BAB 10

520 83 14
                                    

Seorang lelaki berbaju lusuh yang sepertinya sudah melakukan perjalanan jauh itu menatap ke sekitarnya, seolah menunggu tempat itu menjadi sepi agar ia bisa berjalan dengan leluasa. Lelaki itu terlihat tidak pantas berada di sana, di sebuah semak tebal yang merupakan perbatasan antara perumahan warga dengan benteng istana. Lelaki itu berada di bagian selatan istana, yang kebetulan penjagaannya memang lebih renggang dari sisi lainnya, karena bagian selatan istana bersebelahan dengan sungai dan hutan belantara. Hampir tidak ada orang yang mau melewati tempat itu, karena hutan itu dikenal sangat angker dan Kramat.

Setelah merasa kalau tempat itu benar-benar aman, ia melangkah dan menyeberangi sungai hanya dengan melompati batu-batu yang membentang melintangi sungai. Letak dan ukuran batu itu sangat sulit untuk dilalui. Namun, lelaki berbaju lusuh itu sepertinya sudah terbiasa melakukannya, sehingga tidak terpeleset sedikit pun.

"Hei kau!" teriak seorang prajurit yang membawa perisai dan tombak.

Kebetulan, prajurit itu sedang bertugas untuk mengelilingi bagian luar istana, dan ia sangat terkejut ketika melihat seorang lelaki melompati pagar istana yang sedikit rendah dan menghilang dibaliknya. Prajurit itu langsung berlari dan juga melompari pagar itu. Kerajaan Balwanadanawa memiliki prajurit yang sangat handal, sehingga mereka selalu bisa menemukan penyusup yang berkeliaran. Namun, ketika mendarat di bagian dalam istana, ia tidak melihat keberadaan lelaki itu. Lelaki itu seolah menghilang begitu saja.

Prajurit itu terus mencari si lelaki yang tidak dikenali itu. Ia yakin kalau orang itu pasti sedang bersembunyi di sekitar sini. Demi kecintaan dan rasa hormatnya kepada kerajaan ini, ia harus menemukan orang itu. Lalu tatapannya tertuju pada sebuah pondok yang digunakan untuk menyimpan beberapa alat perang darurat. Istana Balwanadanawa memang menyediakan penyimpanan senjata di setiap sisi istana, untuk berjaga jika suatu saat kerajaan ini diserang mendadak. Itu adalah salah satu taktik yang diberikan oleh Kasim Aswanara. Kasim beralasan jika mereka memiliki penyimpanan pada setiap sisi istana, maka para prajurit bisa langsung mengambilnya tanpa perlu berlari ke payon omah senjata.

Prajurit itu terus berjalan ke arah sana hingga tiba-tiba punggungnya ditepuk oleh seseorang. Sontak, ia membalik badannya dan satu detik kemudian, ia berlutut di hadpaan orang itu.

"Yang Mulia Pangeran," kata prajurit itu sambil menundukkan kepalanya dengan hormat.

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya pangeran Kanigara Tiktasankara Adiwignyarga.

Kanigara Tiktasankara Adiwignyarga adalah seorang pangeran yang sangat dihormati di kerjaan ini. Ia adalah pewaris nomor dua setelah Prabudewa Taraka Karnasankara Adiwignyarga. Ia juga merupakan adik dari Taraka dan anak kandung dari sang ratu. Setelah Taraka, Kanigara adalah pangeran yang sangat berpengaruh kuat. Namun, Kanigara merupakan seorang pangeran yang sangat ramah kepada semua orang. Ia bahkan mengingat nama beberapa pelayan istana yang bertugas untuk mencuci pakaian para anggota kerajaan.

Meskipun Taraka dan Kanigara adalah saudara, namun sifat mereka sangatlah berbeda. Taraka adalah seorang pangeran mahkota yang selalu menggunakan pedang sebagai alat yang ia gunakan untuk mempertahankan diri dan kerajaannya. Sifat Taraka juga sangat dingin, ia bahkan hampir tidak pernah bicara dengan adik kandung dan adik tirinya. Sementar Kanigara adalah pangeran yang pintar dan menggunakan alat tulis sebagai caranya mempertahankan kerajaan ini. Baginya, kerajaan ini membutuhkan orang pintar agar bisa tetap maju. Ia juga sering menghabiskan waktu bersama dengan pangeran lainnya.

"Maaf, Yang Mulia Pangeran. Abdi melihat ada seseorang yang mencurigakan memasuki pagar istana," jawab prajurit itu.

"Oh ya? Tapi aku duduk di bawah pohon itu dari tadi dan tidak melihat siapapun selain dirimu yang melompati pagar istana," jawab Kanigara. "Apakah kamu yakin melihat orang? Bukankah hutan di sana sangat angker dan tidak ada yang mau melewatinya?"

Permata Dari RembulanDonde viven las historias. Descúbrelo ahora