Bab 20 : Yang Terjadi

1.5K 53 55
                                    


Saat berada di ruang persalinan, suasana terasa tegang dan penuh antisipasi. Cahaya redup memancar dari lampu ruangan, menciptakan suasana yang tenang dan intim. Suara monitor jantung bayi yang teratur dan detak jantung ibu yang berdebar-debar mengisi ruangan. Tim medis yang terlatih dengan cermat mempersiapkan segala sesuatu untuk menyambut kelahiran yang akan datang.

Aretha terbaring di tempat tidur persalinan, wajahnya mencerminkan campuran antara kelelahan, ketegangan, dan harapan. Dia dikelilingi oleh pasangan dan orang-orang yang dicintainya, memberikan dukungan dan kekuatan.

Suster bidan dan dokter dengan penuh perhatian memantau kondisi ibu dan bayi, memastikan bahwa semuanya berjalan dengan baik. Mereka memberikan instruksi dan memberikan dukungan emosional kepada ibu, membantu mengurangi rasa sakit dan kecemasan yang mungkin dirasakannya.

"Sayang, kamu yang kuat ya. Kamu pasti bisa menghadapinya," ucap Ezran menatap teduh sang istri dengan telapak tangan mengelus dahi istrinya lembut. Sedang raut wajah Aretha sudah pucat, ia terlihat kesakitan.

"Arghh." alih-alih membalas ucapan Ezran, Aretha malah menjerit. Perutnya luar biasa kesakitan, seperti diaduk-aduk. Ezran terkejut begitu tangan Aretha mencengkram tangannya dengan begitu kuat. Seketika ia langsung merasa khawatir pada istrinya.

Ternyata Aretha sedang kontraksi, suasana menjadi lebih intens. Aretha merasakan sensasi yang kuat dan kadang-kadang menyakitkan, tetapi dia tetap bertahan dengan kekuatan dan tekad yang luar biasa. Tim medis memberikan bimbingan dan dorongan, memastikan bahwa ia tetap fokus dan berjuang dengan baik.

Akhirnya, saat yang ditunggu-tunggu tiba. Aretha merasakan dorongan kuat dan intens, menandakan bahwa bayi siap untuk lahir. Dengan bantuan tim medis, Aretha melakukan usaha terakhir yang luar biasa untuk mendorong bayinya ke dunia ini.

Saat Aretha melahirkan, ruangan dipenuhi dengan harapan dan antisipasi. Namun, suasana berubah drastis ketika dokter menyadari sesuatu yang tidak beres. Wajah mereka menjadi serius, dan ruangan menjadi hening. Aretha terbaring lemah di tempat tidur, wajahnya pucat dan mata yang kosong.

Dokter memanggil Ezran ke samping. Suasana tegang, detak jantung Ezran terasa seperti berdetak di telinganya. Dokter berbicara dengan suara yang lembut namun tegas, "Saya minta maaf, Pak Ezran. Kami telah melakukan segala upaya, tetapi kami tidak dapat menyelamatkan bayi Anda."

Berita itu seperti petir di siang bolong bagi Ezran. Dia merasa dunianya runtuh dalam sekejap. Wajahnya berubah pucat, matanya berkaca-kaca.

Dia menatap dokter, berharap ini semua hanyalah mimpi buruk. Tapi, ekspresi dokter yang serius dan sedih mengonfirmasi bahwa ini adalah kenyataan yang pahit.

"Gak mungkin! Ini semua gak mungkin!

Ezran merasa seolah-olah dia tidak bisa bernapas. Dia meraih tangan Aretha, mencari dukungan dalam kesedihan yang mendalam ini. Sedangkan Aretha, hilang kesadaran. Belum tahu tentang apa yang sebenarnya terjadi sekarang.

"Ya ampun, cucu pertama kita meninggal, Pa." Oma memeluk Opa dengan tangis yang pilu. Sedangkan Opa balas memeluk istrinya dengan tatapan prihatin. Hancur sudah ekspektasinya untuk memiliki cucu pertama.

"Ikhlaskan, Ma. Ikhlaskan. Ini mungkin memang jalan yang terbaik untuk cucu kita. Juga Aretha dan Ezran."

*

*

*

"Ada apa?" tanya Ezran dengan alis yang tertaut. Menatap wanita surai merah kecoklatan itu yang menghampirinya sambil membawa beberapa kotak yang dilapisi plastik hitam. Ia sedang membaca koran di ruang tengah yang menjadi spot kesukaannya saat bersantai.

Antara Aku, Kau, dan Perempuan Itu Where stories live. Discover now