BAB 28

143 21 2
                                    

Tatjana sangat terkejut, sama halnya seperti sang pangeran mahkota. Tidak pernah ia berpikir kalau akan ada dayang yang meninggal karena mencicipi makanan untuk sang pangeran mahkota. Namun, ia berada di situasi itu.

Apa ini?

Hanya dalam waktu beberapa detik, ada dua kejadian mengerikan yang terjadi di sekitar Taraka.

"Ada seseorang yang ingin meracuni Drastha?" tanya Mo dengan panik. Lalu, ia menatap sang pangeran. "Drastha.. sepertinya situasi ini sangat sulit.. beruntung sekali Yang Mulia Ratu meminta Drastha untuk makan siang di Payon Omah-nya.. jika saja Dtastha makan di Payon Omah Denawa.. sepertinya Drastha akan memakan racun itu."

Taraka hanya diam. Namun dengan cepat, ia mengerti kalau situasi sekarang sangat berbahaya, bahkan lebih berbahaya dari situasi di medan perang. Siapapun itu, sedang menginginkan kematiannya.

"Drastha.. ujung panah ini juga memiliki racun yang sangat mematikan," kata seorang prajurit yang sudah selesai memeriksa anak panah itu. "Beruntungnya pelayan Drastha mendorong Drastha sehingga racun ini tidak menyentuh kulit Drastha."

"Sebaiknya kita masuk ke Payon Omah Denawa saja, Drastha.." kata Mo.

Tatjana hanya memperhatikan pembicaraan mereka dan tahu kalau dirinya harus diam. Sang pangeran-yang tidak ia sukai-sedang berada dalam bahaya sekarang.

"Aku tetap harus ke Payon Imah Denawa," kata Taraka pada akhirnya. "Yang Mulia Ratu, Ibuku sedang menungguku untuk makan siang bersama. Rahasiakan hal ini dari Yang Mulia Raja karena aku tidak ingin sang Raja mengkhawatirkanku."

Setelah itu, Taraka melanjutkan perjalanannya, menegaskan kalau ia memang akan pergi ke kediaman sang ratu.

Tatjana pun mengikuti langkah rombongan itu karena dirinya harus ikut kemanapun sang pangeran pergi. Jarak antara Payon Imah Denawa dan Payon Omah Denaya terletak cukup jauh. Namun, Tatjana sudah terbiasa dengan perjalanan jauh seperti ini.

Sisa perjalanan itu hanya diisi dengan keheningan. Setiak orang pasti sedang menebak-nebak siapakah dalang di balik peristiwa ini.

Beberapa saat kemudian, mereka sudah tiba di Payon Omah Denaya, tempat dimana sang ratu tinggal. Di beranda Payon Omah itu, sudah ada sebuah meja dengan berbagai hidangan makanan di atasnya. Di sana juga sudah ada sang ratu yang duduk di salah satu kursi.

"Yang Mulia Ratu," kata Taraka menyapa ibunya sambil menundukkan kepala memberikan hormat.

"Duduklah, Drastha."

Tatjana akan mengangkat kepalanya, namun Mo yang berdiri di sebelahnya langsung mendorong kepalanya dari belakang supaya ia tetap menunduk. Padahal, Tatjana ingin melihat wajah sang ratu, karena ia merasa kalau dirinya sudah terbiasa dengan nada bicara yang diucapkan sang ratu.

Ia yakin kalau sang ratu tidak begitu menginginkan makan siang bersama ini. Nada suaranya terdengar sangat dingin.

"Kamu memiliki seorang dayang baru," kata Ayunisari dan Tatjana tahu kalau dirinya lah yang sekarang sedang dimaksudkan dalam pembicaraan itu.

"Kulo tidak memiliki banyak dayang, Yang Mulia," jawab Taraka dengan sangat sopan.

Tatjana mengernyitkan alisnya. Meskipun iaasih menunduk, namun ia tahu kalau Taraka menjawab dengan penuh penghormatan. Oh apakah sang ratu tidak menyukai putranya sendiri?

Sekarang, Tatjana berpikir.. mengapa sang pangeran mahkota terlihat begitu menyedihkan?

Mengapa dirinya tiba-tiba saja ingin menjaga sang pangeran mahkota?

***

Tatjana kembali mengikuti langkah sang pangeran mahkota bersama rombongannya. Sepertinya, ia harus menghabiskan banyak waktu untuk berjalan. Ketika ia sedang melangkah sambil menatap tanah-karena memang ia hanya boleh menundukkan kepalanya dan membuat lehernya sakit-tiba-tiba saja rombongan itu berhenti, membuatnya menabrak pelayan lain yang ada di hadapannya.

"Aww.." katanya sambil menyentuh pelipisnya yang sakit.

Mo yang ada di depannya berbalik untuk memberikan tatapan yang menyiratkan kalau dirinya harus diam. Tatjana mengerutkan bibirnya dan perlahan menatap ke arah depan, tempat sang Pangeran berdiri.

"Drastha?" panggil seorang wanita dari rombongan lain, yang belum pernah Tatjana lihat sebelumnya.

Sepertinya, wanita itu adalah orang yang paling penting dari rombongan itu.

"Itu adalah Ajeng Gayatri, calon istri dari Drastha," kata Mo yang kini sudah berada di sisinya.

Mo tahu, walaupun tidak diberitahu sebelumnya, bahwa dirinya harus memiliki jarak untuk memberikan privasi bagi sang pangeran mahkota dan calon istrinya.

"Oh.." kata Tatjana.

Setelah itu, ia merasa napasnya tercekat dan segera memegang dadanya sendiri. Satu bagian di dalam hatinya terasa sangat sakit. Ia tidak tahu dari mana asal rasa sakit itu. Namun, rasa sakit itu semakin menjadi seiring dirinya bernapas.

"Jangan bersuara," kata Mo yang terlihat panik. Satu sisi, dirinya panik kalau Tatjana akan merusak pertemuan dua orang yang akan segera menikah itu. Di sisi lain, ia merasa panik karena wajah Tatjana yang terlihat pucat.

Sekuat tenaga Tatjana mencoba untuk menahan suaranya. Lalu, salah satu dayang membantunya untuk keluar dari rombongan.

"Kamu baik-baik saja?" tanya sayang yang tidak sempat Tatjana tanyai namanya. Mereka tiba di salah satu pondok dan pelayan itu membantunya untuk duduk. "Aku akan mencari bantuan jika sakitnya semakin menjadi."

Cepat-cepat Tatjana menggelengkan kepalanya. Ia tidak ingin merepotkan siapapun. Lagipula, ia yakin kalau yang terjadi sekarang hanya karena dirinya kelelahan. "Aku baik-baik saja. Aku.. cuma kelelahan. Terima kasih karena sudah membantuku.."

Dayang itu menganggukkan kepalanya. "Kamu bisa kembali ke Payon Omah Dayang untuk beristirahat. Aku akan mengatakan kepada Dayang Nimas kalau kamu sakit."

Tatjana menganggukkan kepalanya dan ia berdiri untuk berjalan ke arah berlawanan. Dirinya memang tidak ingin dipanggilkan tabib. Namun ia merasa kalau dirinya sangat lelah sekarang.

Sang pangeran mahkota sedang sangat sibuk dengan calon istrinya dan tidak akan menyadari kalau salah satu dari rombongan dayangnya menghilang.

Akan tetapi, ketika memikirkan hal itu, dadanya kembali berdenyut dan sakit.

Ada apa ini? Mengapa dadanya terasa sakit ketika ia berpikir tentang sang pangeran mahkota dan calon istrinya?

Permata Dari RembulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang