📚 Spotlight Romance of December 2024 by Romansa Indonesia 📚
Penulis dengan cita-cita yang besar, diplomat muda yang tidak ragu, dan tiga kali lamaran.
Seorang diplomat Indonesia, Nicholas Wiradikarta, memiliki perasaan terhadap penulis dengan nama...
"Aku sudah sering mengatakan agar kamu mencari laki-laki lain." Sura berujar dengan nadanya yang agak tinggi. Tangannya mengguncang sedikit bahu Giandra. "Harusnya kamu terima saja lamaran dari Adipati Jawa itu."
"Aku tidak mau pindah ke luar kota dan menetap." Giandra mengatakannya dengan perasaan pasrah. Ia tidak suka jika harus mengubah hidupnya dengan cara seekstrem itu. "Aku suka tinggal pindah-pindah antar negara. Grandpa juga menolak beliau."
"Kalau begitu seharusnya kamu terima saja Hamdi Hassan!" Sura menyahuti dan teringat bahwa teman dekat kakaknya itu merupakan seorang pengacara terkenal yang menangani banyak kasus di Indonesia dan Australia. "Dia kompeten dan baik padamu."
"Aku besar dengan anak-anak Hassan dan rasanya aneh kalau aku menikah sama Hamdi. Lagipula grandpa sudah menolak lamaran Hamdi saat mereka ketemu di Jakarta."
Perempuan itu menghela napas saat mendengar fakta bahwa lamaran Giandra, dengan siapa pun itu, harus disetujui oleh para kakek nenek yang bertindak sebagai wali. Sura ingat ada beberapa tajuk gosip yang membuat netizen agak menggila. Terutama fans dari dua lelaki yang terkenal mengirim komentar dengan tone tidak baik. Namun, Giandra dapat membantah karena hubungan mereka tidak berkaitan dengan unsur romantis.
Bahkan saat netizen mengetahui Giandra mengisi waktunya dengan bekerja di salah satu start up e-commerce besar di Asia, Forest Green, mereka malah menaruh rasa kasihan terhadap Giandra. Menurut netizen, sangat memprihatinkan kalau perempuan semuda Giandra harus berkelahi dengan waktu kerjanya dan tak sempat menjalin hubungan asmara dengan lelaki mana pun.
"Giandra?"
Giandra dan Sura langsung menyorotkan pandangan dengan bingung pada sosok pria yang menghampiri meja mereka. Pria yang mengenakan batik bernuansa biru dan kacamata pun tersenyum sopan.
"Ya, hai?" Perempuan itu merespons dengan sopan. Ia melihat sejenak ke wajah lelaki yang memandangi wajahnya. Giandra tak asing dengan wajahnya yang dibingkai dengan kacamata lebar dan rambut klimisnya. Pikirannya berusaha untuk menggali ingatan terkait identitas pria yang menyapanya.
Sayangnya, Giandra berasumsi bahwa pria yang kini memandanginya dengan lekat adalah PNS dengan golongan pangkat tertinggi. Mungkin juga pria itu merupakan pejabat-luar-biasa yang bekerja untuk pamannya, Andhika. Semuanya terlihat jelas dari kemeja yang dijahit khusus, walau pria itu tidak mengenakan ID dan lanyard dari instansi asal. "Maaf, aku lupa namamu."
"Raka." Lelaki itu menyebutkan namanya sendiri. Tak lupa, ia tersenyum sopan dengan deretan giginya yang rapi kepada Giandra.
Ah, ternyata dia Raka Purnomo—yang saat ini menjabat sebagai Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Aku baru ingat karena dia juga political mentee-nya Uncle Andhika. Wajar saja aku baru ingat setelah ia menyebutkan nama karena sudah lama aku tidak datang ke Menteng. Giandra membatin sembari memikirkan respons yang akan dia berikan. Sementara Sura memilih untuk meminum es teh manisnya sembari mengamati pertemuan Giandra dan wakil menteri muda yang terasa canggung.
"Oh, Pak Raka, apa kabar?" Giandra mencoba menanyakan kabar.
"Sangat baik, Ternyata kamu sedang makan siang, ya?" Raka merespons dan menyadari bahwa ia salah dalam memberikan tanggapan. Matanya sudah jelas melihat beberapa piring yang berisi aglio e olio, steak, caesar salad, dan risotto.
Giandra melirik makan siangnya, yang baru dimakan sebagian, dan melihat lagi lelaki yang mengajaknya mengobrol. Tampak Giandra merasa aneh dengan basa basi janggal ini. "Ya, aku sedang makan siang dengan teman dekatku."
Sura hanya tersenyum sopan saat pria tersebut meliriknya. "Hai."
Mata Raka yang terbingkai dari bingkai kacamatanya pun melihat perempuan berwajah campuran yang duduk bersama Giandra. Tentu saja Giandra bersahabat dengan putri bungsu Pak Remus Wiradikarta—keluarga yang sangat dihindari oleh Ibu Negara.Tetapi dibandingkan dia, tampaknya aku tertarik untuk melihat Giandra, yang selalu terlihat sangat cantik. Tak heran pikiranku tersugesti untuk berjalan ke sini di saat aku memiliki agenda penting. Batin Raka dengan pandangan yang terkunci pada Giandra. Lelaki itu memandanginya tanpa mengedip. Terpesona akan kecantikan Giandra, tetapi tak mungkin Raka menunjukkan reaksi tersebut.
"Pak Raka, Bapak harus segera ke ballroom," bisik salah seorang ajudan yang berdiri dekat Raka. Matanya melirik ke arah ponsel.
Bisikan ajudan membuat Raka merasa kecewa, meskipun tidak menampilkan reaksi wajah. Seharusnya ia bisa melihat Giandra lebih lama dan mengobrol sedikit. Akan tetapi, Raka harus memenuhi agendanya dan berjalan menuju ballroom. "Saya harus pergi. Saya harap kamu akan datang ke acara yang diadakan pamanmu dan kita bisa mengobrol lagi, Giandra." Raka berujar sembari berpamitan kepada Giandra dan Sura. "Senang bertemu dengan kalian."
"Ya, Pak Raka," balas Giandra sopan.
Setelah Raka dan ajudannya pergi dari pandangan mereka, Sura pun tampak mengernyitkan mata dengan perasaan tidak percaya, lalu melirik Giandra yang langsung mengambil sendok garpu. "Temanmu Wamenparekraf?"
"Dia Wamenparekraf dan bukan temanku, Sayang. Hanya kenalan—beliau political mentee-nya pamanku." Giandra memperjelas jawabannya sembari melanjutkan makan siang. "Sungguh, Sura, aku pun baru ingat beliau itu Pak Raka, namun aku bingung dia siapa—kacamata dan potongan rambutnya tampak berbeda."
"Tenang saja, Gi, karena aku yang tinggal di Indonesia pun juga lupa dia siapa."
Kedua perempuan muda itu hanya menganggukkan dengan pelan dan kembali memakan hidangannya. Tak disangka, Sura memiliki pertanyaan lain terkait dengan keluarga Giandra 'yang itu' di benak pikirannya. "Anak-anak pamanmu tidak tertarik untuk 'melanjutkan dinasti'?"
"Pamanku tidak tertarik membangun dinasti untuk keluarganya sendiri. Lihat saja sepupuku—Akbar memilih untuk meneruskan bisnis pamanku, Nilam membantu Akbar sembari terekspos berita dengan tajuk unik, dan Rayan mengambil spesialis Bedah Saraf di Yogyakarta." Giandra bercerita secara singkat mengenai keluarga sepupunya yang berawal dari keluarga pebisnis besar dan sekarang menjadi keluarga RI 1 yang dikagumi. Tentu saja berkar Andhika Pradana yang menceburkan diri ke dunia politik dan menjadi ahli.
"Rayan, Rayan," ucap Sura dari bibirnya sembari mengingat siapa pemilik nama yang familiar itu. "Sepupumu itu bersahabat dengan kekasihku, bukan?"
Giandra menganggukkan kepalanya. Ia ingat persis bahwa sepupunya itu adalah sahabat dari kekasihnya Sura, Fabian Hafiyyan, yang sekarang kembali ke Jerman untuk melanjutkan studi spesialisnya. "Rayan bersahabat dengan Fabian sejak kuliah. Ia banyak bercerita soal kekasihmu itu."
"Fabian tidak pernah memperkenalkan sahabatnya padaku. Ia hanya menceritakannya selama ini. Bahkan kalau aku menelepon Fabian, dia pasti menceritakan life update dari orang terdekatnya, termasuk Rayan Rayan itu."
"Percaya padaku, Fabian akan memperkenalkan Rayan padamu." Giandra merespon dengan nada tenang. Ia menyadari bahwa ponselnya bergetar dari dalam tas Fendi baguette lawas miliknya. Sesegera mungkin, Giandra mengambil ponselnya untuk melihat notifikasi siapa yang menginterupsi obrolannya dengan Sura.
WhatsApp Alya Jusuf Giandra Sayang, supirku sudah mengantarkan undangan pernikahan adikku ke rumahmu. Aku harap kamu bisa hadir ke acaranya dan kamu bisa membawa plus one-mu, yaaa ♡
TBC
Published on July 13, 2024
nas's notes: boneka giandra yang akan dibelikan nicky itu memang boneka beruang ikonik dari jellycat.
¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.