BAB 2

925 134 8
                                    

Tatjana kembali terbangun dari tidurnya dan semakin merasa bingung karena ia masih saja berada di tempat aneh ini. Kali ini, ia terbangun di sebuah ruangan yang mungkin bisa dikatakan sebagai sebuah kamar. Perlahan ia berdiri dan menuruni dipan tempatnya berbaring dan menyingkap kelambu yang menutupinya. Setelah melihatnya dengan lebih jelas, ternyata ukuran kamar ini cukup besar, terasa kuno namun juga terasa mewah. Ada banyak ukiran yang rumit dan indah di setiap furniturnya. Ia mengenali beberapa furnitur seperti lemari, dipan, sebuah meja dan jendela.

Ada satu benda yang menarik perhatiannya, sebuah cermin besar dengan ukiran naga yang mengelilinginya.

Cermin.

Tiba-tiba saja ia tertarik untuk melihat wajahnya sekarang. Ia merasa ingin tahu bagaimana wajah Manika. Apakah ia sekarang menyerupai Manika, atau sebenarnya wajah Manika lah yang mirip dengannya?

Ia melangkah ke arah cermin itu dan terpaku untuk  beberapa saat ketika mendapati wajahnya. Ia mengenali sosok di cermin itu. Sosok itu menyerupai dirinya, benar-benar menyerupai dirinya. Sekarang, yang ada di pikirannya adalah, di mana Manika? Tapi terlebih dari apapun, ia tersenyum puas melihat wajahnya. Kulitnya begitu terawat dan halus.

"Manika pasti selalu aware soal kulit," katanya. Ia menyentuh kulit wajahnya yang sangat halus ini.

Ketika ia sedang memperhatikan wajahnya, seorang wanita yang ia ingat semalam berada di hutan memasuki kamar ini. Wening, ia ingat nama wanita ini adalah Wening. Semalam Wening mengatakan kalau mereka adalah teman sejak kecil. Tatjana berusaha untuk memasukkan informasi itu dengan sebaik-baiknya di dalam kepala.

"Bagaimana tidurmu?" tanya Wening dengan nada bersahabat. "Aku adalah temanmu, apa kamu sudah ingat? Aku sangat marah karena kamu tidak mengenaliku."

"..." Tatjana terdiam karena tidak tahu harus berkata apa. Bahasa yang digunakannya terasa aneh dan sangat baku. Dan anehnya lagi, ia memahami bahasa itu.

"Aku adalah temanmu dan sekarang bekerja sebagai orang yang menemanimu. Kamu tahu? Ini bukan pekerjaan, aku sangat suka menemanimu."

Tatjana tersenyum ketika mendengarnya. Kelihatannya Wening memang orang baik dan karena itu, timbul sebuah pemikiran dalam dirinya. Apakah ia bisa bertahya kepada Wening tentang diri Manika? Karena, untuk menjadi seorang Manika, setidaknya ia harus mengenal sedikit kepribadiannya. Namun, ia juga takut kalau pertanyaannya akan. Membuat Wening merasa curiga terhadapnya.

Tapi, siapa lagi orang yang bisa ia tanyai selain Wening?

Bukankah Wening adalah sahabatnya sejak kecil? Wening pasti adalah orang yang paling tahu apakah dirinya ini Manika atau bukan, dan Wening sendiri yang mengatakan kalau dirinya adalah Manika. Artinya, jika ia bertanya pun, Wening tak akan curiga, kan?

Akhirnya, setelah berpikir dengan sangat lama, ia memutuskan. Untuk mengatakan yang sejujurnya. "Aku bukan Manika yang kamu kenal."

Belum genap satu detik ia mengucapkannya, telapak tangan Wening sudah mendarat di pipinya. Sahabatnya itu menowel pipinya dengan gelas sambil berkata, "Mungkin kamu lupa sebagian dirimu karena hal yang terjadi padamu di hutan. Tapi, aku tidak akan tertipu. Aku tahu kalau kamu adalah Manika yang aku kenali."

Baiklah, ternyata hal itu pun tidak bisa dipercaya oleh Wening. Ia memutuskan untuk kembali bertanya, "Ada di mana kita sekarang?"

"Di tanah Balwanadanawa," jawab Wening.

Benar. Ia berada di Balwanadanawa. Tapi, mengapa semuanya terasa berbeda? Satu-satunya hal yang sama dengan Balwanadanawa yang ada di dalam ingatannya hanyalah bintang di langit malam. Bintang selalu terlihat terang di langit Balwanadanawa.

Permata Dari RembulanOnde histórias criam vida. Descubra agora