Bab 5 : Kecurigaan Aretha

1.6K 68 17
                                    

Drrtt. Drttt. Drtt. 

"Siapa?" cetus Aretha tatkala ponsel suaminya bergetar terus tanpa henti. Apalagi disana tertulis dengan jelas, ada nama kontak 'Karin' di layar.  Perempuan bermata coklat terang itu hendak meraih ponsel suaminya, tetapi gerakan Ezran lebih cepat membuatnya hanya bisa memandang sang suami dengan gusar. 

"Itu yang telepon kamu perempuan?" tanya Aretha mulai resah. Seketika pikiran negatif mulai bersarang di otaknya.

"Dia orang kantor," jawab Ezran cepat dengan ekspresi panik yang tak bisa ia tutupi. Laki-laki tampan itu segera membalikkan tubuh istri tercintanya dan mendorong tubuhnya untuk rebahan. Aretha menurutinya dengan ragu.

"Gak usah dipikirkan. Yang penting sekarang kita tidur yuk," ajak Ezran dengan nada lembut. Setelah itu ia mematikan lampu tidur yang berada di sebelahnya kemudian memeluk tubuh istrinya dari belakang. Mendekapnya dengan menaruh dagu ke ceruk leher wanitanya. 

"Selamat tidur, Sayang." tanpa dosa Ezran bersikap seolah tak terjadi apa-apa. Apa yang ia lakukan tadi terlihat jelas seperti sedang menyembunyikan sesuatu. Membuat tanda tanya besar di kepala Aretha.

"Mas Ezran sedang berbohong padaku," gumam Aretha dengan perasaan resah. Menarik napas dalam, berusaha mengabaikan rasa sakit yang perlahan menjalar dalam hatinya. Ia tahu kalau suaminya sedang berbohong padanya.

***
Cyuurr.

Aretha menuang teh dalam gelasnya, menyesapnya perlahan. Pikirannya mengawang entah kemana. Ini sudah pagi, dan ia lagi-lagi mendapati suaminya telah lebih dahulu bangun dan pergi tanpa pamit apapun padanya. Hal itu membuat Aretha sedikit kesal. Mengapa Ezran kesannya seperti ingin menghindar darinya? Kalaupun yang ia katakan semalam benar, untuk apa ia perlu menghindar dari istrinya sendiri?

Segala prasangka itu membuat wanita yang kini sedang menjepit asal rambut coklat kemerahannya ini terhenyak. Memikirkan satu per satu kejadian demi kejadian yang menghubungkan semua ini. 

"Jangan kayak papa. Kebanyakan janjinya, ditepatin juga enggak. Papa tukang bohong."

"Kamu ada perjalanan bisnis ke luar negeri?" 

"Iya, sekarang juga. Maaf ya, lagi-lagi aku menyibukkan diri dengan pekerjaanku."

"Ma, aku telepon papa masa yang angkat perempuan. Aku gak tau perempuan itu siapa, yang pasti dia galak, Ma."

"Itu yang telepon kamu perempuan?"

"Dia orang kantor."

"Gak, aku gak bisa biarin ini." menggelengkan kepala cepat, Aretha bertekad untuk mencari tahu apa yang terjadi pada suaminya serta kebohongan yang dia lakukan selama ini. Menaruh gelasnya di atas meja, Aretha berbalik menjauhi pantry dapur. Ia ingin bersiap untuk pergi ke kantor Ezran. Memastikan semuanya sendiri dengan kedua matanya.

"Ezran kenapa gak angkat-angkat sih?" keluh Karin sambil terus menempelkan benda pipih itu ke telinganya. Berusaha menghubungi satu nomor yang entah mengapa susah dihubungi sedari tadi. Padahal ia sangat butuh sekali pria itu.

Ia sedang dalam situasi yang mencekam sekarang.

"Karin! Buka pintunya! Gue tahu lo ada di dalam."

Terdengar suara baritone laki-laki dari arah luar. Suara berat nan serak itu jelas bukan Ezran.

Bulir keringat terus berjatuhan dari pelipis wanita itu. Karin semakin ketakutan. Ia sampai meremas ponselnya sendiri tanpa sadar. 

"Buka atau gue dobrak pintunya!" ancam si laki-laki terlihat murka karena tak kunjung dibukakan. Karena tidak ada pilihan lagi, Karin pun setengah berlari menuju pintu utama. Membukakan pintu untuk seorang laki-laki bertubuh kekar dengan rambut gondrong acak-acakan sampai menyentuh bahu. Namanya Han. Penampilan laki-laki itu bak preman.

"Lama banget bukain pintunya bangsat!" sergah laki-laki itu menatap Karin emosi. "Gak tau apa daritadi gue tereak di depan rumah Lo sampe suara gue abis?!"

Han lalu mendekati Karin, mendorong bahu perempuan itu agak kasar.

"Sana ambilin gue minum! Tuan rumah macam apa sih Lo? Ada tamu bukannya dikasih minkum malah dianggurin gitu aja."

Karin seketika emosi, menyedekapkan tangannya di depan dada. "Lo bukan tamu gue. Pergi dari sini!"

Karin mengayunkan tangannya menunjuk ke arah luar seolah menyuruh Han pergi. Ia mendelik tajam ke arah Han yang terlihat tersenyum sarkas.

"Apa hak Lo ngusir gue?" menaikkan sebelah alisnya, Han meraih dagu Karin kemudian mencengkeramnya kuat. Membuat tubuh Karin sedikit terangkat ke atas.

"Mau gue ngapain kek itu terserah gue! Lo gak ada hak buat ngatur-ngatur!"

Dihempaskannya dagu Karin hingga wanita itu terhempas ke samping. Karin menatap tajam Han, memegang dagunya yang sedikit perih karena kuku pria itu menembus kulit.

"Jangan pernah coba lari dari gue lagi!" tandas Han lebih ke arah memperingati. Iris hitam pria gondrong itu menatap nyalang ke arah si wanita. 

"Kalo lo sampe menghilangkan jejak dari gue lagi, gue gak akan segan-segan buat hidup Lo hancur!"

Karin menghela napas lelah, menatap Han lekat. "Han, kita udah lama berpisah. Gue pun sekarang udah punya suami, Lo tau itu. Plis, lepasin gue. Gue mohon."

"Diantara kita, udah gak ada hubungan apa-apa lagi."

Permohonan dari Karin membuat smirk menyebalkan di wajah Han. Ia mendengus, menatap Karin dengan tatapan mengerikan seperti psikopat. Lalu tertawa keras seperti orang kesetanan. Membuat Karin semakin ketakutan.

"Apa? Lo mau gue lepasin Lo?" 

Setelah itu Han mendekat, mempersempit jarak diantara mereka. Karin melangkah mundur saat Han melangkah maju. Tatapan Han seperti binatang buas yang sedang berburu mangsa.

"Inget ya! Sampai kapanpun, gue gak akan pernah ikhlas Lo sama yang lain. Lo itu milik gue, dan selamanya akan menjadi milik gue, titik!" ucap Han final. Ia tak pernah merasa sama sekali bersalah pada Karin sebanyak apapun ia menyakiti wanita itu sejak dahulu. Yang dia tahu hanya satu, Karin hanyalah miliknya seorang. Bukan siapapun, bahkan pria yang dicintai wanita itu sekalipun.

"Gue udah menemukan Lo disini! Jadi, jangan harap Lo bisa kabur dari gue lagi. Gue akan terus kesini tiap hari buat memastikan Lo selalu ada di sini. Camkan itu!"

Setelah itu Han berbalik pergi meninggalkan kediaman Karin. Sementara Karin masih gemetaran, menghirup oksigen sebanyak-banyaknya karena saat dekat dengan Han ia sampai lupa bernapas.

"Laki-laki gila!" rutuk Karin. Segala sumpah serapa ia ucapkan untuk Han si brengsek itu. "Gue gak akan pernah terima kalo dia sampe acak-acak hidup gue lagi setelah lima tahun lamanya! Gue harus cari cara untuk kabur dari dia. Tempat ini udah gak aman." 

Setelah itu Karin kembali memainkan ponselnya, menghubungi satu kontak yang selalu ia hubungi. Berkali-kali menghubungi nomor itu walaupun tidak ada satupun yang diangkat. Namun, Karin tetap menghubungi nomor itu sembari menggigit jarinya kalut.

"Ayo, Mas Ezra angkat. Aku mohon angkat. Aku lagi butuh banget kamu di sisiku." 

***


Tunggu kelanjutan dari kisah mereka!! Btw, kalian tim siapa nih?

#ArethaEzran
#EzranKarin
#KarinHan

See you next time!!

Antara Aku, Kau, dan Perempuan Itu Kde žijí příběhy. Začni objevovat