BAB 37

93 10 0
                                    

"Drastha sepertinya.."

Taraka mengangkat tangannya, tidak ingin mendengar siapapun untuk mengatakan apapun. Fokusnya sekarang adalah untuk menemani istrinya. Tabib sudah mengatakan kepadanya kalau istrinya terkena racun yang ada di mata anak panah yang mengenai tubuhnya.

Meskipun anak panah itu hanya menggores kulitnya, namun racun itu berhasil masuk ke dalam pembuluh darahnya. Tabib mengatakan kalau beruntungnya, ia membawa istrinya dengan cepat, sebelum racun itu tiba di jantung, tempat dimana sumber kehidupan berada.

Akan tetapi, tidak ada keberuntungan dari apa yang baru saja mereka alami ini. Tidak ada yang beruntung ketika ia melihat istrinya, Qiu-nya terbaring dan tidak sadarkan diri seperti ini.

"Raden Ayu memerlukan waktu, Drastha. Sekarang tubuhnya tengah berjuang untuk mengeluarkan semua racun yang hampir saja—" tabib diam karena tidak berani melanjutkan ucapannya.

Sangat pamali bagi seorang tabib mengatakan kata-kata buruk kepada semua anggota kerjaan.

"Tinggalkan aku dengan Raden Ayu Manika," kata Taraka pelan, seolah semua tenaga yang ia miliki sudah sirna.

Perlahan, semua orang meninggalkan ruangan, termasuk Wening yang masih saja menangis. Mo menarik bahu Wening untuk mengajaknya keluar dan mengisyaratkan kalau sang Raden Ayu akan baik-baik saja bersama dengan pangeran mahkota.

Tatjana masih memejamkan matanya, dan dari wajah itu, terlihat sekali kalau dirinya sedang kesakitan. Bahkan di dalam tidurnya pun, ia masih merasakan sakit.

Akan tetapi, satu hal yang tidak diketahui oleh Taraka adalah, bahwa Tatjana kembali bertemu dengan Manika.

***

Tatjana membuka mata dan ia tahu kalau tempat itu adalah tempat terakhir kali dimana dirinya bertemu dengan Manika. Di tempat ini, ia tidak merasakan sakit sama sekali.

"Tatjana?" panggil suara Manika yang sudah Tatjana kenali. "Kamu akan baik-baik saja. Tidak akan ada yang bisa membunuhmu di sini."

"Kenapa kita bertemu?" tanya Tatjana.

"Karena kamu sudah menyelesaikan tugasmu."

Kening Tatjana berkerut. "Aku belum mencintai Taraka."

Ada suara tawa di sana. Lalu, Manika kembali berkata. "Kenyataan bahwa kamu cukup terkejut ketika aku mengatakan kalau tugasmu sudah selesai, menandakan kalau kamu sudah mencintainya, Tatjana. Rasa takut akan berpisah adalah titik awal dari sebuah cinta."

"Aku masih belum mengerti dengan alasanku berada di sini," kata Tatjana.

"Seperti kataku waktu itu.. Aku menyelamatkamu di masa depanmu, dan kamu harus menyelamatkanku di masa ini. Aku menarikmu ke sini karena kamu harus melakukan sesuatu yang tidak bisa kulakukan kalau aku mati. Kamu berhasil hidup, setelah diberi racun dan dibuang ke hutan. Kamu berhasil mengambil posisi yang seharusnya menjadi milikku dengan menikahi Taraka. Lalu, kamu berhasil menyelamatkan Taraka dengan mengorbankan dirimu."

"Setelah ini aku akan kembali ke duniaku?" tanya Tatjana.

Suara itu menjawab, "Tentu saja. Kita adalah jiwa yang sama, Tatjana. Kamu adalah aku, dan aku adalah kamu. Begitu juga dengan Taraka. Kamu akan bertemu lagi dengannya.  Kita mati di masa ini, dan terlahir kembali di masa depan. Kamu sudah membetulkan kisah di masa lalumu---kisahku--dengan hidup dan mencintai Taraka."

"Kalau aku kembali ke duniaku, bagaimana dengan kamu dan Taraka? kamu akan kembali ke tubuhmu dan aku akan kembali ke tubuhku? Kalian akan hidup bersama kan?" tanya Tatjana lagi.

Ada lebih banyak pertanyaan sekarang. Ia tidak tahu kalau waktunya di sini akan segera habis.

"Aku akan kembali ke tubuhku dan akan hidup dengan Taraka. Kamu sudah membantuku melewati masa-masa genting. Aku akan hidup dengan baik demi rasa terima kasihku padamu, Tatjana."

Sedikit banyak, apa yang dikatakan oleh Manika membuatnya tenang. Sepertinya, mereka akan kembali ke tempat masing-masing.

"Kamu akan segera kembali ke masamu, Tatjana. Aku sangat berterima kasih kepadamu. Tapi, kamu akan melupakan semuanya ketika kamu tersadar nanti."

Tatjana mengerutkan keningnya. "Sebanyak apa yang akan aku lupakan?"

"Semuanya. Kamu hanya akan mengingat diri dan namamu saja."

Lalu setelah itu, Tatjana merasa kalau tubuhnya terasa memudar dan tersedot ke sebuah lubang yang menariknya untuk kembali.

***

"Manika?"

Manika membuka matanya dan wajah pertama yang ia lihat adalah wajah Kasim Aswanara, ayahnya. Ia menangis dan berusaha untuk duduk. Kasim Aswanara membantunya dan ia segera memeluk ayahnya.

Ia tidak peduli dengan rasa sakit pada bahunya dan rasa panas yang menjalar di sekujur tubuhnya. Ia sangat merindukan ayahnya.

"Kamu tertidur cukup lama, putriku. Kamu pasti kelelahan.."

"Bapak.." panggil Manika. "Kulo sangat merindukan Bapak."

Setelah itu, Manika hanya menangis. Ia merasa bahagia karena semua yang dilakukannya berjalan dengan baik.

Meskipun hanya dirinya yang mengingat dan mengetahui semuanya, namun dirinya akan terus menghormati dan menghargai kehidupannya yang diberikan oleh Tatjana.

"Qiu.."

Sebuah suara lain terdengar, membuat Manika melepaskan pelukan dari ayahnya. Ia menoleh dan mendapati kalau sang pangeran mahkota sedang berdiri tidak jauh darinya.

Ia kembali menangis karena tidak percaya kalau dirinya akan bertemu lagi dengan pria yang sangat ia cintai.

"Drastha.. Maaf karena kulo membuat Drastha khawatir.."

Taraka tidak bisa menahan dirinya dan ia langsung memeluk Manika. Sekarang, pelukannya terasa sangat nyaman dan seolah Taraka menemukan Qiu-nya lagi.

"Jangan pernah lagi mendorongku ketika kamu akan dalam bahaya, Qiu. Akulah yang akan menjagamu, bukan sebaliknya."

Mereka melepaskan pelukan masing-masing dan saling pandang. Semua yang ada di ruangan itu menunduk, namun mereka menghapus air di pelupuk mata mereka ketika menyaksikan apa yang sedang terjadi.

Manika menarik dan menghembuskan napasnya, tahu kalau ini bukanlah akhir dari segalanya. Ia tahu kalau setelah ini, masih banyak rintangan yang akan ia dan Taraka lalui. Akan tetapi, ia sudah berjanji pada dirinya sendiri.

Bahwa dirinya akan menghargai kehidupan yang sudah diberikan oleh Tatjana.

SELESAI

Permata Dari RembulanWhere stories live. Discover now