15 | Buta

13 3 2
                                    


Dyan membiarkan tubuh lemasnya dibaringkan oleh Virsa. Walau agak ragu untuk membiarkan dirinya terbaring tak berdaya di hadapan seorang Virsa, ia tetap saja tepar di ranjang UKS. Entah mengapa, sejak tahu ia sakit, energinya menjadi tambah melemah.

Tidak seperti yang dipikiran Dyan, Virsa malah mondar-mandir bimbang sendiri. UKS sedang tidak ada orang yang menjaga. Ia bimbang apakah ia harus memanggil orang UKS? Tetapi dia akan meninggalkan Dyan sendiri. Jika ia menemani Dyan pun, Ia takut salah langkah dan malah melukai Dyan nantinya. Walau itu ide yang menarik, tetapi ia tidak boleh mengambil resiko.

Akhirnya Virsa memutuskan untuk meninggalkan Dyan sementara dan memanggil seseorang, walau tidak tahu siapa yang harus ia panggil. Tetapi sebelum itu, ia ingin setidaknya mengobrol sedikit dengan lelakinya. Lagipula, Dyan yang terlihat sehat kemarin, Mengapa tiba-tiba berbaring lemah hari ini?

"Dyan, kemarin kamu pakai jas hujan kan?" Tanya Virsa.

Dyan terbatuk tersedak. Bagaimana pertanyaannya pas sekali? Ia tidak mau niatnya terbongkar oleh Virsa. Pasti nanti Virsa akan membahasnya berulang-ulang kali.

"P-pake lah! Lagian masak iya gue sepedaan pake payung?" Sergah Dyan. 

Virsa mengira-ngira pernyataan Dyan. Tidak salah juga. Gimana caranya kalau Dyan mayungin diri sendiri sambil mengayuh sepeda? Terlalu lama memikirkannya membuat Virsa membayangkan kondisi Dyan ketika melakukan hal tersebut. Tanpa sadar ia terkekeh sendiri.

Dyan bergidik ngeri dengan kekehan Virsa. Namun sepertinya Virsa percaya dengannya. Hal itu membuat Dyan dapat bernapas lega.

"Terus sakit kenapa?"

"Kepo."

Virsa menatap kesal respon dari Dyan. Ia bersedekap seperti guru yang hendak memarahinya.

"Kalo kamu sembunyiin nanti makin parah tahu! Tadi aja jantungmu geraknya cepet banget kayak mau copot," Ujar Virsa.

Suhu tubuh Dyan sepertinya bertambah panas. Benar saja dugaannya, Virsa bisa merasakan degupan jantungnya. Tentu saja, kemungkinan itu dikarenakan kondisinya yang memang selemah itu. Tetapi, mengapa degupannya juga tidak tenang jika bersama dengan Virsa?

"Apa kamu terlalu salting waktu lihat statusku sampe sakit gini?" Tanya Virsa sambil menaik-naikkan kedua alisnya.

"Bisa ngga, yang masuk ke akal dikit?"

"Aku maunya masuk ke hatimu, sih," Ujar Virsa.

Dyan memutar bolanya malas, mencoba menenangkan jantungnya yang kembali bergerak cepat. Tidak mungkin ia orang yang semudah itu. Masak iya dia salting sama gombalan seperti itu? Apalagi sama Virsa.

"Dah sana," Usir Dyan dengan gestur tangan yang menyuruh gadis itu pergi.

Virsa sedikit memajukkan bibirnya. "Nanti kangen, loh."

Dyan tertawa remeh. "Kalau gue kangen, gue utang 100rb sama lo," tantangnya. 

Gadia itu terkekeh. Entah mengapa, Ia sedikit yakin akan mendapatkan uang 100rb itu. "Deal," Ujarnya.

"Yaudah, aku panggil orang UKS dulu, ya."

"Emang ada yang lu kenal?"

Virsa mengusap lehernya canggung. "Hehe, engga sih."

Dyan menghela nafasnya. Tentu saja orang yang selalu menghabiskan waktunya di kelas tidak tahu menahu apa yang terjadi di luar. "Gue ada kenalan. Ntar gue telpon dia. Lu balik sana," Usir Dyan.

Virsa mengangguk setuju. Namun bukannya melangkah ke pintu, ia malah mendekat ke arah Dyan. Hal itu membuat Dyan kembali pada mode waspadanya. 

Gadis itu lalu menunduk. Mengangkat tangannya. Lalu meletakkannya pada ubun-ubun lelaki tersebut. Ia usap-usap pelan rambut hitam Dyan. Sebuah senyuman kembali terbentuk pada bibir manisnya.

Weirdos.Where stories live. Discover now