena nona yang ia layani itu sudah memasuki usia yang siap untuk menjalin hubungan. Apalagi saat Mbak Yaya tahu bahwa Giandra sering bertemu dan pergi dengan pria baik-baik (menurutnya, dan pria baik-baik itu kerap menyogok dengan jajanan pasar yang enak), sehingga Mbak Yaya bisa menerima pria baik-baik itu.
"Mas Nicholas, maaf saya baru buka pintu. Baterainya habis dan belum diganti." Mbak Yaya mengatakannya saat membukakan pintu untuk seseorang yang sudah dinantikan oleh Giandra.
"Tidak apa-apa, Mbak Yaya. Saya baru turun setelah Giandra baca WA saya, kok." Nicholas merespon dan berjalan mengekori asisten rumah tangga tersebut menuju ruang tengah.
"Sambil menunggu Non Giandra selesai, Mas boleh duduk di ruang tengah, ya. Mbak buatkan teh dulu."
"Tidak usah, Mbak Yaya. Saya jemput Giandra sekalian pergi ke acaranya Mbak Alya." Nicholas mengatakannya sembari memberikan sebuah kotak yang berisi jajanan pasar yang menjadi kesukaannya Mbak Yaya. "Saya sama Giandra akan pulang lebih larut. Tolong jangan kunci pintunya."
Mata wanita itu langsung menerima jajanan pasar yang berasal dari toko kue yang baru buka cabang di Pondok Indah. "Terima kasih banyak Mas Nicholas."
Lelaki itu langsung dipersilahkan untuk duduk di sofa ruang tengah. Tempatnya biasa duduk jika bertemu dengan Giandra. Iris hijau kebiruannya tampak mengamati pemandangan dari dalam kediaman Giandra yang tidak pernah berubah. Selain adiknya, Sura, dan beberapa teman dekat Giandra lainnya, Nicholas lebih sering ke kediaman tersebut untuk menemani Giandra menulis atau menjemputnya untuk pergi makan bersama. Bahkan Mbak Yaya, ART yang sudah lama bekerja untuk Giandra, sudah familiar dengan kehadiran Nicholas dan betapa dekatnya lelaki itu dengan nonanya.
Iris hijau kebiruannya langsung menyadari keberadaan boneka beruang yang ia berikan sebagai buah tangan untuk Giandra. Boneka beruang itu didudukan di atas sofa lebar dan bersandar pada bantal-bantal dengan warna senada. Tangan lelaki itu, secara tak sadar, mengusap bulu halus dari boneka beruang ikonik Jellycat tersebut. Kemudian Nicholas tersenyum.
Nicholas tahu persis kalau Giandra menamai beberapa boneka dan koleksi Sylvanian Families dengan nama-nama public figure kesukaannya. Misalnya seperti Yeri untuk boneka naga di ruang kerja, Carlos untuk Midnight Cat Dad yang ada di samping nakas ranjang, Jude untuk Chocolate Rabbit yang ada di meja rias, Oscar dan Wendy untuk boneka kelinci berwarna cokelat dan krem di sofa kamar, dan ....
"Kakak, kamu sudah menyapa George, ya?"
Telinga Nicholas menangkap suara Giandra yang memanggilnya dari tangga. Giandra berjalan mendekatinya dan membuat lelaki itu tak dapat mengedipkan matanya atau mengalihkan pandangannya—menurutnya, Giandra sangatlah cantik dan selalu cantik jika mengenakan kebaya encim berwarna biru. Giandra pun tak bisa melepaskan pandangan dari Nicholas yang terlihat tampan dengan setelan jas berwarna hitam.
Mereka hanya tersenyum dan disambung dengan gelak tawa yang terdengar malu-malu. Bibir Giandra tampak ingin memuji betapa tampannya Nicholas sebagai plus-one-nya, namun pikiran dan hati Nicholas ingin memuji betapa cantiknya Giandra saat ini—bahkan ia juga ingin memuji betapa manis wewangian yang dipilih oleh Giandra untuk agenda mereka hari ini. Mereka berdua pun memilih untuk menahannya, meskipun sebenarnya mereka sudah sadar dari wajah mereka yang sudah memerah.
"George? Boneka beruangmu kamu beri nama George?" tanya Nicholas yang memecah keheningan antara mereka. Matanya melirik kembali ke boneka tersebut dan seketika ia dapat menebak nama public figure yang disematkan untuk boneka beruang ini.
"Ya, karena kamu pulang dari Inggris bersamanya." Giandra melanjutkan ucapannya. Ia tahu persis dari Snapgram yang publikasikan Nicholas secara terang-terangan pada beberapa hari yang lalu. "Bahkan kamu membuatnya nyaman karena kamu membawanya ke kabin."
Lelaki itu hanya menghela nafas begitu tahu Giandra mengingat postingannya dan melirik Giandra yang wajahnya tampak memerah. "Kamu akan mendiamiku seharian jika aku memberikan boneka beruangmu dalam keadaan terhimpit tak terbentuk setelah penerbangan London-Jakarta."
TBC
Published on July 16, 2024
ESTÁS LEYENDO
The Inheritance
Romance📚 Spotlight Romance of December 2024 by Romansa Indonesia 📚 Penulis dengan cita-cita yang besar, diplomat muda yang tidak ragu, dan tiga kali lamaran. Seorang diplomat Indonesia, Nicholas Wiradikarta, memiliki perasaan terhadap penulis dengan nama...
5. The Plus-One
Comenzar desde el principio
