Bab 21 : My Truth

876 52 51
                                    


Happy Reading 🥰

***

"AKU LEBIH BAIK MATI BERSAMA ANAK INI DARIPADA HARUS MENJALANI KEHIDUPAN YANG PAHIT! KENYATAAN HIDUP INI SANGAT KEJAM, AKU SUDAH TIDAK KUAT!!"

Tepat setelah ia meneriakkan suara hatinya yang penuh keputus-asaan itu, Ezran datang. Menatap wanita itu dari belakang diantara kerumunan orang-orang.

"Aku sudah tidak kuat lagi! Maafkan, Ibu, Nak. Kita memang harus mati. Kita berdua tidak pantas berada di kehidupan yang seperti neraka ini."

Air mata wanita itu menetes bersamaan dengan tekadnya yang sudah bulat untuk menjatuhkan tubuhnya dari lantai teratas gedung ini. Gedung yang memiliki lantai 33 itu dan ia berada di rooftop yang menjadi lantai teratas gedung. Bisa di bayangkan bukan seberapa hancur nanti tubuhnya begitu menapak tanah?

Wanita berambut ikal itu merentangkan kedua tangannnya, lalu mengambil ancang-ancang untuk melompat. Dan ....

Grebb!

Wanita itu menutup matanya erat, tak ingin melihat pengeksekusian dirinya sendiri. Tetapi, yang ia rasakan justru tubuhnya seperti di dekap seseorang dari belakang. Ia merasa kalau seperti ada yang menariknya dari belakang dan ia terjatuh ke lantai rooftop dengan posisi telentang. Begitu ia menoleh dan membuka mata, mata cokelatnya bertemu dengan manik hitam yang tak kalah indahnya. Tatapan mata yang tajam dan meneduhkan di waktu bersamaan itu membuat hatinya bergetar. Di detik berikutnya suara serak nan berat itu terdengar, seakan menghipnotis indra pendengaran wanita itu hingga ia tak berkedip.

"Jangan mati. Tetaplah hidup untuk dirimu sendiri. Bunuh diri bukan solusi terbaik untuk memecahkan masalahmu."

***

"Rumahmu dimana? Biar aku antarkan," tawar Ezran pada wanita tadi yang kini berada di sebelahnya. Mereka sedang dalam perjalanan menuju mobil.

"Aku tidak mau pulang. Aku takut," ungkap wanita itu sembari memeluk dirinya sendiri. Ekspresi wajahnya berubah menjadi muram. "Dia pasti masih berada di sana, menunggu untuk menyiksaku."

Mendengar pengakuan wanita itu, Ezran terbelalak kaget. Meneguk salivanya pelan, Laki-laki itu hati-hati bertanya.

"Dia siapa? Apa yang kamu bicarakan?"

Wanita itu tak segera menjawab, ia menghela napas lelah lalu berkata,"Mantan suamiku. Dia memaksaku untuk kembali padanya. Aku menolaknya, dia malah menganiaya ku padahal aku ini sedang hamil besar. Dia sangat jahat padaku, aku tidak merasa aman jika terus bertemu dengannya. Karena aku terus diteror dan disiksa aku memilih bunuh diri saja. Aku rasa mati jauh lebih baik daripada harus merasakan penderitaan yang tak ada habisnya. Aku putus asa dengan hidupku yang hancur ini. Aku bingung harus bagaimana."

Ezran lalu memperhatikan dengan seksama tubuh wanita itu. Ya, mungkin wanita berambut ikal kecoklatan itu tidak bohong dengan apa yang baru saja ia ucapkan. Area mata, tulang pipi terlihat lebam keunguan seperti habis dipukul. Belum luka sayatan yang masih baru di dekat urat nadi baik pergelangan tangan kanan kirinya menjadikan itu bukti kuat kalau wanita malang ini korban penganiayaan dan berupaya bunuh diri. Ezran seketika merasa sangat prihatin, ia pun sangat sadar kalau wanita itu sedang hamil besar. Mungkin usia kehamilan itu sudah menginjak 8-9 bulan jika diperkirakan.

"Saya sangat prihatin dengan kondisi yang kamu alami sekarang," ujar Ezran dengan nada lembut tetapi tegas. Ia sesekali melirik wanita itu sambil fokus mengendarai mobil. "Tapi bunuh diri bukan cara terbaik untuk menyelesaikan masalahmu. Tuhan tidak akan pernah memberikan suatu cobaan jika manusia itu sendiri tidak bisa menanggungnya. Jika kamu menanggung cobaan itu, itu tandanya kamu kuat dan kamu mampu untuk mengatasinya. Percayalah, dengan cara ini Tuhan ingin menaikkan derajatmu."

Antara Aku, Kau, dan Perempuan Itu Where stories live. Discover now