19 | Buku

10 2 2
                                    


"Oke. Lu mau ngasih gue ke dia kapan?"

Akbar terdiam sejenak mendengar hal tersebut. Ia mengusap lehernya. Otaknya mencoba mencerna maksud dari kalimat Dyan. "Maksudnya?" Tanyanya.

"Yang dia suka, kan? Dia suka gue. Jadi lu kapan mau ngasih gue ke dia?"

Rasanya Dyan ingin menenggelamkan kepalanya pada bakso yang baru saja Virsa pesankan. Bagaimana bisa ia melakukan hal seberani itu?! Ia tidak percaya bahwa ia melakukannya hanya karena merasa cemburu.

CEMBURU. Iya, ia mengakui bahwa ia cemburu.

Sungguh tidak bisa dipercaya bahwa ia akan memiliki perasaan itu pada VIRSA. Ia ingin menyiram es teh yang ia genggam kepada seluruh mukanya.

"Dyan! Kenapa melamun? Kalo mau minum, diminum aja! Jangan dipegang doang," Seru Virsa membangunkan Dyan dari lamunannya.

Pria itu merengut menatap Virsa. Ia malah menjadi kesal dengan gadis di depannya. Gadis ini yang tiba-tiba masuk ke dalam hidupnya dan mengacak-acak perasaan yang bahkan belum bisa Dyan mengerti. Apa pun yang ia rasakan saat ini, adalah salahnya.

"Semua ini gara-gara lo."

"Hah? Apa sih? Kok tiba-tiba nyalahin orang!" Virsa ikut kesal dengan sikap Dyan.

Dyan menghela nafas dan akhirnya meneguk es teh yang sedari tadi ia genggam. Ia lebih malu lagi mengingat respon Akbar yang menertawakannya.

Akbar mengerjapkan matanya beberapa kali. Salah satu alisnya naik. Kemudian tali kesimpulan mulai tersambung di kepalanya. Bukannya tersinggung, gelak tawa malah pecah dari mulut laki-laki tersebut.

Dyan terkejut melihat reaksi yang tidak terduga tersebut. Ia menjadi merasa dongo karena terlihat jelas bahwa sedang cemburu.

"Ya elah. Ngga usah posesif gitu! Kalo lo bilang dia pacar lo, gue juga ngga bakal ngejar kalik!" Seru Akbar di sela-sela tawanya.

"Gue ngga–"

"Kenapa gue ngga kepikiran juga ya? Pasti kalo sakit, ya lu dirawat cewek lu lah~" Godanya sambil menyengir. Dyan terdiam dengan muka yang merah padam.

Akbar kembali terkekeh. "Sorry, ya. Suwer! Gue ga bakal deketin dia! Dia punya lo seutuhnya, kok." Lelaki itu menepuk pundak Dyan. Kemudian ia pun pamit pergi meninggalkan Dyan yang masih seperti udang rebus.

Dyan membanting gelasnya setelah meneguk habis es teh di dalamnya. Rasa malu kembali menghantamnya. Bahkan ia tidak peduli dengan tatapan aneh dari Virsa dan orang-orang lain.

Virsa yang melihat sikap Dyan menghela nafasnya. Bakso terakhir yang hendak ia makan malah terjatuh karena ia tersentak terkejut dengan dentuman keras gelas Dyan. Sendoknya pun ia letakkan kembali pada mangkok bakso. Tangannya ia gunakan untuk menopang kepalanya menatap pada lelakinya.

"Kenapa?" Tanya Virsa selembut mungkin. Apa mungkin Dyan semarah itu karena ia mengabaikannya hampir sepanjang hari?

Virsa menunjuk bakso Dyan yang tidak tersentuh sama sekali. "Kenapa es tehnya udah kamu habisin padahal baksomu masih utuh?"

Perhatian Dyan akhirnya beralih pada mangkok bakso di depannya. Astaga. Bisa-bisanya ia sampai mengabaikan bakso kesayangannya. Minumannya pun malah sudah habis duluan. Ia melenguh lemas.

Virsa yang menyadari emosi Dyan pun merasa sedikit kasihan. Ia meraih gelas Dyan dan melangkah cepat kembali ke warung kantin. Seolah-olah ia sedang melakukan tugas negara yang penting.

Alis Dyan tertaut menatap gelas yang telah disahut oleh gadis tersebut. Ia pun menghela nafasnya. Terpaksa ia harus memakan baksonya tanpa segelas es teh.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 17 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Weirdos.Where stories live. Discover now