Semangkok Rasa • 08

Start from the beginning
                                        

Sibuk bikin rencana pdkt selanjutnya. Sambung gadis itu di dalam batinnya.

Keduanya kini tengah berada di taman kota ditemani langit jingga dengan awan berarak.

Mereka duduk dikursi taman dengan memegang cup es krim masing-masing. Pertemuan mereka bisa dibilang disengaja oleh salah satu pihak.

Siapa lagi jika bukan Diva. Gadis tengil dengan sejuta akal bulusnya.

Pulang sekolah, ia memang berniat mampir ke kios Angkasa untuk melanjutkan rencananya menjadi seorang sales bodong. Ia melakukan hal ini tanpa sepengetahuan Angkasa.

Namun saat tengah melewati taman kota, ia tidak sengaja melihat Angkasa yang tengah membeli es krim disana.

Tanpa berpikir dua kali, gadis itu pun langsung ikut mengantri membeli es krim. Padahal ia sendiri mempunyai alergi terhadap camilan manis itu.

Seolah dibuat senatural mungkin, ia malah menyapa Angkasa dengan wajah sok terkejut karena bertemu.

Wahh kita ketemu lagi kak. Padahal tadi aku niatnya cuman mau mampir beli es krim. Ga nyangka bisa ketemu kakak.

Kira-kira begitulah awal mula perbincangan mereka terbuka sampai berakhir duduk bersama di kursi taman.

"Es krimnya gak kamu makan?" Tanya Angkasa ketika melihat gadis itu sama sekali tidak menyentuh es krimnya. Bahkan es krim itu kini sudah setengah mencair.

Diva menggeleng, ia tidak mungkin memakannya, jika dia memakan benda ini, maka rumah sakit pasti akan menyambutnya dengan ramah.

"Tiba-tiba ga mood makan es krim." Diakhir kalimat Diva memberikan cengiran manis miliknya.

"Mungkin karena cuacanya udah ga sepanas tadi ya? Makanya mood aku buat makan es krim ilang."

Angkasa mengangguk, langit diatas sana makin menggelap, ia berdiri untuk membuang cup es krimnya yang sudah habis sedari tadi.

Sepulangnya membuang sampah, ia kembali lagi untuk mengajak Diva pulang.

"Pulang yuk, udah hampir maghrib. Kamu bawa kendaraan?"

Sebagai jawaban Diva mengangguk, gadis itu berdiri sembari membenarkan posisi tas ransel di punggung.

"Bawa. Noh, motor Diva." Telunjuk gadis itu menunjuk sebuah motor scopy bewarna silver yang terparkir tak jauh dari mereka.

"Biar kakak anter kamu. Nanti kakak ikutin kamu dari belakang."

"Ehh, ga usah." Angkasa yang baru berjalan selangkah pun berhenti. Ia menatap Diva dengan sebelah alis yang terangkat.

Diva yang ditatap seperti itu kelabakan mencari alasan. Ia tidak boleh membiarkan Angkasa mengikutinya hingga ke rumah.

Bisa gawat jika Angkasa melihat rumahnya yang terkesan mewah. Bisa-bisa pria itu curiga dengan pekerjaan sales-nya.

"Anu, itu... Aku masih harus ke tempat kerja, mau urus beberapa hal dulu. Jadi kakak pulang duluan aja ya.. Babai" ia berlari secepat kilat menuju motornya. Tak memberikan waktu untuk Angkasa membalas perkataannya.

Beberapa kali ia melihat ke belakang untuk memastikan Angkasa tidak mengikutinya.

Melihat Angkasa yang masih berdiam diri, Diva melambaikan tangan sembari tersenyum manis. "Babai kak,"

Angkasa yang melihat Diva berlari tergopoh-gopoh bahkan beberapa kali hampir jatuh karena tersandung pun tertawa kecil.

Gadis SMA itu kenapa sangat terlihat menggemaskan jika berlari seperti tadi. Bahkan ketika menjalankan motor pun dia hampir menabrak pohon besar, untung saja Diva gesit menghindar.

Seburu-buru itukah dia dalam menyelesaikan pekerjaannya? Angkasa bahkan tidak bisa membayangkan betapa lelahnya menjalani hidup seperti Diva.

Seharusnya dia fokus dibangku terakhir SMA-nya, menyiapkan diri sebaik mungkin untuk ujian sekolah.

Bukannya bekerja sebagai sales yang sedang dikejar - kejar dengan target penjualan. Jujur, ia sedikit bersimpati dan kasihan terhadap hidup gadis itu.

Kira-kira betapa lelahnya Diva? Setiap hari harus berkeliling dibawah teriknya matahari sembari membagikan brosur dan menawarkan cafe tempat dia bekerja.

"Ternyata gue cukup beruntung."

🍧🍧

Dia ga perlu dikasihani Sa. Lo salah target😭🫵

Sampai jumpa di part selanjutnya😸

Salam sayang dari Dena orang sukses💐

Semangkok Rasa (new version)Where stories live. Discover now