BAB 17

449 70 9
                                    

Pada esok harinya, Wening sedang bersiap untuk pergi ke pasar. Pagi-pagi sekali, sebelum matahari terbit dari balik gunung Balwanadanawa, Kasim sudah meninggalkan rumah. Awalnya, Kasim ingin menemui putrinya sebelum pergi. Namun, ketika melihat putrinya yang tertidur begitu pulas, ia hanya meminta Wening untuk mengatakan kalau ia akan pergi berperang.

Sekarang matahari sudah meninggi dan semua pelayan rumah ini sudah mulai mengerjakan pekerjaan mereka. Namun, Tatjana belum juga bangun. Di saat yang bersamaan, ia juga harus pergi ke pasar karena penjual kain pasti sudah menunggunya.

Sebelum pergi, ia juga sudah memastikan kalau semua pelayan disini tidak lagi terdaftar untuk menjadi pelayan istana.

"Bi, tolong katakan kepada Manika kalau aku sedang pergi ke pasar. Sepertinya sebentar lagi dia akan bangun," kata Wening kepada seorang pelayan di rumah ini.

"Baiklah, saya akan menjaganya," jawabnya.

Sebenarnya, Wening merasa sedikit khawatir ketika harus meninggalkan Tatjana seperti ini. Ia takut kalau sahabatnya itu akan melakukan hal aneh. Namun, ia menjauhkan pikiran itu dan berjanji dalam hatinya kalau ia akan segera kembali sesaat setelah ia selesai membeli kain untuk Tatjana.

"Saya akan segera kembali," kata Wening lagi dan ia segera berjalan sambil memakai tudung kepala jubah yang ia gunakan.

Sekarang sedang rintik dan Wening mengenakan jubah ini untuk melindungi dirinya dari rintikkan hujan. Jarak pasar dan rumah Kasim cukup jauh, namun ia tidak memerlukan kuda untuk tiba di sana. Meski sekarang sedang rintik, jalan untuk menuju ke pasar tetaplah ramai. Ada banyak orang yang yang berlalu lalang, beberapa ada yang menyapanya dan beberapa yang lain cukup terburu-buru sambil membawa gerobak yang berisikan jualan mereka.

Balwanadanawa memang selalu seperti ini, sangat damai dan menyenangkan. Setiap kali menengadahkan kepala, selalu ada langit biru cerah yang menyapa dan gunung Balwanadanawa yang selalu terlihat hijau dan bersahabat. Juga ada sungai Balwanadanawa yang selalu bisa menyegarkan dan melindungi masyarakat dari kekeringan. Balwanadanawa adalah kerajaan terbaik yang ada di tanah ini.

Setelah berjalan cukup lama, akhirnya ia tiba di pasar, tempat dimana orang-orang desa ini berkumpul selain di alun-alun.

"Wening!" teriak si penjual kain yang sudah menggelar dagangannya di bawah tenda jerami.

Wening melangkah ke sana. "Bibi sudah menunggu lama?"

"Tidak juga. Aku hanya khawatir kalau kain pesananmu akan dibeli oleh orang lain. Kain yang kau inginkan itu sangat langka, aku mendapatkannya dari orang-orang dari dinasti Tang(1). Sangat sulit untuk mendapatkannya," jawab penjual itu.

Wening tersenyum. Dan menyentuh kain yang ia inginkan. "Ajeng Manika sangat menyukai kain dari Dinasti Tang. Aku akan segera menjahitnya dan membuatnya menjadi pakaian yang sangat indah."

Mendengar itu, penjual pakaian mendekatkan tubuhnya ke arah Wening dan berkata, "Apakah benar rumor yang beredar bahwa putri Panglima Perang Kasim Aswanara yang sangat pandai sedang sakit?"

"Dia baik-baik saja. Dia hanya sedikit mengalami kecelakaan di dalam hutan. Dia sudah mulai mendapatkan ingatannya lagi," jawab Wening.

Penjual kain itu menghela napas lega dan menyentuh dadanya.

"Dewa selalu memberkatinya. Aku sangat khawatir dengannya. Kamu tahu kan, kalau dia adalah gadis yang sangat pintar di Balwanadanawa ini? Dia bahkan sangat cocok untuk menjadi ratu masa depan, jika dia terlahir dari garis kerabat kerajaan."

"Bibi," kata Wening sambil melihat ke sekitarnya.

Pembicaraan mereka sekarang cukup sensitif karena mereka tidak boleh sembarangan membicarakan tentang keluarga kerajaan.

Permata Dari RembulanWhere stories live. Discover now