Bab 33 : Rencana Liburan Satu Keluarga

1.2K 30 12
                                    

***

"Jangan lupa kerjakan tugasnya! Yang selesai mengerjakannya duluan boleh istirahat," ucap bu Rita, wali kelas 1A. Baru saja memberikan tugas berupa soal latihan untuk murid-muridnya. Tahun ajaran baru sudah berlangsung selama dua minggu, dan anak-anak manis yang baru saja memakai seragam merah putih itu terlihat bersemangat walau pelajaran yang didapatkan adalah sebuah hal baru bagi mereka.

Namun, semangat itu tak terlihat sama sekali dalam raut wajah Natusha. Beberapa kali ia terlihat mengernyitkan dahi dan mengeluarkan ekspresi seperti sedang kesakitan.

Karena terlihat mengkhawatirkan, bu Rita pun segera menghampiri anak itu yang duduk di barisan kedua paling pinggir.

"Natusha, kamu kenapa?" tanya bu Rita memastikan sembari menaruh telapak tangannya pada dahi gadis kecil itu. Matanya sedikit terbelalak beberapa saat kemudian. "Ya ampun, panas banget badan kamu."

Natusha menoleh, lalu mendongak menatap wanita dewasa yang sedang menatap wajahnya dengan khawatir. "Pusing banget kepala saya, Bu."

"Yaudah, ibu anterin kamu ke UKS yah." bu Rita menarik tangan Natusha untuk membuat gadis itu berdiri lalu mengikutinya. "Anak-anak, ibu izin mengantarkan teman kalian yah ke UKS. Tolong tetap tenang dan jangan berisik."

***

"Tusha sakit apa, bu dokter?" tanya Natusha dengan nada lemah. Kedua matanya terlihat sangat sayu.

Dokter sekolah yang habis mengukur tekanan darah anak itu menggunakan tensimeter seketika terdiam. Tatapan matanya terlihat bergerak tak pasti, seakan shock begitu memeriksa tubuh gadis yang duduk di bangku kelas 1 SD ini. Bahkan ia sampai memeriksa beberapa bagian tubuh Natusha beberapa kali untuk semakin menguatkan diagnosanya.

Wanita kira-kira berusia 30 tahunan itu lantas menggigit bibir bawahnya, menghela napas kemudian menempelkan kedua telapak tangannya pada bahu kecil itu. Memberikan tatapan menenangkan.

"Kamu harus periksa ke rumah sakit sama mama atau papa kamu," tukas bu dokter. Sebelah tangannya kemudian beralih mengelus pipi gembul anak itu yang terlihat kebingungan dengan apa yang ia katakan. "Mama dan papa kamu harus tahu apa yang terjadi sama kamu," imbuhnya kemudian.

"Gak mau. Nanti mama khawatir," sanggah Natusha sembari menggelengkan kepalanya. Tatapan anak itu begitu polos seakan tanpa dosa. "Mama liat aku kemarin jatuh dari sepeda aja khawatir banget sampe nangis. Mama trauma semenjak Tusha pernah diculik. Tusha gak mau mama sedih lagi."

"Tapi, Nak—"

"Ini cuma flu biasa aja kan, Bu? Beberapa hari juga akan sembuh kan?"

Pertanyaan Natusha menggantung tanpa mendapat jawaban dari bu dokter. Wanita berjas putih panjang itu hanya bisa menghela napas panjang.

Andai Natusha tahu, kalau apa yang gadis itu derita bukan penyakit biasa.

***

"Mama lagi apa?" tanya Natusha kepo memasuki area dapur yang masih terhubung dengan ruang keluarga. Aretha yang sedang mengaduk adonan menggunakan standing mixer pun lantas mengangkat pandangan kemudian tersenyum pada anak semata wayangnya tersebut.

Seketika, ia menghentikan kegiatannya sejenak. "Lagi bikin brownies. Mo nyoba resep baru nih dari toktok. Penasaran, hehe."

"Oh, gitu ya ma." respons Natusha menganggukkan kepalanya tanda mengerti. Kemudian ia berjalan menuju sofa ruang keluarga untuk menonton televisi.

"Tusha tunggu mama di sofa ya! Tusha mau cicipin brownies mama begitu jadi."

"Iya, Sayanggg. Tunggu sebentar ya! Mama beresin kerjaan mama dulu."

Antara Aku, Kau, dan Perempuan Itu Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu