BAB 30

134 18 1
                                    

Tatjana kembali mendapatkan kesadarannya dan merasa kalau punggungnya sangat sakit. Ia pasti berbaring di sebuah permukaan yang keras sekarang. Perlahan, ia membuka matanya dan mendapati dirinya dikelilingi oleh orang-orang asing.

Kebanyakan dari wajah itu terlihat khawatir, sebagian lagi terlihat ingin tahu. Tatjana berpikir, apakah dirinya adalah sebuah tontonan menarik bagi mereka?

"Kita harus segera mengadakan pernikahan kerajaan," kata seseorang yang Tatjana lihat sudah sangat tua namun masih bisa berdiri tegak.

Dari gelagatnya, Tatjana merasa kalau orang itu sangat dihormati.

"Apakah semuanya tidak keliru?" tanya orang lain, yang Tatjana yakin adalah nenek dari sang pangeran.

"Sebelum mengatakan apapun, kulo harus memastikan semuanya karena apa yang aku katakan akan sangat berpengaruh bagi tanah Balwanadanawa. Kulo sudah memastikannya beberapa kali dan memang inilah adanya, Yang Mulia," jawab pria tua yang pertama.

Semua orang diam, dan pria itu kembali berkata, "Kita harus segera menikahkan Drastha dengan Ajeng ini. Tubuh Ajeng ini akan melahirkan seorang putra yang akan menjadi penerus yang tidak terkalahkan untuk kerajaan ini. Namun.. semakin lama tubuhnya akan semakin lemah. Ajeng ini harus melahirkan seorang putra pewaris kerajaan Balwanadanawa sebelum dia tidak lagi mampu untuk mengandung."

"Aku tahu kamu tidak akan keliru.. hanya saja.. semuanya berbalik begitu cepat. Bagaimana dengan Gayatri yang selama ini sudah dipercayai untuk menjadi calon ratu bagi kerajaan ini? Kita tidak bisa menyelesaikan semuanya dalam waktu dekat.." kata Bhanuwati lagi.

Tatjana yang sedari tadi sudah membuka mata namun tidak ada yang menyadarinya pun mencoba bersuara. "Aku—" namun ucapannya terputus karena merasa kalau tenggorokannya benar-benar kering.

Dua orang yang sedang bicara dan yang lainnya itu menatap Tatjana ketika ia terbatuk.

"Oh.. akhirnya Ajeng terjaga.." kata pria tua yang sedari tadi bicara.

Lalu, Tatjana menatap ke salah satu sisi ruangan yang menimbulkan pergerakan. Seseorang berjalan ke arahnya dan ia tahu kalau itu adalah Taraka. Wajah sang pangeran mahkota terlihat khawatir.

"Qiu.. kamu baik-baik saja?" tanya Taraka.

"Cucuku," panggil Bhanuwati sambil menyentuh tangan Taraka yang akan memegang tangan Tatjana. "Biarkan Dayang Manika melakukan pemulihan bersama dengan Tetua dan Tabib istana."

Taraka menatap eyangnya dan tahu kalau apa yang diucapkan oleh eyangnya itu tidak bisa dilawan. Maka, ia mengikuti Bhanuwati untuk berjalan keluar dari Payon Omah Tabib.

Mereka duduk di beranda Payon Omah Tabib dan Bhanuwati yang pertama bicara. "Pasti akan ada ketegangan di antara beberapa pihak jika Tetua sudah mengatakan apa yang ia ketahui kepada semua orang."

Taraka diam, tahu maksud dari ucapan eyangnya.

"Malangnya, pernikahanmu juga berdasarkan politik, Taraka. Gayatri membawa keuntungan bagi beberapa pihak, juga membawa kesulitan untuk pihak lainnya. Kamu akan menjalani masa yang sulit. Namun, tidak ada yang bisa membantah ucapan Tetua yang menjadi wakil dari langit, orang yang mengartikan pesan langit melalui bintang-bintang."

"Kulo mengangumi Manika sejak dahulu, Eyang. Tapi Kulo tidak memiliki kekuatan ketika Tetua mengatakan kalau aku harus menikahi Gayatri. Kulo merasa bersalah untuk Gayatri," jelas Taraka.

Bhanuwati diam karena tahu kalau masih ada yang akan diucapkan oleh cucunya.

"Ketika kulo melihat Manika berada di istana ini sebagai seorang dayang, Kulo memutuskan untuk memperjuangkannya, Eyang. Kulo akan mempertahankan Qiu-ku. Bahkan jika Tetua menarik ucapannya, kulo tidak akan berhenti untuk memperjuangkannya."

"..."

"Bahkan jika Tetua mengatakan kalau kami tidak diizinkan oleh bintang, Kulo sendiri yang akan membuktikan kepada langit kalau cinta Kulo kepadanya akan membuat Balwanadanawa baik-baik saja," kata Taraka lagi.

"Peperangan yang Kulo hadapi, kemenangan yang Kulo dapatkan hanya untuk Manika, Eyang. Kulo ingin menyelesaikan semuanya dengan cepat dan kembali ke istana untuk menemuinya. Tidak ada wanita lain yang menggantikannya bahkan hingga saat ini."

Bhanuwati menyentuh telapak tangan Taraka, tahu kalau apa yang diucapkan oleh cucunya adalah apa yang berasal dari hatinya. "Kamu sudah tersiksa sejak lahir karena sudah terlahir sebagai seorang pangeran mahkota di kerajaan yang sangat besar ini. Lalu, kamu semakin menderita karena tidak bisa memilih wanita yang akan kamu habiskan waktu bersamanya."

"Kulo akan mengikuti kehendak langit untuk menjadi seorang raja. Kulo bisa menepati keinginan langit untuk memenangkan semua peperangan dengan selamat. Kulo juga sudah menjaga tanah Balwanadanawa dengan seluruh hidup kulo. Tapi, Eyang.. Kulo ingin memilih untuk menikah dengan Manika."

"..."

"..."

"Bisakah Kulo langit mengabulkan apa yang Kulo inginkan, Eyang?" tanya Taraka kepada eyangnya yang kini sedang menghapus air mata di pelupuknya.

***

"Tetua?" panggil Tatjana ketika tetua sudah menyelesaikan pemulihannya. Sekarang dirinya sudah duduk dan sedikit memijat pinggangnya yang terasa kaku.

Sebenarnya, ia tidak tahu apakah dirinya bisa memanggil pria tua itu dengan sebutan 'Tetua'. Namun, sedari tadi ia mendengar semua orang memanggilnya seperti itu.

"Ya, Diajeng?" tanya Tetua yang terlihat sangat menghormatinya, membuat Tatjana merasa tidak nyaman.

"Apa maksud pembicaraan kalian tadi? Siapa.yang akan menikah dengan Drastha?" tanya Tatjana hati-hati.

Sang tetua tersenyum. "Kulo melihat sebuah cahaya berpendar terang di dalam diri Diajeng. Itu adalah pendar cahaya dari calon penerus di kerajaan Balawanadanawa ini. Ada sebuah bintang yang bersinar sangat terang di sebelah bintang Drastha. Setelah memeriksa tanggal lahir Diajeng dan beberapa hal lainnya, Kulo yakin itu adalah bintang milik Diajeng. Juga, Kulo semakin yakin ketika melihat pendar cahaya itu."

Tatjana benar-benar tidak bisa memahami situasi saat ini. Segalanya semakin terasa membingungkan. Jika semua ini benar, itu berarti Manika lah orang yang mereka maksud, bukan dirinya.

Namun, ia tidak bisa mengatakan hal itu bukan? Dirinya pasti akan dianggap gila.

"Tapi saya—eh—kulo adalah dayang istana ini dan hanya orang biasa," jawab Tatjana.

"Kulo tidak tahu bagaimana Diajeng bisa menjadi dayang ketika Diajeng adalah putri dari panglima perang terhebat di tanah ini," kata Tetua.

Lalu, tetua itu melanjutkan, "Kulo akan segera memberitahukan kepada semua orang di istana ini tentang perubahan pernikahan pangeran mahkota. Sebelum itu, para dayang akan mempersiapkan Diajeng untuk persiapan pernikahan. Tanggal baik untuk pernikahan kerajaan menurut tanggal lahir kedua calon hanya tersisa beberapa hari lagi."

Bersambung

Permata Dari RembulanWhere stories live. Discover now