"Maaf Nicholas, apakah kamu ikut perjodohan atau semacamnya?" tanya Peter penasaran dan berasumsi bahwa Nicholas mengirimkan daftar riwayat hidupnya ke mak comblang.
Menurut Peter, banyak hal yang patut dipertimbangkan sebelum memutuskan untuk mengikuti perjodohan. Apalagi Peter datang dari keluarga yang hampir semua anggota keluarganya dijodohkan dengan keluarga yang menjalani ibadah dan kebiasaan yang sama—hampir semua karena Peter keluar dari komunitas dan menikah dengan teman kuliahnya, Pat.
Apa pun motif utama dari orang-orang yang mengikuti perjodohan, tidak semua orang cocok dengan konsep perjodohan. Setidaknya itulah yang Peter pikirkan setelah melihat banyak orang di komunitasnya dijodohkan sejak muda.
"Aku tidak ada waktu untuk ikut perjodohan, Onkel." Lelaki itu membalas pertanyaan pamannya. "Karena aku sudah yakin dengan wanita ini dan aku sudah mengenalnya sejak lama."
Dari ucapan Nicholas, Peter malah mengkerutkan kening dan membiarkan pikirannya bekerja. Jika tak salah ingat, Nicholas ini memang dekat dengan salah satu perempuan Indonesia. Bukan perempuan Indonesia sembarangan karena memiliki wajah cantik dan latar belakang yang sangat menarik. Seorang penulis dengan nama besar di Amerika Serikat dan pernah menjadi atlet dengan prestasi internasional yang apik. Pada intinya, perempuan ini hebat.
"Nu? Kamu kenal penulis ini dari siapa?" tanya Peter yang memulai usaha untuk mengkorek informasi.
Nicholas yang belum mengatakan apa pun soal identitas calon istrinya hanya bisa menampilkan ekspresi terkejut. "Bagaimana bisa Onkel tahu kalau calonku juga seorang penulis?"
Peter tersenyum jahil. Ia menyadari dirinya keceplosan. "Kau tahu aku ini pengacara hebat. Informanku di mana-mana. Ayo beritahu aku, kamu mengenal perempuan ini dari siapa?"
Lelaki muda itu tampak tak habis pikir dengan tanggapan dari pamannya dan hanya bisa menghela napas. "Sura adalah sahabatnya, tetapi ayahku juga bersahabat dengan mendiang ayahnya sejak mereka sama-sama kuliah di Oxford."
Patricia, yang tak mendapat arah dari percakapan, memilih untuk mengambil buku dengan sampul putih tulang. Buku tersebut adalah cetakan Amerika Serikat dari The Portfolio yang ditulis oleh Giandra Euphrasia. Patricia membaca buku tersebut karena rekomendasi dari temannya saat mengunjungi Davos. Karena sesuai dengan tipe bacaan dan ia sudah membaca selama semingguan ini, Patricia berencana untuk menyelesaikannya besok.
Iris hijau kebiruan milik Nicholas langsung familiar dengan buku yang dibaca oleh bibinya dan langsung mengambilnya dari tangan Pat. Dengan antusias, Nicholas langsung membuka beberapa lembar kertas menuju bagian author yang berada di bagian belakang.
Author
Giandra Euphrasia Anindyaswari Soerjapranata lahir dan besar di Australia. Menempuh pendidikan Arsitektur di Indonesia dan Amerika Serikat. Sekarang kembali ke Indonesia dan menetap. Penulis dari tiga bestseller internasional, A Grain of Salt, Somebody, dan The Favourite yang diterjemahkan ke dua puluh bahasa.
"Ini calon istriku!" ucap Nicholas sembari menunjukkan foto penulis yang tercetak pada halaman tersebut. "Cantik, 'kan?!"
Jemari Nicholas menunjuk foto hitam putih seorang wanita. Wajah wanita itu memiliki kecantikan dengan fitur yang kaya; mata besar, rambut ikal yang panjang, tulang hidung tinggi, dan pipi khas yang terlihat saat tersenyum. Foto yang secara tidak langsung memberikan pandangan bahwa penulis buku ini terlihat indah dan hidup dengan baik.
Mendengar ucapan keponakannya itu, Peter dan Patricia kembali bertukar pandang dan bingung. Seolah-olah mereka memang sepakat kalau Nicholas tampak seperti lelaki yang delusional dengan seseorang yang akan dinikahinya. "Tadi aku ketemu teman pengacaraku di shul dan dia juga cerita kalau anaknya mendadak delusional jika ditanya soal pasangan. Kasihan umurnya masih dua puluhan awal."
Patricia mengabaikan cerita suaminya dan melihat foto penulis dari buku yang ia sukai akhir-akhir ini. "Ini benar, 'kan, Nicky?" tanya Patricia untuk memastikan.
Lelaki muda tersebut merasakan bahwa paman dan bibinya meragukannya, bahkan hampir saja dirinya terlihat seperti seseorang yang delusional. "Tunggu, aku sama Giandra memang saling kenal." Nicholas membuka halaman buku tersebut ke bagian Acknowledgements dan menunjukkan satu baris kalimat paling atas dengan mata hijau kebiruannya yang berkaca-kaca. "Lihat, ada namaku!"
Acknowledgments
Thank you and kudos to my editor, Nicholas Wiradikarta.
"Giandra saja menyebutkan namamu sebagai penyuntingnya," gumam Peter begitu matanya melihat halaman tersebut.
"Peter," panggil Patricia dan wanita tersebut tampak menghela napas, "kamu tidak salah, Nicky. Kalau kamu memang menginginkannya, kamu harus lebih berusaha. Minimal agar namamu masuk bagian persembahan atau ada kata 'my husband' di acknowledgments-nya. Julian Ramadhan dari buku pertama sampai sekarang saja masih menyebutkan nama istrinya yang mengerjakan ilustrasi bukunya."
"Ya, Pat, kamu benar! Bahkan aku selalu menyukai ilustrasi yang dibuat Charlotte!" Peter menyahut perkataan Patricia dengan girang. Mata biru milik Peter langsung melirik pada keponakannya yang sudah menghabiskan tiramisu yang disajikan. "Kamu harus lebih berusaha, Nicky!"
Nicholas mengangguk dan menyadari bahwa seorang asisten rumah tangga sudah mengangkat piring dari hadapannya. Peter pun beranjak sejenak untuk pergi ke dapur.
Sementara Patricia sendiri memutar pergelangan tangan kiri untuk melirik ke arah jam tangan lawas yang ia kenakan—menandakan bahwa Patricia masih memiliki beberapa jam tersisa sebelum pergi ke tempat ibadah yang tak jauh dari kediamannya. "Tampaknya aku sudah harus pergi, Nicky Sayang. Senang bertemu denganmu!"
"Baiiiik Aunty. Terima kasih untuk waktu dan tiramisunya."
"Ah, Peter! Jangan lupa babka dan chocolate chip cookies untuk Nicky dan Sura!" Lagi-lagi Patricia memanggil Peter yang sudah berada di dapur.
"Ya!" Peter mengiyakan dan datang dengan tote bag kertas berisi kudapan kesukaan keponakannya itu.
Saat tahu Nicholas akan berkunjung ke Victoria Road, mereka langsung menyiapkan kudapan manis yang nantinya akan dibawa ke Jakarta. Nicholas menerima kudapan tersebut dari Peter dan berterimakasih. Kemudian tante keponakan itu kembali saling bertukar pandang.
"Sebelum pergi menuju rumah Tuhan, aku ingin mampir ke Foyles. Aku sudah memesan beberapa bacaan baru dari Giandra Euphrasia. Aku mulai kecanduan dengan tulisan perempuan ningrat ini—sekilas mengingatkan aku dengan Julian Ramadhan."
✮⋆˙
Setelah berpamitan dan menerima sebuah tote bag yang berisi kudapan manis buatan paman dan bibinya, Nicholas berjalan kaki menuju destinasi selanjutnya. Lelaki itu langsung membuka ponsel pintar dan mengetik pesan kepada adiknya, Sura, yang tinggal di Jakarta melalui WhatsApp.
Nicholas Wiradikarta:
Adeeeeek
Tolong infokan aku ukuran jari manisnya Giandra
Nayantara Sura:
Delapan
Nicholas Wiradikarta:
Bagaimana kamu bisa tahu secepat itu?
Nayantara Sura:
Aku sedang makan bersama Giandra dan ia mengenakan cincin dari mom-nya
Jangan lupa kudapanku dari Onkel Peter!
Nicholas Wiradikarta:
Terima kasih!
TBC
Published on June 23, 2024
nas's notes: kalau kalian berpikir mereka bertiga adalah keluarga yang hidup bersama dalam perbedaan agama, kalian benar.
Aku mengerjakan ini sembari menonton Spain GP dan noticed kalo besok udah Senin<///3 Apakah aku boleh minta vote dan komennya? Terima kasih sudah mampir yaaah <3
ESTÁS LEYENDO
The Inheritance
Romance📚 Spotlight Romance of December 2024 by Romansa Indonesia 📚 Penulis dengan cita-cita yang besar, diplomat muda yang tidak ragu, dan tiga kali lamaran. Seorang diplomat Indonesia, Nicholas Wiradikarta, memiliki perasaan terhadap penulis dengan nama...
2. The Editor
Comenzar desde el principio
